Latest News

Saturday, December 31, 2011

Mengapa Pohon Cemara selalu ada Pas Hari Natal?


Sejarah pohon natal dapat ditelusuri sampai di sekitar abad ke-8, saat St. Bonifasius (675-754), seorang uskup Inggris, menyebarkan iman Katolik di Jerman. Pada saat dia meninggalkan Jerman dan pergi ke Roma sekitar 15 tahun lamanya, jemaat yang dia tinggalkan kembali lagi kepada kebiasaan mereka untuk mempersembahkan kurban berhala di bawah pohon Oak. Namun dengan berani St. Bonifasius menentang hal ini dan kemudian menebang pohon Oak tersebut.
Jemaat kemudian bertanya bagaimana caranya mereka dapat merayakan Natal. Maka St. Bonifasius kemudian menunjuk kepada pohon fir atau pine, yang melambangkan damai dan kekekalan karena senantiasa hijau sepanjang tahun. Juga karena bentuknya meruncing ke atas, maka itu mengingatkan akan surga. Bentuk pohon yang berupa segitiga dan menjulang ke atas serta hijau sepanjang tahun, inilah mengingatkan kita akan misteri Trinitas, Allah yang kekal untuk selama-lamanya, yang turun ke dunia dalam diri Kristus untuk menyelamatkan manusia.
Maka walaupun memang tradisi pohon cemara tidak diperoleh dari jaman dan tempat asal Yesus, penggunaan pohon cemara tidak bertentangan dengan pengajaran Kitab Suci. Dalam hal ini, yang dipentingkan adalah maknanya: yaitu untuk mengingatkan umat Kristiani agar mengingat misteri kasih Allah Trinitas yang kekal selamanya, yang dinyatakan dengan kelahiran Yesus Sang Putera ke dunia demi menebus dosa manusia.

Nah sekarang, apakah kita sudah menjadi seperti pohon cemara yang menyambut hari Natal?
1.       Sudahkah kita senantiasa menjadi perlambang damai yang kekal sepanjang tahun? Coba renungkan, berapa banyak kata-kata kita, tindakan kita, kemarahan kita yang juga menjadi kemarahan orang lain? Dan berapa sering kita menjadi pendamai dua orang yang berkonflik? Jangan-jangan kita hanya bersikap �itu bukan urusan gue�?

2.       Sudahkah kita selalu meruncing ke atas, mengingat dan mengingatkan akan surga bagi diri sendiri dan orang di sekitar kita? Coba renungkan, berapa sering kita bersyukur dan berdoa, baik dalam hati maupun dengan kelompok? Berapa sering kita mengingatkan teman kita agar tidak menyontek, tidak berbohong, tidak marah, tidak berputus asa?

Bila belum, bersegeralah memohon ampun dan mengakui segala kelalaian ini. Masa pengakuan dosa memang sudah lewat di Gereja Kristus Salvator, tapi pastor tidak akan pernah menolak permohonan pengampunan dosa  di luar masa itu. Supaya hati kita sungguh-sungguh seperti pohon cemara menyambut Natal Tuhan.

�Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil." � Luk 1:37



Sumber: http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Friday, November 11, 2011

Perjalanan yang Luar Biasa

Suster Lourdes sedang ditugaskan di Anda, pulau terpencil di Filipina dengan fasilitas publik yang terbatas. Tidak ada dokter di seluruh pulau. Tapi di pelosok inilah tangan Allah bekerja. Terpujilah Dia. Inilah kesaksiannya:

Suatu hari saya sedang bertugas di unit perawat biara ketika sepasang orang tua masuk membawa putrinya yang berumur 4 tahun, Serena. Serena tidak dapat bernapas. Ibunya bilang kalau tadi siang Serena tersedak chico, jenis buah lokal. Namun buah itu berhasil diambil saat itu juga. Entah kenapa, pada saat makan malam, Serena kembali tersedak dan tidak dapat bernapas hingga wajahnya membiru. 


Karena tidak ada dokter disitu, kami segera memanggil truk dan kami segera ke dermaga. Untuk ke rumah sakit, kami harus menumpang kapal tongkang ke seberang pulau. Di dermaga, semua kapal tongkang habis disewa tapi kami mendapat speedboat sehingga Serena harus dipindahkan dari truk. Di tengah jalan, motor kapal mati dan sebuah kapal dikirimkan untuk menggantikannya. Napas Serena makin berat dan wajahnya masih biru.


Di pulau utama kami mencari kendaraan yang dapat membawa kami ke rumah sakit berjarak 2 km. Yang ada hanyalah sebuah jip yang lampu depannya mati satu. Kami segera masuk. Tapi begitu sampai di jalan tol, supir jip menolak meneruskan perjalanan karena berbahaya mengemudi hanya dengan satu lampu. Untungnya sebuah jeepney diparkir dekat dan kami segera berpindah kendaraan. 


Baru jalan sedikit, ban jeepney kempes! Saya memohon si supir untuk tetap memaksakan jalan sampai rumah sakit. Untungnya supir itu setuju. Saya dengan panik berdoa kepada Tuhan dan semua santa santo untuk menolong gadis kecil ini. 


Sampai di rumah sakit darurat, seorang perawat bilang bahwa sedang tidak ada dokter dan peralatan yang ada tidak cukup. Kami harus pergi ke Kota Dagupan yang jaraknya 3 jam. Untungnya ada ambulans yang dapat kami pakai sehingga Serena dapat bernapas dengan oksigen. 


Di tengah jalan, ambulans itu kehabisan bensin dan berhenti di pom bensin yang pompanya sedang rusak. Ya Tuhan, pikirku, apakah tidak ada habisnya kesialan ini?


Ambulans itu segera ke pom bensin berikutnya dan sampailah kami ke rumah sakit Dagupan hanya untuk mendengar bahwa disitu tidak ada spesialis paru yang dibutuhkan anak itu. Kami harus pergi ke rumah sakit yang adanya di seberang kota. Padahal ambulans kami sudah pulang.


Saya menelpon dokter kenalan saya yang mengantar kami ke rumah sakit dimana dia memerintahkan 4 X-Ray. Baru 2 X-Ray selesai, lampu mati! Untungnya kedua X-Ray yang ada sudah dapat mengidentifikasi permasalahan sehingga dokter dapat beraksi. 


Dokter paru yang menangani Serena mengatakan kami beruntung! karena kalau lokasi obstruksi pernapasan sedikit bergeser, maka Serena sudah pasti tak bernyawa lagi. 


Operasi segera dilakukan, dan beberapa hari berikutnya ketika saya mengunjungi gadis kecil itu, ia sudah bermain dan ceria lagi. 


Satu bulan kemudian, saya dan beberapa biarawati menghadiri misa yang sangat spesial dengan keluarga Serena. Ibunya yang sebelumnya memeluk kepercayaan lokal Aglipayan dibaptis menjadi Katolik, orang tua Serena menikah dengan misa pemberkatan, dan Serena dibaptis!


Setahun kemudian ketika saya akan meninggalkan pulau itu karena ditugaskan belajar ke Roma, Serena datang sendirian ke biara membawa tas tangan terbuat dari kerang. Katanya dengan senyum manisnya, "Mama bilang kamu menyelamatkan saya. Ini hadiah saya untukmu."

Tuhan selalu menolong mereka yang mewartakan kabar keselamatannya. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus,dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." - Mat 28: 19-20

Diadopsi dari Readers Digest edisi November 2011, sebuah cerita nyata dan personal.

