
Yohanes dilahirkan di Spanyol pada tahun 1542. Ia adalah putera seorang penenun. Yohanes bersekolah di sekolah untuk anak-anak miskin dan menjadi pesuruh direktur sebuah rumah sakit. Selama tujuh tahun, Yohanes bekerja sebagai pesuruh sambil belajar di sekolah Yesuit. Bahkan semasa mudanya Yohanes suka melakukan silih. Ia paham benar arti berkurban demi cinta kasih kepada Yesus.
Ketika usianya 21 tahun, cintanya yang besar kepada Tuhan mendorongnya untuk masuk ke biara Karmel. Bersama St. Theresia dari Avila, St. Yohanes dipilih Tuhan untuk membawa semangat baru di antara para religius. Hidup Yohanes penuh dengan pencobaan. Meskipun ia berhasil membuka biara-biara baru di mana cara hidup sucinya dijalankan, ia sendiri dikecam. Ia bahkan dijebloskan ke dalam penjara dan harus mengalami penderitaan yang hebat. Suatu waktu, ia mengalami pencobaan-pencobaan yang dahsyat pula. Tampaknya Tuhan telah meninggalkannya seorang diri dan ia merasa sangat menderita. Namun demikian, ketika badai pencobaan tersebut telah berlalu, Tuhan memberi ganjaran kepada hambanya yang setia itu. Ia menganugerahinya kedamaian hati dan sukacita. St. Yohanes menikmati hubungan yang mesra serta akrab dengan Tuhan. Malahan, Bunda Maria sendiri yang menunjukan kepada Yohanes bagaimana meloloskan diri dari sel penjaranya.
Yohanes mempunyai cara mengagumkan dalam menghadapi para pendosa. Suatu ketika seorang wanita cantik tetapi pendosa berusaha membuatnya jatuh dalam dosa. Yohanes berbicara kepadanya sedemikian rupa hingga wanita itu dibimbing untuk mengubah cara hidupnya. Seorang wanita lain, mempunyai kelakuan yang sedemikian rupa, hingga membuatnya dijuluki �wanita mengerikan�. Tetapi, dengan sikapnya yang lemah lembut, Yohanes tahu bagaimana mengatasinya.
St. Yohanes dari Salib mohon kepada Tuhan untuk mengijinkannya menderita setiap hari demi cinta kasihnya kepada Yesus. Untuk membalas kasihnya itu, Yesus menampakkan diri kepada St. Yohanes dengan suatu cara yang amat istimewa. St. Yohanes menjadi terkenal oleh karena buku-buku rohaninya, seperti Mendaki Gunung Karmel, yang menunjukkan kepada kita bagaimana membangun hubungan yang akrab dan mesra dengan Tuhan. St. Yohanes wafat pada tanggal 14 Desember 1591. Ia digelari Doktor Gereja oleh Paus Pius XI pada tahun 1926.
"Semua makhluk dibandingkan dengan Allah bukan apa-apa dan kelekatan orang padanya merupakan halangan baginya untuk dapat diubah ke dalam Tuhan." (Mendaki Gunung Karmel I.4.3.)
"Padamkan kesengsaraan ini
Karena tak ada lagi yang dapat melakukannya
dan biarlah kedua mataku memandangmu
karena Engkaulah cahaya mereka
dan aku hanya akan membukanya untukMu" (Kidung)
Seorang wanita, Dona Ana de Penasola, mendapatkan hak secara legal untuk memindahkan tulang-tulang St. Yohanes delapan bulan setelah pemakaman ke sebuah ruangan yang disediakan secara khusus untuknya. Pemindahan itu sendiri baru dilakukan sembilan bulan setelah pemakaman sang santo. Ketika makam dibongkar ternyata tubuh St. Yohanes masih tetap utuh sempurna dan menyebarkan keharuman. Akhirnya pimpinan biara menolak untuk memindahkan tubuh St. Yohanes karena yang diminta adalah tulang-tulangnya, bukan tubuhnya secara utuh. Salah satu jari St. Yohanes kemudian dipotong dan dibawa kepada Dona Ana sebagai bukti bahwa tubuh St. Yohanes tetap utuh. ketika amputasi dilaksanakan ternyata darah segar mengalir seperti layaknya pada seorang yang masih hidup.
