Latest News

Sunday, August 21, 2011

Iman yang Kutemukan

Beberapa waktu yang lalu aku ikut Seminar Hidup Baru Dalam Roh, seringkali disebut SHB atau SHDR, sebuah aktivitas pendalaman cinta Allah dan cinta sharing tentang kasih Allah kepada sesama yang puncaknya adalah sebuah pencurahan roh.

Sejak masa persiapan sebelum SHB aku sudah berdoa pada Tuhan supaya di dalam pencurahan roh yang kali ini aku diberikan kesempatan. Kesempatan untuk merasakan hatiku terbuka serta emosi yang mendalam kepada Tuhan yang berpuncak kepada iman yang teguh dan selalu ingin bersatu denganNya. Seminar aku lewati tanpa bolos, walaupun sempat agak telat karena kerjaan kantor. Sharing pun aku dengarkan dan gunakan dengan sebaik-baiknya.

Pada hari pencurahan roh, aku menunggu dengan deg-degan. Pertanyaan sharing kelompok tentang apa yang ingin kaudapat pada saat pencurahan roh kujawab dengan aku ingin mendapat karunia Roh Kudus, terutama karunia iman. Ketika doa dimulai, puji-pujian dimulai, aku sungguh-sungguh berdoa bahwa Roh Kudus sungguh hadir pada diriku dan akhirnya aku dapat merasakan kemuliaan Tuhan bersama dengan teman-teman seimanku.

Selama sekitar 1 jam pencurahan berjalan, doa terus kunaikkan, puji-pujian terus kuangkat. Tapi tak ada rasa satupun yang lain daripada biasanya. Malah terus terang aku merasa terganggu dengan cara pendoa bernyanyi karena mengganggu konsentrasiku. Sampai akhir pencurahan roh pun aku tidak merasa mendapatkan apa-apa.

Sempat kumengeluh sama Tuhan: "Tuhan, yang kuminta hanyalah Karunia Iman... karunia yang tidak dapat dilihat oleh siapapun juga, karunia yang tidak membuat sombong dan malah sesuatu yang selalu Kauminta." Kekecewaan yang mendalam ini sempat kulontarkan baik kepada kelompokku maupun kepada sahabatku yang sebelum pencurahan roh mendoakan agar aku mendapat karunia, apapun yang kuminta. Dia juga tidak bisa menjawab selain daripada: "iman itu bertumbuh, tidak dapat dirasakan pada saat itu juga."

Semalaman aku gelisah, sampai besok dan lusanya. Aku berulang-ulang memikirkan pertanyaan "Apakah sebenarnya aku beriman?" Karena jujur kalau aku ditanya, "Apakah kau mencintai Tuhan?" Jawabku adalah "tidak tahu". Bagaimana aku mencintai apa yang aku tidak imani ada?

Jawabannya muncul pada saat aku sedang mengemudi motor. Bukan Tuhan yang menentukan aku beriman atau tidak, melainkan aku sendiri yang harus memutuskan. Aku mendapat karunia untuk memutuskan bahwa aku ingin dan akan beriman, maka aku beriman. Karunia itu sudah sejak lama berada di dalam aku bahwa sebelum aku dibaptis dan mungkin sebelum aku dikandung.

Iman bukan sebuah perasaan, bukan sebuah kesempatan, bukan sebuah keinginan. Tapi iman adalah sebuah keputusan yang harus diambil untuk lebih dekat pada Tuhan. Betapa sering aku membaca buku-buku tentang ateisme dan seringkali melihat bagaimana sebuah permasalahan dapat dilihat dengan cara yang begitu berbeda oleh orang beragama dan orang ateis hanya karena landasan yang berbeda dari sebuah keputusan iman.

Yesus sendiri pernah bersabda dalam Lukas 17: 5-6
Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!"
Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."

Artinya bahwa Yesus tidak menjawab dengan "baik akan kutambahkan imanmu" tapi "kalau sekiranya kamu punya...." Artinya kepunyaan tersebut tidak ditambah oleh Tuhan sehingga pasti juga tak dapat dikurangi oleh setan. Iman adalah keputusan dan  milik kita sendiri.

Lukas 18:8 - Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"

Maka marilah kita menjawab pertanyaan Tuhan Yesus di dalam ayat Lukas di atas ini dengan "YA Tuhan, Kau akan mendapati imanku."


http://nasihatalkitab.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment

Recent Post