Friday, September 30, 2011

Bersukacitalah Untuk Hal yang Benar

Dahulu kala ada seorang tukang kayu yang kerjanya menebang kayu di hutan. Suatu hari ia bertemu dengan seekor beruang yang sedang mencari makan. Segera si tukang kayu berteriak-teriak dengan suara nyaring sambil memukul-mukulkan kapaknya ke rantang aluminiumnya sehingga suaranya sangat bising. Si beruang terkejut dan segera melarikan diri. Tukang kayu itu pulang ke rumah dan berkata pada istrinya, "benar kata buku-buku itu bahwa beruang takut pada suara bising. Aku berhasil mengusirnya."

Beberapa hari kemudian si tukang kayu kembali ke hutan dan bertemu lagi dengan si beruang. Kembali tukang kayu itu menimbulkan suara-suara bising dan membuat si beruang lari tunggang langgang. Tukang kayu itu tersenyum dan bergembira karenanya.

Sebulan berlalu tanpa insiden sebelum tukang kayu kembali masuk hutan dan menemukan beruang itu sedang mencari makan di tempatnya akan menebang kayu. Tukang kayu yang sombong itu segera berteriak-teriak dan memukul-mukul dengan segenap kekuatannya. Tanpa diduga-duga, si beruang bukannya lari malah berbalik menghadapi si tukang kayu dan segera merobohkannya  dan meninggalkannya hampir mati.

Di tengah-tengah perjuangannya melarikan diri, si tukang kayu melihat bahwa beruang itu kini sudah punya anak. Perilakunya berubah karena ia harus melindungi anaknya dan bukan dirinya sendiri. Kesombongan tukang kayu berbalik menghancurkannya. Sukacitanya karena berhasil mengalahkan beruang yang kuat bukanlah sukacita yang sejati.

Teman, bersukacitalah untuk hal yang benar. Janganlah bersukacita karena kamu lebih rajin ke gereja, atau memiliki karunia roh yang lebih banyak, atau lebih pintar ataupun lebih banyak temannya. Tapi bersukacitalah karena Tuhan telah mengampuni dosa-dosa kita seperti Ia telah mengampuni bangsa Israel. Dan bersukacitalah karena Tuhan Yesus telah menyediakan tempat bagi kita di surga.


Yesus juga berkata pada murid-muridNya yang baru saja "membuktikan" kemampuannya untuk mengusir roh jahat: "Namun janganlah kamu bersuka cita karena roh-roh jahat itu takluk kepadamu; tetapi bersukacitalah karena namamu terdaftar di sorga." - Luk 10:20

Sumber: http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Wednesday, August 31, 2011

Iman yang bebas dan Membebaskan


Ada seekor burung gagak yang  sukanya hanya meniru-niru semua hewan-hewan yang ada di hutan. Burung gagak itu paling suka meniru induk burung gereja yang bersarang di pohon di dekatnya. Ketika induk burung berkata pada anak-anaknya, �ayo belajar terbang...�, maka si burung gagak pun berteriak-teriak, �AYO BELAJAR TERBANG...!�

Suatu hari seekor harimau terlihat menerobos semak-semak di hutan itu. Induk burung gereja itu pun langsung berteriak-teriak, �Hati-hati.... hati-hati.... ada harimau, ada harimau.� Mendengar itu burung gagak pun langsung meniru-niru, �Hati-hati... hati-hati... ada harimau, ada harimau.�

Burung hantu bijaksana yang mendengar teriakan kedua burung itu segera bertanya, �Hai induk burung gereja, harimau itu ada di tanah, kenapa kamu teriak-teriak begitu. Kan kamu bisa terbang?�

Induk burung gereja menjawab, �Iya, aku bisa terbang, tapi sarang anak-anakku bisa terjatuh kalau harimau itu mendorong pohon itu. Dan anak-anakku tidak bisa terbang.�

Lalu si burung hantu berpaling ke burung gagak, �Dan kau burung gagak, kenapa kau teriak-teriak? Kan kau tidak punya anak-anak yang kaulindungi, dan kau bisa terbang melarikan diri dari harimau?�

Burung gagak celingukan mencari jawaban yang pas, dan si burung hantu melihat kebingungan lalu mentertawakan kebodohan burung gagak.  

Teman-teman, iman tentang Tuhan Allah kita bukanlah iman yang meniru. Bukan dengan mengikuti apa kata Pastor atau ketua wilayah atau bahkan orang tua kita, tapi dengan merenungkan sendiri apa yang dikatakan oleh Kitab Suci dan yang kita alami dalam hidup kita. Tidak seperti burung gagak pada cerita di atas yang hanya meniru perkataan hewan lain tanpa mengetahui buat apa dia sendiri berkata-kata demikian.

Tuhan tidak ingin kita hanya meniru apa yang dikatakan orangtua kita bahwa Tuhan itu baik. Tapi Tuhan ingin kita mengalami sendiri bahwa Tuhan itu baik dan menceritakan pada orang lain versi kita sendiri tentang kebaikan Tuhan.

Iman itu bebas. Dalam Katekismus Agama Katholik dinyatakan bahwa tak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman. Allah memanggil manusia untuk mengabdi diriNya dalam berbagai cara. Ada cara-cara yang langsung menyentuh dan menyentak, ada pula yang perlahan-lahan dan lembut.

Aku memilih untuk beriman Katholik, beriman melalui dan dalam Tuhan Yesus. Tapi ketika aku memilih, aku tidak memiliki pengetahuan tentang Bapa dan Yesus, aku pun tidak memiliki pengetahuan tentang Katholik dan imannya. Tapi dengan memilih, lalu aku belajar dan makin lama aku pun memahami dan mencintai seluruh aspek dalam agama Katholik. Apa yang kutemukan jauh berbeda dengan yang saudara-saudaraku temukan walaupun mereka sudah lebih dulu belajar Katholik.

Aku memiliki seorang teman yang menikah dengan orang beragama lain. Ia pun memilih untuk memeluk agama suaminya. Konsekuensi dari pilihannya itu adalah ia belajar dan menemukan berbagai hal yang jauh berbeda dari iman suaminya, walaupun agamanya sama.  

Iman itu bebas dan membebaskan. Ia bebas untuk dipilih atau tidak dipilih. Namun ketika iman sudah dipilih, maka ia membebaskan kita. Kita bebas untuk memuji Tuhan, kita bebas untuk memohon ampun kepadaNya, kita bebas untuk mengungkapkan rasa hati kita padaNya.

Waktu aku belum memilih imanku, aku sering merasa berdosa untuk mengungkapkan permohonanku padaNya. Terlintas pada pikiranku, �percaya saja tidak, buat apa aku meminta?� Kini dengan imanku, aku bebas untuk meminta dan berharap bahwa Dia selalu mendengarkan dan mengabulkan permohonanku sesulit apapun itu.

Dengan iman, kita juga bebas untuk melihat segala sesuatu dan bertanya kepada Sang Pencipta, �Kenapa semua ini diciptakan sedemikian rupa?� Dan kita pun bebas untuk mencari jawabannya. Satu hal yang selalu kupikirkan adalah: �Apakah benar Tuhan Ada dan apa buktinya?� selalu menggangguku. Dan respon orang bahwa pertanyaan tersebut adalah dosa kepada Tuhan akan membuatku marah.