Setelah menunggu sembilan bulan kemudian, makam St. Yohanes kembali dibongkar. Ternyata kali inipun tubuh St. Yohanes masih tetap utuh seperti sebelumnya. Akhirnya Zavallos, utusan Dona Ana membawa pergi tubuh St. Yohanes dengan menggunakan kantong. Keharuman yang menyebar dari tubuh St. Yohanes membuat Zavallos berkali-kali ditanya dalam perjalanan. Sesampainya di Madrid, para anggota Karmelit meletakkan tubuh St. Yohanes dalam sebuah peti sehingga lebih layak untuk dibawa dalam perjalanan ke Segovia. Di Segovia tubuh St. Yohanes mendapat perhatian dan penghormatan yang besar dari masyarakat, relikwi tersebut disemayamkan di kapel selama 8 hari untuk memberi kesempatan umat beriman melihatnya.
Tutur Kata Bileam Bin Beor, tutur kata orang yang terbuka matanya
Tutur kata orang yang mendengar firman Allah,
dan yang beroleh pengenalan akan Yang Mahatinggi
yang melihat penglihatan dari Yang Mahakuasa - Bil 24: 15 - 16
Tidakkah kita rindu memperoleh pengetahuan yang demikian indah tentang Bapa kita di surga?

I have often dreamed, of a far off place
Where a hero's welcome, would be waiting for me
Where the crowds will cheer, when they see my face
And a voice keeps saying, this is where I'm meant to be
I'll be there someday, I can go the distance
I will find my way, if I can be strong
I know ev'ry mile, will be worth my while
When I go the distance, I'll be right where I belong
Down an unknown road, to embrace my fate
Though that road may wander, it will lead me to you
And a thousand years, would be worth the wait
It might take a lifetime, but somehow I'll see it through
And I won't look back, I can go the distance
And I'll stay on track, no, I won't accept defeat
It's an uphill slope, but I won't lose hope
Till I go the distance, and my journey is complete
But to look beyond the glory is the hardest part
For a hero's strength is measured by his heart
Pernahkah kamu merasa berbeda dengan orang-orang sekitar, out of place, tidak ada yang mengerti kamu, sebagaimana Hercules di dalam filmnya dan ketika menyanyikan lagu di atas? Aku merenungkan lagu ini, dan aku menemukan bagaimana perasaan Yesus dan Hercules dan aku sendiri terkadang begitu serupa.
Hercules merasa bahwa di tempatnya sekarang orang-orang tidak mengenalnya, tidak menerima perbedaannya, dan menganggapnya aneh. Yesus, di kota dan negara kelahiranNya sendiri, ditolak. Padahal ahli-ahli taurat tahu akan ada kedatangan Elia dan Mesias: "Elia sudah datang, tetapi orang tidak mengenal dia, dan memperlakukannya menurut kehendak mereka. Demikian juga Anak Manusia akan menderita oleh mereka - Mat 17:12"
Aku tahu kadang aku pun sering merasa berbeda dan tidak dipahami oleh orangtuaku, saudaraku, dan teman-temanku. Aku sering merasa ditolak dan dijauhi. Padahal maksudku tidak jahat, tindakanku tidak merugikan orang lain.
Hercules berharap di suatu tempat ada orang yang berkerumun menerimanya dengan suka cita karena kekuatan dan. Yesus ketika datang ke dunia ini berharap manusia akan mengenalNya dan menyambutNya dengan sukacita. Aku di dunia ini kadang ingin lari dari rumahku dan lingkunganku, dan menemukan tempat lain yang lebih paham akan aku.