Menurutku, iman yang kupilih membebaskanku untuk menanyakan itu kepada Tuhan sendiri, dan sampai sekarang pun Tuhan tetap memberikan jawabanNya kepadaku. Santo Agustinus mempertanyakan keberadaan Tuhan dan akhirnya ia malah mendapatkan jawaban yang jauh lebih baik daripada yang kita dapatkan sekarang. Tuhan baik menurutku, karena Ia selalu membebaskan kita untuk mencariNya dalam berbagai cara.

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan � 2 Ptr 1:5

Monday, August 22, 2011

Iman yang Dipahami

Dalam renungan sebelumnya, aku telah mensharingkan pengalamanku menemukan bahwa iman adalah sesuatu keputusan yang harus kubuat. Santo Tomas Aquinas menyatakan dengan sangat tepat tentang iman: Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat.

Kini aku ingin mensharingkan tentang iman yang dipahami yaitu iman akan Tuhan yang kita kenali dan pahami pribadiNya.

Sejak SMA aku selalu bergulat tentang bagaimana kasih Tuhan bahkan bagi orang-orang yang berdosa. Aku sering memberikan paradoks ini kepada teman-teman diskusiku:

Bapak Amir adalah seorang suci, selalu menaati perintah Tuhan dan pergi ke gereja setiap minggu. Bapak Bondi adalah seorang penjahat yang kerjanya menipu, berjudi, dan kadang membunuh. Suatu hari Bapak Bondi membunuh istri dan anak Bapak Amir secara kejam sehingga Bapak Amir mempertanyakan keadilan dan kasih Tuhan pada dirinya. Pada saat ajal keduanya tiba tidak lama setelah kejadian pembunuhan, Bapak Amir meninggal sebagai orang yang menyimpan dendam dan ketidakpercayaan pada Tuhan, sementara Bapak Bondi bertobat menjelang ajal (tanpa sempat dibaptis dan didoakan). Yang mana yang masuk surga dan yang mana yang masuk neraka.

Satu ajaran Kristen Protestan menyatakan bahwa bilamana pada saat meninggal seseorang adalah tidak beriman, maka ia akan masuk neraka. Jadi jawaban atas paradoks ini adalah Bapak Bondi masuk neraka dan Bapak Amir masuk surga. Lalu apakah fair menghapus seluruh kebaikan dan kepercayaan yang sudah dilakukan oleh Bapak Amir sebelum pembunuhan terjadi?

Ajaran dari Islam adalah setiap kebaikan dan kejahatan orang akan ditimbang menurut timbangan Yang Maha Adil. Jadi bilamana tabungan kebaikan Bapak Amir banyak sebelum ia menjadi tidak percaya, ia tetap akan masuk surga. Sementara Bapak Bondi akan masuk neraka walaupun ia bertobat.

Bagaimana jawaban ini dapat diterima mengingat Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih? Selama SMA dan masa kuliah, pertanyaan ini selalu mengganjal.

Suatu hari di toko buku aku melihat sebuah kitab suci dan aku membalik-balik halamannya tanpa bermaksud apa-apa. Aku sampai kepada kitab Lukas yang bercerita tentang penyaliban Yesus serta kedua penjahat di sisi kiri dan kananNya.


Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."
Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Luk 23: 42-43

Pada saat itu aku memahami betapa besar cinta kasih Tuhan Yesus. Dia tidak lagi mengingat dosa dan kesalahan seumur hidup. Hukuman atas dosa tidak akan ditanggungkan lagi kepada si penjahat itu walaupun mungkin tak terkira jumlah orang yang sudah ditipu, dirampok, atau dibunuh olehnya. Dia secara spontan menyatakan bahwa orang yang bertobat hari ini juga akan bersama-sama denganNya di dalam Firdaus....tanpa syarat.

Aku langsung teringat kepada ayahku sendiri. Dia keras, sering menghukumku kalau aku nakal, sering menegur dan memarahiku. Tapi tanpa ragu aku yakin bahwa kalau aku melakukan suatu kejahatan dan harus masuk dipenjara, maka ia akan mengambil tempatku dipenjara bahkan bila harus dihukum mati. Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Mat 7:11

Aku tidak percaya kepada kasih Allah yang begitu besar karena aku merasa tidak memiliki alasan untuk percaya. Padahal alasan itu sebenarnya selalu ada di depan mata tapi aku belum memutuskan untuk beriman sehingga aku tidak percaya. Tapi kini aku percaya dengan seluruh alasan yang benar yaitu karena aku memahami sesuatu tentang Allah melalui ayat Kitab Suci.

Ini adalah karunia Tuhan yaitu ketika iman tidak bertentangan dengan akalbudi bahkan akalbudi membantu iman untuk makin kuat. Seperti yang dikatakan oleh Santo Tomas Agustinus: "Aku percaya supaya mengerti, dan aku mengerti supaya percaya lebih baik."

Oleh karenanya kita perlu selalu bergumul untuk memahami iman kita melalui bacaan-bacaan Kitab Suci dan meminta agar Roh Kudus memberikan penerangan agar kita memahami Allah melalui bacaan-bacaan itu.


Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Luk 24:45

Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta.
 

http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Sunday, August 21, 2011

Iman yang Kutemukan

Beberapa waktu yang lalu aku ikut Seminar Hidup Baru Dalam Roh, seringkali disebut SHB atau SHDR, sebuah aktivitas pendalaman cinta Allah dan cinta sharing tentang kasih Allah kepada sesama yang puncaknya adalah sebuah pencurahan roh.

Sejak masa persiapan sebelum SHB aku sudah berdoa pada Tuhan supaya di dalam pencurahan roh yang kali ini aku diberikan kesempatan. Kesempatan untuk merasakan hatiku terbuka serta emosi yang mendalam kepada Tuhan yang berpuncak kepada iman yang teguh dan selalu ingin bersatu denganNya. Seminar aku lewati tanpa bolos, walaupun sempat agak telat karena kerjaan kantor. Sharing pun aku dengarkan dan gunakan dengan sebaik-baiknya.

Pada hari pencurahan roh, aku menunggu dengan deg-degan. Pertanyaan sharing kelompok tentang apa yang ingin kaudapat pada saat pencurahan roh kujawab dengan aku ingin mendapat karunia Roh Kudus, terutama karunia iman. Ketika doa dimulai, puji-pujian dimulai, aku sungguh-sungguh berdoa bahwa Roh Kudus sungguh hadir pada diriku dan akhirnya aku dapat merasakan kemuliaan Tuhan bersama dengan teman-teman seimanku.

Selama sekitar 1 jam pencurahan berjalan, doa terus kunaikkan, puji-pujian terus kuangkat. Tapi tak ada rasa satupun yang lain daripada biasanya. Malah terus terang aku merasa terganggu dengan cara pendoa bernyanyi karena mengganggu konsentrasiku. Sampai akhir pencurahan roh pun aku tidak merasa mendapatkan apa-apa.

Sempat kumengeluh sama Tuhan: "Tuhan, yang kuminta hanyalah Karunia Iman... karunia yang tidak dapat dilihat oleh siapapun juga, karunia yang tidak membuat sombong dan malah sesuatu yang selalu Kauminta." Kekecewaan yang mendalam ini sempat kulontarkan baik kepada kelompokku maupun kepada sahabatku yang sebelum pencurahan roh mendoakan agar aku mendapat karunia, apapun yang kuminta. Dia juga tidak bisa menjawab selain daripada: "iman itu bertumbuh, tidak dapat dirasakan pada saat itu juga."

Semalaman aku gelisah, sampai besok dan lusanya. Aku berulang-ulang memikirkan pertanyaan "Apakah sebenarnya aku beriman?" Karena jujur kalau aku ditanya, "Apakah kau mencintai Tuhan?" Jawabku adalah "tidak tahu". Bagaimana aku mencintai apa yang aku tidak imani ada?

Jawabannya muncul pada saat aku sedang mengemudi motor. Bukan Tuhan yang menentukan aku beriman atau tidak, melainkan aku sendiri yang harus memutuskan. Aku mendapat karunia untuk memutuskan bahwa aku ingin dan akan beriman, maka aku beriman. Karunia itu sudah sejak lama berada di dalam aku bahwa sebelum aku dibaptis dan mungkin sebelum aku dikandung.

Iman bukan sebuah perasaan, bukan sebuah kesempatan, bukan sebuah keinginan. Tapi iman adalah sebuah keputusan yang harus diambil untuk lebih dekat pada Tuhan. Betapa sering aku membaca buku-buku tentang ateisme dan seringkali melihat bagaimana sebuah permasalahan dapat dilihat dengan cara yang begitu berbeda oleh orang beragama dan orang ateis hanya karena landasan yang berbeda dari sebuah keputusan iman.

Yesus sendiri pernah bersabda dalam Lukas 17: 5-6
Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!"
Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."

Artinya bahwa Yesus tidak menjawab dengan "baik akan kutambahkan imanmu" tapi "kalau sekiranya kamu punya...." Artinya kepunyaan tersebut tidak ditambah oleh Tuhan sehingga pasti juga tak dapat dikurangi oleh setan. Iman adalah keputusan dan  milik kita sendiri.

Lukas 18:8 - Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"

Maka marilah kita menjawab pertanyaan Tuhan Yesus di dalam ayat Lukas di atas ini dengan "YA Tuhan, Kau akan mendapati imanku."


http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Wednesday, May 11, 2011

5 Ribu Rupiah, Semoga Bisa Jadi Beras Sekarung.


Paskah 2011 telah berlalu hampir 1 bulan, namun apakah sentuhan nilai berbagi pada tema Paskah kita juga ikut berlalu dalam keseharian kita?

Pada masa prapaskah segala upaya dalam merebut hati Yesus Doa, puasa, pantang, dan sebisa mungkin menyisihkan apa yang saya dapat dan miliki untuk di sumbangkan dan diberikan pada orang yang membutuhkan lebih diperbanyak. Berbagi senyum dan suka cita pun dalam arti menekan semua hawa emosi yang ada dalam diri sudah dilaksanakan untuk memperdalam tema Paskah yaitu �Mari Berbagi�.

Tapi mengapa tema berbagi ini rasanya seperti biasa saja. Bukan sesuatu yang menyentuh hati, saya merasa untuk hal menahan diri, puasa, pantang mungkin memang sedikit berbeda. Tetapi untuk hal berbagi? � ah di hari-hari biasapun saya juga berbagi sebisa mungkin.

Sampailah saya pada peristiwa minggu kemarin, minggu ketiga setelah Paskah. Peristiwa ini terjadi sewaktu saya pulang rapat di gereja. Sebelum rapat saya sudah makan sehingga nasi box rapat saya bawa pulang. Sesampai di depan gereja saya bertemu pemilik warung depan gereja, dan saya pikir nasi ini lebih baik diberikan padanya karena saya sudah makan siang ini. Saya rasa si penerima nasi tentu menerima dengan senang, hati saya pun senang lazimnya seorang yang habis berbagi.

Saya pun menyeberang jalan, berniat naik taksi. Lama dan panas, taksi yang ditunggu tidak lewat juga. Sewaktu saya menoleh gang dibelakang saya berdiri, saya melihat seorang wanita tua dengan daster, jalan ke arah luar gang. Saya pun acuh dan kembali kepala menoleh kiri dan kanan mencari taksi yang lewat.

Tiba-tiba ibu tua itu mendekati saya dan berkata lirih, �Nak, ibu boleh minta uang?�. Saya sempat kaget. Saya antara dengar dan tidak, karena suaranya begitu bergetar dan gesture tubuhnya begitu takut.

Lalu saya tanya lagi, �Ada apa bu?�

Jawabnya,�Ibu tidak punya beras. Boleh ibu minta uang untuk beli beras?�

Saya terpana melihatnya. Bajunya tidak seperti pengemis. Gayanya pun bukan seperti pengemis yang biasa spontan tengadah mengacung keatas. Ibu ini tak seperti pengemis, tak seperti gembel. Semakin lekat pandangan saya padanya , semakin ia tertunduk, seperti takut atau apapun itu yang menggambarkan bahwa ia bukan pengemis.

Hati saya iba, tapi otak saya berpikir, hari ini saya tidak membawa uang banyak, dan uang memang sedang dihemat untuk usaha baru saya. Uang yang saya punya hanya kira-kira cukup untuk naik taksi . Kalau saya berikan saya tak bisa naik taksi, padahal udara begitu menyengat.
Keputusan harus diambil cepat. Akhirnya saya putuskan saya ambil 5000 rupiah untuk ibu itu. Saya ikhlas jika saya harus berganti mikrolet saja. Saya berikan uang itu padanya, sambil saya katakan, �Ibu , saya hanya bisa kasih segini. Maaf ya, bu�.

Ibu itu mengangguk perlahan dan berjalan sambil menundukkan kepala. Sepintas entah benar atau tidak yang saya lihat, air mata ada di sudut mata. Terpana hati ini melihatnya berlalu. Begitu tersadar rasa hati begitu menyesal. Mengapa tidak saya beri ibu itu lebih dari sekedar 5000 rupiah? Segera saya berdoa dalam hati, �Tuhan maafkan saya, semoga uang 5000 itu bisa kau tambahkan menjadi sekarung beras dengan caraMu�.

Dua peristiwa berbagi saya alami pada saat yang begitu berdekatan. Yang pertama, berbagi namun dalam keadaan berkecukupan (sudah makan sehingga nasi box yang saya miliki jika saya berikan orang lain tak akan mengurangi apa yang sudah saya miliki dan rasakan). Yang kedua , berbagi dalam keadaan saya membutuhkan juga dari apa yang saya miliki. Dari dua peristiwa itu, mengapa rasa aneh hanya saya miliki pada peristiwa kedua, padahal keduanya saya berikan dengan keadaan ikhlas.

Itulah sebab beberapa hari ini kubawa ibu itu dalam doa yang gelisah, sampai pagi ini saya menyaksikan suatu acara salah satu stasiun televisi. Acara itu menceritakan kisah bagaimana seorang ibu begitu inginnya bertemu dengan penolongnya yang 10 tahun lalu telah menolongnya. Si ibu bernama Tukiyem, dan ibu Rahayu adalah sang penolong.

Ibu Tukiyem memiliki 10 orang anak dan sedang dalam keadaan susah dan berkekurangan. Suatu hari ia datang tanpa sengaja ke toko ibu Rahayu dan meminta bantuan. Bukan uang yang didapat, tetapi ibu Rahayu memberinya sebuah panci presto.