Akan tetapi Hercules dan Yesus telah berjuang dan mengembara untuk menemukan tempat "where we belong". Apakah mereka sudah menemukannya? Aku tidak bisa jawab.
Namun aku ingin meneladani mereka untuk berani berbeda, dengan pengharapan bahwa suatu hari nanti, aku sampai ke rumahku, where I belong, rumah Bapaku, yang memahami dan menerimaku apa adanya.

Alkisah, seorang petani menemukan sebuah mata air ajaib. Mata air itu bisa mengeluarkan kepingan uang emas yang tak terhingga banyaknya. Mata air itu bisa membuat si petani menjadi kaya raya seberapapun yang diinginkannya, sebab kucuran uang emas itu baru akan berhenti bila si petani mengucapkan kata "cukup".
Seketika si petani terperangah melihat kepingan uang emas berjatuhan di depan hidungnya. Diambilnya beberapa ember untuk menampung uang kaget itu. Setelah semuanya penuh, dibawanya ke gubug mungilnya untuk disimpan disana. Kucuran uang terus mengalir sementara si petani mengisi semua karungnya, seluruh tempayannya, bahkan mengisi penuh rumahnya. Masih kurang! Dia menggali sebuah lubang besar untuk menimbun emasnya. Belum cukup, dia membiarkan mata air itu terus mengalir hingga akhirnya petani itu mati tertimbun bersama ketamakannya karena dia tak pernah bisa berkata cukup.
Kenapa sulit banget buat kita untuk berkata cukup?
Padahal Cukup bukanlah soal berapa jumlahnya.
Cukup adalah persoalan kepuasan hati.
Cukup hanya bisa diucapkan oleh orang yang bisa mensyukuri.
Tak perlu takut berkata cukup.
Mengucapkan kata cukup bukan berarti kita berhenti berusaha dan berkarya.
"Cukup" jangan diartikan sebagai kondisi stagnasi, mandeg dan berpuas diri. Mengucapkan kata cukup membuat kita melihat apa yang telah kita terima, bukan apa yang belum kita dapatkan.
Jangan biarkan kerakusan manusia membuat kita sulit berkata cukup.
Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang ada pada diri kita hari ini, maka kita akan menjadi manusia yang berbahagia.
Belajarlah untuk berkata "Cukup"
Padahal Tuhan sendiri sudah menjanjikan: Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti - Yes 48:18
Jadi bukan kata "Cukup" yang membatasi damai sejahtera dan kebahagiaan kita, akan tetapi bagaimana kita memperhatikan perintah-perintahNya.

Bapa
Aku punya dosa
Yang malu kuakui
Baik kepada keluargaku, temanku, dan terutama... kepadaMu
Bapa
Dosaku sedalam samudra
Yang dalamnya tak terukur
Yang luasnya tak terbayang
Bapa,
Aku telah lalai
Melakukan perintahMu
dan melanggar laranganMu
Bapa
Tak kudengar lagi bisikan suaraMu
Tak kulihat lagi perbuatan ajaibMu
Aku merasa Kau tidak lagi memanggilku: Anakku
Bapa
Aku telah berdoa
Agar Kau mau menjamahku
Sekedar menyatakan: Aku mengampunimu, Anakku
Bapa
Tak tertahan lagi hati ini
Terasa kosong dan hampa
Terasa tak berguna lagi hidup
Bapa
Kuakui dosaku kepadaMu
Lewat seorang Pastur yang tersenyum padaku
Dan kulihat Engkau tersenyum melalui dia
Bapa
Aku tahu Kau telah mengampuniku
Aku tahu Kau tidak pernah meninggalkanku
Aku tahu Kau selalu siap menerimaku
Bapa
Aku kini tahu bahwa akulah penyebab semuanya
Tidak mampu mendengar dan melihat kebesaran kasihMu
Hanya karena tertutup oleh awan dosa dan penyesalan
Terimakasih Bapa,
Karena aku telah jatuh tertimpa dosa
Karena aku telah tertunduk malu di hadapanMu
Namun Kau telah menegakkan aku kembali
Tuhan itu penopang bagi semua orang yang jatuh
dan penegak bagi mereka yang tertunduk
Mzm 145:14

Mengapa bebanku berat sekali?" aku berpikir sambil membanting pintu
kamarku dan bersandar. "Tidak adakah istirahat dari hidup ini?"