Ibu Tukiyem berterima kasih, namun bingung untuk apa panci itu. Rupanya Tuhan membuka pikirannya, maka dibelinya beberapa ikan bandeng dengan sisa uang yang ada padanya. Lalu dijualnya ikan hasil masakannya yang diolah dengan panci presto pemberian ibu Rahayu.
Doanya hanya satu, semoga ikannya yang hanya beberapa ekor itu laku terjual. Syukurlah, Allah sungguh membantunya. Ikan terjual habis, anaknya bisa makan meski sedikit, dan sebagian besar uangnya ia belikan lagi ikan yang jumlahnya ditambah. Akhirnya dari beberapa ikan , ibu Tukiyem jadi bisa menyekolahkan kembali anak-anaknya.

Kini di usia tua ia ingin menemui ibu Rahayu yang telah menolongnya sebagai rasa syukur, karena akhirnya keluarganya bisa bertahan. Ternyata pencariannya yang lama, membuahkan hasil. Ibu Rahayu yang dicarinya berhasil ditemukan. Ibu Rahayu sendiri telah lupa dengan ibu Tukiyem. Tetapi setelah diceritakan ulang, ibu Rahayu kembali teringat. Sewaktu ditanyakan mengapa memberikan ibu Tukiyem panci, ibu Rahayu hanya mengatakan, �hanya itu yang bisa saya berikan pada ibu karena uang belum ada masuk toko dan mendoakan semoga panci itu jadi berkat buatnya ( ibu Tukiyem).�

3 peristiwa diatas membuat saya berpikir dan berani mengatakan (paling tidak pada diri saya sendiri). Bahwa disamping hal rela serta ikhlas, berbagi jauh lebih menjadi berkat bila:
1. Berbagilah dengan disertai doa.
2. Berbagilah dengan apa yang kita bisa dan punya. Bukan soal nilai , karena semua yang sedikit dan kurang Tuhan yang akan melengkapi.
3. Meskipun kita juga dalam keadaan berkekurangan , tetaplah menjadi berkat buat orang lain.

Sebab kata Yesus kepada murid-muridNya �Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh nafkahnya." � Mat 12 41:44

Biarlah setiap hari menjadi Paskah buat kita. Tetaplah berbagi, Tuhan memberkati.

http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Tuesday, April 19, 2011

Memanusiakan Yesus Lewat Tablo

Briptu Norman yang belakangan ini sangat beken karena video dia sedang menyanyi diupload ke youtube, selalu memakai seragam polisi ketika bernyanyi pada acara-acara yang diadakan TV untuknya. Persepsi masyarakat tentang polisi pun mulai berubah. Polisi tidak hanya dilihat sebagai sosok yang tegas, gemar menembak, gemar menilang, suka marah-marah, dan hanya mengatur lalu lintas. Tapi polisi pun manusia, yang suka bernyanyi, yang cape dan ngantuk setelah seharian menunggu acara selesai sebagaimana diungkap sang briptu sendiri. 

Memanusiakan polisi, itulah istilah yang akan saya pakai untuk melihat fenomena ini. Yaitu memunculkan kesadaran bahwa polisi bukanlah sebuah sosok yang jauh dari kita, bukan orang yang sudah dibrainwash sehingga tidak memiliki kesadaran manusia lagi. Polisi pun manusia. Sebagaimana katanya si Okky di acara DeRings, �Bapak polisi ya.... pantas, bapak telah menembak hatiku.� Tembakan polisi manusia ini tidak hanya menembak dengan peluru dan tidak berperasaan, tapi menembak dengan emosi. 

Memanusiakan sesuatu itu artinya menghadirkan �sesuatu� itu secara riil. Mungkin kita sudah tahu bahwa polisi juga manusia. Dia bisa ketawa, bisa sedih, bisa putus asa. Tapi setiap kali kita melihat polisi, kita hanya melihat �sesuatu� bukan �seseorang� yang disebut polisi yang sifatnya �tidak seperti kita-kita ini�. 
Memanusiakan polisi dapat diartikan ketika dengan sadar kita menyatakan �Oh ya, polisi juga kayak kita.�

Kita sering juga mendengar kisah Yesus. Yesus yang lahir dari perawan, Yesus yang mati di kayu salib, Yesus yang menyembuhkan. Tapi pernahkah kita memanusiakan Yesus?  Apakah Yesus pernah sedih? Apakah Yesus pernah tertawa? Apakah Yesus juga merasakan takut seperti kita? Apakah Yesus sakit kalau dipukul. 

Banyak orang terharu ketika melihat The Passion of Christ yang diperankan oleh Mel Gibson. Ternyata kita hanya mengatakan bahwa �Yesus itu juruselamat kita� tanpa pernah benar-benar merasakan nyeri di hati ketika membaca bahwa Yesus itu didera dan disalibkan. Dengan film tersebut, kita disentuh secara sadar untuk menyatakan bahwa Yesus pun manusia yang merasakan sakit dan takut luar biasa. 

Demikianlah juga tablo yang akan diadakan pada hari Jumat tanggal 22 April 2011. Tablo seakan-akan hanya �drama Yesus�. 

Tapi tablo sesungguhnya diadakan untuk Memanusiakan Yesus. Ketika kita melihat tablo, kita secara sadar akan merasakan bahwa sebagai manusia, Yesus sungguh-sungguh merasa sakit ketika dicambuk, dipaku, dan tergantung di kayu salib. Bahwa Yesus sungguh-sungguh darah dan daging.   Ketika kita melihat tablo, kita secara sadar merasakan bahwa sisi manusia kita pun ada di antara orang-orang yang mengadili Yesus. 

Di tablo itu, seluruh cerita tentang sengsara Yesus sungguh-sungguh berubah menjadi Sengsara Seorang Manusia.  Memanusiakan Yesus, membuat yang tadinya sekadar cerita di buku menjadi kisah nyata yang dapat kita rasakan sendiri. 




Mari kita memanusiakan Yesus, merasakan penderitaanNya sungguh menyatu di dalam diri kita manusia.


http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Wednesday, April 6, 2011

Anjing yang Pintar

Seorang penjual daging melihat seekor anjing di tokonya dan mengusirnya. Tapi anjing itu kembali lagi. Ia menghampiri anjing itu dan melihat ada catatan di mulutnya: "Tolong sediakan 12 sosis, uangnya dimulut anjing ini."

Si penjual melihat ada uang $10. Diambilnya uang itu dan ia memasukkan sosis ke kantung plastik dan diletakkan di mulut si anjing.

Si penjual sangat terkesan. Kebetulan saat itu waktu tutup toko. Ia menutup toko dan mengikuti si anjing yang berjalan ke tempat penyeberangan. Si anjing meletakkan plastiknya, melompat dan menekan tombol penyeberangan. Anjing itu menunggu sampai lampu boleh menyeberang menyala hijau dan ia menyeberang. Anjing tersebut sampai di halte bus dan melihat papan informasi, kemudian duduk.

Sebuah bus datang. Si anjing melihat nomor bus, kemudian kembali duduk. Bus lain datang, dan yakin bus ini benar, si anjing naik...!

Si penjual kagum mengikuti anjing itu. Akhirnya si anjing berjalan ke depan bus. Ia berdiri dengan kedua kaki belakangnya dan kaki depannya menekan tombol bus supaya berhenti. Kemudian ia keluar dan berhenti di depan sebuah rumah dan meletakkan kantung plastik isi sosis lalu membentur-benturkan kakinya ke pintu rumah itu.

Seorang pria membuka pintu dan langsung memukuli, menendang, serta menyumpahi anjing tersebut!
Si penjual berlari untuk menghentikan pria tersebut.
"Apa yang kau lakukan? Anjing ini sangat jenius..."