Aku menghempaskan badanku ke ranjang, menutupi telingaku dengan bantal.
"Ya Tuhan," aku menangis, "Biarkan aku tidur.... Biarkan aku tidur dan tidak pernah bangun kembali!" Dengan tersedu-sedu, aku mencoba untuk meyakinkan diriku untuk melupakan.
Tiba-tiba gelap mulai menguasai pandanganku. Lalu, suatu cahaya yang sangat bersinar mengelilingiku ketika aku mulai sadar. Aku memusatkan perhatianku pada sumber cahaya itu. Sesosok pria berdiri di depan salib.
"Anakku," orang itu bertanya, "Mengapa engkau datang kepada-Ku sebelum Aku siap memanggilmu?"
"Tuhan, aku mohon ampun. Ini karena... aku tidak bisa melanjutkannya. Kau lihat! Betapa berat hidupku. Lihat beban berat di punggungku. Aku bahkan tidak bisa mengangkatnya lagi."
"Tetapi, bukankah Aku pernah bersabda kepadamu, "Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah padaKu, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan bebanKu pun ringan." (Mat 11:28-30)
"Aku tahu Engkau pasti akan mengatakan hal itu. Tetapi kenapa bebanku begitu berat?"
"Anak-Ku, setiap orang di dunia memiliki beban. Mungkin kau ingin mencoba salib yang lain?" dan " Aku bisa melakukan hal itu?"
Ia menunjuk beberapa salib yang berada di depan kaki-Nya. Kau bisa mencoba semua ini. Semua salib itu berukuran sama. Tetapi setiap salib tertera nama orang yang memikulnya.
"Itu punya Joan," kataku.
Joan menikah dengan seorang kaya raya. Ia tinggal di lingkungan yang nyaman dan
memiliki 3 anak perempuan yang cantik dengan pakaian yang bagus-bagus. Kadangkala ia menyetir sendiri ke gereja dengan mobil Cadillac suaminya kalau mobilnya rusak. "Umm, aku coba punya Joan. Sepertinya hidupnya tenang-tenang saja. Seberat apa beban yang Joan panggul?" pikirku.
Tuhan melepaskan bebanku dan meletakkan beban Joan di pundakku. Aku langsung terjatuh seketika. "Lepaskan beban ini !" teriakku
"Apa yang menyebabkan beban ini sangat berat?"
"Lihat ke dalamnya."
Aku membuka ikatan beban itu dan membukanya. Di dalamnya terdapat gambaran ibu mertua Joan, dan ketika aku mengangkatnya, ibu mertua Joan mulai berbicara, "Joan, kau tidak pantas untuk anakku, tidak akan pernah pantas. Ia tidak seharusnya menikah denganmu. Kau adalah wanita yang terburuk untuk cucu-cucuku."
Aku segera meletakkan gambaran itu dan mengangkat gambaran yang lain. Itu adalah Donna,adik terkecil Joan. Kepala Donna dibalut sejak operasi epilepsi yang gagal itu.
Gambaran yang ketiga adalah adik laki-laki Joan. Ia kecanduan narkoba, telah dijatuhi hukuman karena membunuh seorang perwira polisi.
"Aku tahu sekarang mengapa bebannya sangat berat, Tuhan. Tetapi ia selalu tersenyum dan suka menolong orang lain. Aku tidak menyadarinya."
"Apakah kau ingin mencoba yang lain?" tanya Tuhan dengan pelan.
Aku mencoba beberapa.
Beban Paula terasa sangat berat juga. Ia melihara 4 orang anak laki-laki tanpa suami.
Debra punya juga demikian, masa kecilnya yang
dinodai olah enganiayaan seksual dan menikah karena paksaan.
Ketika aku melihat beban Ruth, aku tidak ingin mencobanya. Aku tahu di dalamnya ada penyakit Arthritis, usia lanjut, dan tuntutan bekerja penuh sementara suami tercintanya berada di Panti Jompo.
"Beban mereka semua sangat berat, Tuhan" kataku.
"Kembalikan bebanku."
Ketika aku mulaimemasang bebanku kembali, aku merasa bebanku lebih ringan dibandingkan yang lain.
"Mari kita lihat ke dalamnya," Tuhan berkata.
Aku menolak, menggenggam bebanku erat-erat.
"Itu bukan ide yang baik," jawabku,
"Mengapa?"
"Karena banyak sampah di dalamnya."
"Biar Aku lihat."
Suara Tuhan yang lemah lembut membuatku luluh. Aku membuka bebanku. Ia mengambil satu buah batu bata dari dalam bebanku.
"Katakan kepada-Ku mengenai hal ini."
"Tuhan, Engkau tahu itu. Itu adalah uang. Aku tahu kalau kami tidak semenderita seperti orang lain di beberapa negara atau seperti tuna wisma di sini. Tetapi kami tidak memiliki asuransi, dan ketika anak-anak sakit, kami tidak selalu bisa membawa mereka ke dokter.
Mereka bahkan belum pernah pergi ke dokter gigi. Dan aku sedih untuk memberikan mereka pakaian bekas."
"Anak-Ku, Aku selalu memberikan kebutuhanmu. ... dan semua anak-anakmu. Aku selalu memberikan mereka badan yang sehat. Aku mengajari mereka bahwa pakaian mewah tidak membuat seorang berharga di mataKu."
Kemudian ia mengambil sebuah gambaran seorang anak laki-laki.
"Dan yang ini?" tanya Tuhan.
"Andrew," aku menundukkan kepala, merasa malu untuk menyebut anakku sebagai sebuah beban.
"Tetapi, Tuhan, ia sangat hiperaktif. Ia tidak bisa diam seperti yang lain, ia bahkan membuatku sangat kelelahan. Ia selalu terluka, dan orang lain yang membalutnya berpikir akulah yang
menganiayanya. Aku berteriak kepadanya selalu. Mungkin suatu saat aku benar-benar menyakitinya."
"Anak-Ku," Tuhan berkata.
"Jika kau percayakan kepada-Ku, aku akan memperbaharui kekuatanmu, dan jika engkau mengijinkan Aku untuk mengisimu dengan Roh Kudus, aku akan memberikan engkau kesabaran."
Kemudian Ia mengambil beberapa kerikil dari bebanku.
"Ya, Tuhan," aku berkata sambil menarik nafas panjang.
"Kerikil-kerikil itu memang kecil. Tetapi semua itu adalah penting. Aku membenci rambutku. Rambutku tipis, dan aku tidak bisa membuatnya kelihatan bagus. Aku tidak mampu untuk pergi ke salon. Aku kegemukan dan tidak bisa menjalankan diet. Aku benci semua pakaianku. Aku benci penampilanku!"
"Anak-Ku, orang memang melihat engkau dari penampilan luar, tetapi Aku melihat jauh sampai ke dalamnya hatimu. Dengan Roh Kudus, kau akan memperoleh pengendalian diri untuk menurunkan berat badanmu. Tetapi keindahanmu tidak harus datang dari luar. Bahkan, seharusnya berasal dari dalam hatimu, kecantikan diri yang tidak akan pernah hilang dimakan waktu. Itulah yang berharga di mata-Ku."
Bebanku sekarang tampaknya lebih ringan dari sebelumnya.