Pria itu menjawab, "Kau bilang anjing ini pintar??? Dalam minggu ini sudah 2x anjing ini lupa membawa kunci...!"

Teman, betapa seringnya kita melupakan sisi positif dari orang lain hanya karena beberapa kelalaian, kesalahan tindak dan kata dari orang tersebut yang langsung menyinggung kita. Kita tidak melihat dulu kesengajaan atau tidak, tidak melihat dulu apakah memang hal tersebut terkait dengan kenyataan atau tidak, atau bahwa mungkin saja orang tersebut tidak mampu melakukan apa yang kita harapkan dari dia.

Teman...
Dulu saya berpikir bahwa orang Jawa dengan pepatahnya "Alon-alon asal kelakon" itu menunjukkan sifat orang Jawa yang malas-malasan dan beralasan agar dapat berlambat-lambat. Namun kemarin baru saya menyadari, nasihat itu adalah agar kita yang memiliki kemampuan bekerja cepat dan tepat, mampu menunggu teman-teman kita yang lebih lambat karena kekurangan mampuannya pada bidang-bidang tertentu.

Teman...
Memang di dunia yang baru ini kita dituntut secara cepat. Namun apakah kecepatan harus membuat kita memandang rendah orang yang lebih lemah daripada kita?

Sabarlah teman... semua yang direncanakan Tuhan akan berhasil tepat pada waktuNya. Tidak perlu melukai hati sesamamu untuk hal yang pasti akan terjadi. Bersabarlah...

Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan,kelemahlembutan, penguasaan diri. - Gal 5:22-23

Disadur dari sumber luar

Tuesday, April 5, 2011

Suatu Malam di Taman Getsemani

Teman-teman pasti sudah hafaaaaal banget dengan ayat ini:

HatiKu sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah disini dan berjaga-jagalah dengan Aku (Mat 26:38)

Gereja Katholik menjawab permohonan (permohonan lho... yang artinya lebih dalam daripada permintaan) Yesus itu dengan sangat serius yaitu dengan Tuguran, yaitu tradisi berdoa dan berjaga-jaga bersama Kristus di depan Sakramen Maha Kudus. Adakah teman-teman pernah ikut tuguran?

Apa sich sebenarnya yang kita cari pada saat Tuguran? Ada beberapa momen yang bisa didapat pada saat Tuguran..

1. Kedekatan Fisik dengan Tuhan Yesus
Kapan lagi kita dapat bersama dengan begitu dekat dengan Tuhan Yesus. Sakramen Maha Kudus adalah Tuhan Yesus sendiri yang secara fisik berada di antara kita. Kalau kita ingin merasakan Tuhan Yesus, maka di dekat Sakramen Maha Kudus itu bayangkanlah Tuhan Yesus dalam wujudnya yang paling kamu sukai sedang duduk. Maka lama kelamaan, kamu akan merasakan ketenangan yang tak pernah kamu rasakan sebelumnya. Dan kamu akan benar-benar merasakan kehadiranNya pada saat itu di tempat itu.

2. Saat-saat tenang dan merenungi hidup dan kehidupan
Kita sering kali bilang sama Tuhan bahwa kita tidak punya waktu untuk berdoa, untuk bersama dengan Tuhan, untuk memikirkan hidup kita sendiri... Tapi di dalam Tuguran kita tidak diajak untuk berdoa bersama. Doa bersama hanya untuk memicu hati kita sendiri untuk memikirkan hidup kita, apa yang telah kita lakukan � yang baik, yang buruk, yang kita sukai, dan yang tidak kita sukai dari diri kita sendiri. Artinya, saat itulah kita benar-benar memiliki waktu untuk diri kita sendiri, bebas dari dunia yang sering kali mengekang kita.

3. Menjawab permohonan Tuhan Yesus.
Kita sering kali menganggap enteng permohonan seseorang, baik itu orangtua kita, saudara kita, teman kita. Tapi cobalah jawab satu permohonan saja, yaitu dari Dia yang telah bersedia mati bagi kita. Permohonan yang diungkapkan pada saat kegelisahan dan ketakutanNya menghadapi kematian. Coba bayangkan bagaimana perasaan kita bila kita tahu bahwa kita akan mati dan matinya menderita? Nah, tidakkah kita ingin menemani orang tersebut, apalagi kita tahu bahwa Dia mati adalah demi kita, dan bukan demi diriNya sendiri?

Teman, kalau kamu belum merasakan kedekatan denganNya secara pribadi, maka anggaplah Tuguran sebagai kesempatan emas untuk merasakan itu. Kalau kamu merasa Dia tidak adil, tidak memperhatikan kamu, maka mengadulah pada saat Tuguran, yaitu ketika kamu akan mendengar jawaban langsung dariNya. Sampai bertemu dengan Tuhan Yesus...

He Who Angers You, Conquers You

Pernahkah kamu merasa begitu marah, sehingga dadamu begitu sesak, tidak bisa bernapas, namun juga tidak tahu mau berbuat apa? Marah kepada siapa? Dan bagaimana menyelesaikannya?

Sekarang banyak sekali status-status di Facebook yang menyedihkan.

Kata-kata kotor yang tidak boleh dikeluarkan saat berhadapan muka dengan orang tersebut, dituliskan di status FB sehingga semua orang menjadi tahu apa yang kamu rasakan. Seolah-olah dengan mengatakannya, "dia" yang menyakiti hati kamu menjadi sadar akan apa yang telah dilakukannya.

"Sharing" kemarahan kepada setiap pembaca dengan tidak mempertimbangkan perasaan orang yang kamu marahi karena aibnya telah kamu buka di depan umum. Kamu ceritakan semua kejelekannya, semua cacatnya, semua yang membuatnya malu

Seolah-olah dengan mengadu kepada dunia, kamu membuatnya sadar akan kesalahannya, sadar bahwa dia telah membuatmu sakit hati, dan kemarahanmu hilang.

Benarkah demikian? Benarkah kemarahanmu hilang dengan mengadukan semua keburukannya kepada semua teman-teman kamu? Jawaban yang jujur adalah tidak. Sakit hati kamu tetap di tempatnya dan bertambah besar terutama bila jawaban dari "teman-teman" kamu mendukung kamu. Kamu akan tambah merasa benar, dan dia akan bertambah salah di matamu.


Namun cobalah lihat dari sisi lain.
Dengan memberitakan keburukannya, kamu tidak lebih baik daripada dia yang telah menyakiti hati kamu. Kamu pun menyakiti hati dia, mempermalukannya. Apakah kamu dapat mengubah sikapnya dan memperbaiki kesalahannya dengan menyakiti dia?

Teman, Tuhan Yesus berkata: "Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat." - Luk 6:35

PerkataanNya bukan tanpa alasan. Dengan tidak balik menyakitinya, kita memiliki kesempatan untuk menyatakan sakit hati kita kepadanya secara terus terang dan personal (empat mata). Dengan melihat segala sesuatu dengan tenang, kita memiliki kesempatan untuk "membalas" sakit hati kita dengan melihat sorot penyesalan di matanya. Dengan tidak menyakitinya, kita memiliki kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang rusak walaupun tidak sesempurna sebelumnya.

Seorang bijak berkata: "Dia yang membuat kamu marah, merupakan penguasa atas kamu." Demikian pula yang sering dikatakan oleh ayahku. Maka, janganlah membuat kemarahan menjadi penguasa atas kamu, dan janganlah membuat orang berkuasa atas kamu karena kemarahanmu.

Doakanlah mazmur ini ketika hatimu panas, dadamu sesak, dan matamu buram karena kemarahan: Kasihanilah aku, ya TUHAN, sebab aku merasa sesak; karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku.- Mzm 31:10

Sharing Bisa di Mana Ajah

Hari Minggu kemarin saya pergi ke Misa di gereja kita dan menemukan satu kejadian yang sangat ingin saya sharingkan kepada teman-teman.

Ketika saya datang dan memilih tempat di tengah, kebetulan satu bangku panjang itu baru terisi oleh 1 orang kakek. Lalu saya dan teman saya memilih duduk di ujung kursi seperti biasa.

Setelah berdoa, kakek yang duduk di tengah itu menggeser duduknya ke arah kami dan tersenyum. Lalu ia bertanya: "Nak, apakah kamu ikut koor?"... sambil menunjuk ke arah anggota koor yang sedang bersiap-siap di samping gereja. Saya menggeleng. Katanya lagi, "Dulu saya ingiiiiin sekali ikutan koor, bernyanyi dan memuji Tuhan. Sayangnya tidak bisa, suara saya jelek dan napas saya tidak kuat. Rasanya sediiiih sekali. Kok pengen memuji Tuhan saja susah ya."

Waktu mendengar itu hati saya tersentak... ya ampun, begitu banyaknya orang yang bila diajak untuk melayani Tuhan kok kayaknya susaaah sekali. Padahal kakek ini yang sudah begitu tua, malah begitu kepengen melayani Tuhan sehingga ketidakmampuan itu begitu disesali olehnya.

Lalu si kakek bercerita tentang hidupnya, bahwa ia begitu banyak mengalami kegagalan dibandingkan teman-teman seangkatannya. Tidak bisa ikut lomba, tidak bisa ikut koor, dan akhirnya hidupnya pun biasa-biasa saja.

Wah, saya pikir, ini kakek udah mulai complain soal hidupnya... pembicaraan menjadi kurang menarik.

Lalu si kakek melanjutkan, dia bilang, "Tapi saya sangat bersyukur kepada Tuhan. Walaupun saya tidak bisa melayaniNya, tapi Dia begitu baik. Dia masih membiarkan saya hidup sampai saat ini. Padahal adik-adik saya yang lebih kuat dan sehat sudah meninggalkan dunia ini. Teman-teman seangkatan saya yang sudah banyak yang berpulang. Tapi saya.... saya masih hidup sampai umur setua ini, bahkan saya masih sanggup pergi ke gereja sendirian tanpa bantuan." Memang dia datang sendirian ke situ.


Saat itu hati saya tersentuh. Saya langsung berdoa dalam hati, "Tuhan, kakek ini begitu kesepian. Lihat, ia bercakap-cakap dengan orang yang tidak ia kenal sama sekali, hanya karena ia percaya bahwa umatMu adalah saudaranya juga. Ia begitu merasa kecil dan tak berdaya, ia tak bisa bernyanyi memuliakan namaMu. Ia juga pasti sudah begitu banyak mengalami kepahitan dalam hidupnya. Namun apa yang dilakukannya? Hatinya tidak menjadi pahit terhadapMu. Malah ia dengan modal kesepiannya, ia malah memberitakan kebaikanMu pada semua orang."

Teman, Tuhan tidak hanya menggunakan kita dalam segala kelebihan kita... kekayaan, pengetahuan dan ketrampilan kita, ataupun kemampuan kita memiliki banyak teman. Tuhan juga menggunakan kita dalam segala kekurangan kita, .... kesepian, kegagalan, kesedihan, rasa putus asa, kepahitan hidup, luka-luka dan penyakit kita. Semua digunakanNya, asal kita mau untuk mengatakan "Ya Tuhan, pakailah diriku."

Maka janganlah kita mengatakan, Tuhan aku tidak bisa, Tuhan aku tidak mau karena aku merasa kurang, Tuhan aku malu...

Si kakek tidak tahu, bahwa dengan kesepiannya itu sebenarnya ia telah memuliakan Tuhan. Ia sebenarnya sudah bernyanyi memuliakan namaNya, sebagaimana diimpikan olehnya, ketika ia mensyukuri hidupnya dan membagi rasa syukur tersebut kepada aku dan temanku, kepada orang-orang yang duduk di depan dan belakangnya sebagaimana yang ia lakukan ketika selesai ngobrol dengan kami.

Maka katakanlah pada Tuhan: "Ya Tuhan, saya tidak tahu bagaimana caranya.... Tuhanlah yang tahu, namun aku mau Engkau pakai. Pakailah diriku untuk kemuliaanMu." Selamat menjawab panggilan Tuhan.

"Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun." - Yak 1:4

Wednesday, March 16, 2011

Karena kita Memahami Yang Baik dan Yang Jahat

Seorang anak berkata pada ayahnya, "Papa, aku pengen naik mobil." Kata papanya, "Jangan nak, kamu tidak tahu bahayanya." Tapi dasar anak-anak, ketika papanya sedang pergi, dia menstarter mobil, menjalankannya dan menabrakkannya ke sebuah pohon. Tulang pinggulnya patah, si anak lumpuh dari pinggang ke bawah. 

Kata papanya, "Nak, sekarang kamu sudah tahu bahayanya naik mobil. Belajarlah hidup menanggung konsekuensinya. Kamu akan menanggung malu, menerima celaan orang, direndahkan orang karena cacatmu, bergantung pada orang lain, dan yang terbesar dari semuanya itu adalah iri hati melihat orang lain berlari dan melompat."

Cerita ini mengingatkanku pada dosa pertama leluhur kita, Adam dan Hawa. Ketika Bapa yang baik mengingatkan "...tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati."

Tapi Adam dan Hawa, anak-anak yang bandel itu, tidak mengindahkan laranganNya. Maka terjadilah suatu hal yang buruk, yaitu kita memahami apa yang jahat. Ketika kita mengetahui apa yang benar dan apa yang jahat, maka kita harus menanggung konsekuensi yang berat: bertanggungjawab terhadap setiap perbuatan kita. 

Ketika kita memahami yang baik dan yang jahat, maka kita pun dituntut untuk memilih yang benar. Padahal kita masih anak-anak yang kadang sulit memilih karena ketidakdewasaan kita. Tapi toh kita harus menerima seluruh konsekuensi apabila kita memilih yang jahat, yaitu maut. 

Bapa tidak menaruh pohon terlarang itu untuk 'menguji' kita, sama dengan papa tidak menaruh mobil di garasi untuk menguji anaknya. Namun kita dituntut untuk menanggung konsekuensi atas kebandelan kita, sama seperti anak kecil yang lumpuh itu menanggung kenakalannya seumur hidup. 

Dan ular pun tidak bohong. Sesungguhnya kita seperti Allah, mengetahui yang baik dan yang jahat. Tujuan terakhir ular adalah agar kita dihukum karena kita tahu yang jahat dan kita memilih yang jahat... dan hukumannya adalah maut.

Yang tidak diprediksi oleh ular adalah Tuhan Yesus mengurbankan diriNya sendiri untuk membebaskan kita dari hukuman. Sama seperti dokter bedah yang membebaskan si anak dari kelumpuhan, demikian pula Yesus membebaskan kita dari maut dengan menyerahkan jiwa dan ragaNya sendiri. Tinggal kitalah yang perlu menerima, apakah kita bersedia menerima pertolonganNya?

"Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.." Rm 5:17

Sumber: nasihatalkitab.blogspot.com

Sunday, March 13, 2011

Warisan buat anak-anakku

Suatu kali, sepasang pengantin ketika berada dialtar, saat pengantin pria membuka kerudung pengantin wanita dan hendak menciumnya, ia berbisik, �Kalau kita punya anak, anak kita akan menjadi anak terang di keluarga kita�. Kata yang sederhana namun dalam maknanya.
�Hidup sebagai anak-anak terang�. Betul, istilah ini diambil dari perikop yang ada di Alkitab dalam �Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Efesus Bab 5�, yang isinya antara lain kita diajak untuk menjadi penurut-penurut Allah, yang mengasihi, yang bebas dari kecemaran, yang tahu bersyukur, senantiasa bernyanyi dan bersorak bagi Tuhan. Yang kalau dirangkum isi sebenarnya yaitu : �Anak Terang adalah pribadi yang menghasilkan buah kebaikan, keadilan dan kebenaran�.
Membaca suatu artikel suatu media membuat hati saya tergelitik untuk menulis ini. Isi pada artikel tersebut memuat bagaimana seorang wanita ( seorang ibu ) bernama Amy Chua yang juga professor ilmu hukum di Universitas Yale, Amerika Serikat, menulis sebuah buku yang isinya tentang bagaimana ia mendidik anak-anaknya, menurutnya cara China berbeda dengan cara orang Amerika dalam pola pengasuhan anak, menurutnya pula orang China memiliki standar yang lebih tinggi dan unggul dibandingkan dengan orang tua di Barat.
Contohnya ibu China menekankan bahwa anak mereka harus berhasil dalam pendidikan, keberhasilan anak-anak berarti keberhasilan orang tua. Amy tidak pernah mengijinkan anaknya bermain, menginap dirumah temannya, memilih sendiri kegiatan ekstra kurikulernya termasuk menonton TV dan bermain dengan komputer, juga tidak boleh bermain musik lain kecuali yang sudah dipilih anaknya untuk ditekuni, serta harus mendapat nilai A untuk seluruh mata pelajaran kecuali pelajaran tertentu. Sementara menurutnya, orang Barat tidak pernah memaksakan anak untuk belajar.
Orang tua di Barat menerapkan, belajar harus menjadi kegiatan yang menyenangkan. Orang tua di Barat akan berputar-putar untuk bicara istilah kesehatan walau hanya untuk mengatakan pada anaknya, �kamu gendut�, atau �kamu bodoh�. Orang tua Barat terlalu mementingkan kondisi fisik anak-anaknya, harga diri anak-anaknya. Amy tidak segan mengatakan kamu sampah pada anaknya bila mereka gagal. Sehingga pernah ada sekali waktu tetangga Amy marah besar pada Amy ketika ia berkata demikian pada anaknya ketika gagal. Padahal menurutnya, umpatan itu efektif dan membuat merasa bersalah tapi tidak meluluhkan kepercayaan diri.
Menurutnya orang Barat juga khawatir bila terjadi kegagalan pada anak, membuat mereka memanjakan anak. Itu sebab mengapa Amerika cenderung makin melemah perekonomiannya karena anak Amerika kurang memiliki daya juang. Prinsip bahwa anak-anak meminjam dari orang tua diterapkan dalam pendidikan China, sehingga anak China tidak pernah dianggap rapuh, semua harus berjuang sama tanpa perbedaan kondisi fisik.
Menurut Amy pola pengasuhan ini merupakan warisan dari orang tuanya, warisan orang tua China adalah: ambisius, pendidikan tinggi, hormat orang tua, hemat, menjunjung kebanggaan, harga diri dan tanggung jawab.
Ulasan diatas hanya sebagai wawasan buat pembaca yaitu bagaimana pola- pola pendidikan diterapkan dalam lintas dunia, dengan kultur budaya yang berbeda, situasi politik dan ekonomi yang berbeda dengan kondisi di Indonesia. Bahkan keturunan China sekalipun di Indonesia sudah amat berbeda.
Disini saya hanya akan menekankan bahwa, Sebagai orang tua tentu dengan pola budaya yang ada, yang kita miliki dimasing-masing kultur, pola-pola yang baik tentu itu yang akan kita wariskan pada anak.
Sebagai orang tua Katolik apa yang berharap anak kita bisa jadi anak terang, apa yang akan kita wariskan ya? Mari kita renungkan bersama.
Harta, kekayaan, kejayaan sering menjadi tujuan utama hidup. Tidak salah memang. Namun apa arti semua itu kalau kita penuh kecemaran yang menjauhkan kita dari Kerajaan Allah? Seberapa hebatpun pola kita mendidik, semua itu akan jadi tidak berarti.
Jadi apa sih sebenarnya yang bisa kita wariskan pada anak kita untuk bisa jadi Anak terang?
1. Wariskanlah hukum: Beri pengetahuan pada anak-anak tentang hukum Tuhan. Sebagian orang katolik menganggap 10 perintah Allah sekedar hafalan. Padahal melalui nas yang terkandung didalamnya, kita belajar menempatkan Allah ditempat yang tertinggi. Hari Tuhan adalah saat dimana kita bisa dekat dengan Allah dalam Ekaristi. Tahu menghormati orang tua dan masih ada 7 muatan lagi didalam 1 paket hukum Allah itu. Seluruh isi Alkitab bisa menjadi nara sumber kita. Untuk mengajari mereka, mau tak mau kita juga harus membuka Alkitab.
2. Wariskanlah Kasih: Bagaimana seseorang bisa mengasihi orang lain kalau dirinya tidak tahu bahwa ia dikasihi. Anak kita hebat tapi seperti monster, tentu bukan pilihan kita kan? Memarahi hanya akan membuat luka batin. Merangkul dengan kasih menjadi sumber ketenangan mereka untuk berpikir mana yang baik dan buruk. Selalu jadilah sumber senyum untuk anak kita. Agar mereka juga menjadi sumber senyum buat dunia.
3. Wariskanlah doa: Biarkan anak-anak mendengar bagaimana kita mendoakan mereka, dan mengajari mereka mendoakan sebaliknya. Ini penting supaya anak-anak tahu bahwa ada satu pribadi yang senantiasa menemani setiap orang. Pribadi yang mendengarkan, pribadi yang meneduhkan hati, menyelamatkan, menghibur. Pribadi yang selalu hadir dalam setiap peristiwa hidup kita, yaitu Tuhan. Supaya anak-anak juga bisa mendoakan orang lain, dan tahu bagaimana bersyukur.






4. Yang terakhir, wariskanlah teladan yang baik pada anak-anak kita. Jangan sekedar melarang, tapi lakukan juga sebagai teladan. Apa pedoman kita sebagai orang tua? Jawabnya : ya kembali lagi pada 3 poin di atas. Jadilah diri kita sebagai guru buat anak-anak kita, artinya � digugu dan di tiru� yaitu didengarkan, dijadikan idola dan teladan dan akhirnya ditiru.
Tidak mudah memang dan tidak sesederhana itu, karena kita sendiri belum tentu mendapat warisan itu dari orang tua kita. Tetapi semua bisa, dengan bimbingan Roh Allah sendiri. Jadi biarlah pribadi kita diset bahwa kita anak Allah. Allah Bapa adalah ayah kita, sehingga kita dapat warisan dari Allah. Sehingga kita bisa wariskan juga pada anak-anak kita.
Semoga anak-anak kita menjadi anak terang. Semoga.

http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Recent Post