"Aku pikir aku bisa menghadapinya sekarang," kataku,
"Yang terakhir, berikan kepada-Ku batu bata yang terakhir." kata Tuhan.
"Oh, Engkau tidak perlu mengambilnya. Aku bisa mengatasinya."
"Anak-Ku, berikan kepadaKu."
Kembali suara-Nya membuatku luluh. Ia mengulurkan tangan-Nya, dan untuk pertama kalinya Aku melihat luka-Nya.
"Tuhan.... Bagaimana dengan tangan-Mu? Tangan-Mu penuh dengan luka!!"
Aku tidak lagi memperhatikan bebanku, aku melihat wajah-Nya untuk pertama kalinya. Dan pada dahi-Nya, kulihat luka yang sangat dalam..... tampaknya seseorang telah menekan mahkota duri terlalu dalam ke dagingNya.
"Tuhan," aku berbisik.
"Apa yang terjadi dengan Engkau?"
Mata-Nya yang penuh kasih menyentuh kalbuku.
"AnakKu, kau tahu itu. Berikan kepadaku bebanmu. Itu adalah milikKu. Aku telah membelinya."
"Bagaimana?"
"Dengan darah-Ku"
"Tetapi kenapa Tuhan?"
"Karena aku telah mencintaimu dengan cinta abadi, yang tak akan punah dengan waktu. Berikan kepadaKu."
Aku memberikan bebanku yang kotor dan mengerikan itu ke tangan-Nya yang terluka.
Beban itu penuh dengan kotoran dan iblis dalam kehidupanku: kesombongan,
egois, depresi yang terus-menerus menyiksaku.
Kemudian Ia mengambil salibku kemudian menghempaskan salib itu ke kolam yang berisi dengan darahNya yang kudus.
Percikan yang ditimbulkan oleh salib itu luar biasa besarnya.
"Sekarang anak-Ku, kau harus kembali. Aku akan selalu bersamamu. Ketika kau berada dalam masalah, panggillah Aku dan Aku akan membantumu dan menunjukkan hal-hal yang tidak bisa kau bayangkan sekarang."
"Ya, Tuhan, aku akan memanggil-Mu."
Aku mengambil kembali bebanku.
"Kau boleh meninggalkannya di sini jika engkau mau.
Kau lihat beban-beban itu?
Mereka adalah kepunyaan orang-orang yang telah meninggalkannya di kakiKu, yaitu Joan, Paula, Debra, Ruth...
Ketika kau meninggalkan bebanMu di sini, aku akan menggendongnya bersamamu. Ingat, kuk yg Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan."
Seketika aku meletakkan bebanku, cahaya itu mulai menghilang. Namun, masih kudengar suaraNya berbisik, "Aku tidak akan meninggalkanmu, atau melepaskanmu."
Pengarang: Tidak diketahui

Hari ini saya baru saja pergi menghadiri acara yang diadakan oleh KAJ sebagai peringatan Hapenca (Hari Penyandang Cacat) di Alam Sutera. Kami berangkat dari Kathedral, membantu saudara-saudara kita yang kesulitan untuk dimobilisasi, ke Gereja St. Laurentius Alam Sutera. Di sana kami pun membantu mereka makan, berinteraksi, dan menjaga bazaar yang dselenggarakan untuk umat. Kami juga berkomunikasi dengan beberapa orang cacat, di antaranya tuna netra.
Ibu Titi, nama salah satu penderita tuna netra itu, dengan semangatnya belanja di bazar, makan es buah yang dijual di situ, dan mendengarkan lagu-lagu yang dinyanyikan sambil bercerita tentang lagu dan penyanyinya. Ketika kami mau pulang pun, ada seorang bapak-bapak yang ternyata dekat dengan Ibu Titi, memuji ibu tersebut dengan mengatakan bahwa si ibu itu punya wawasan yang luas sehingga enak berbicara dengannya. Oh iya, ibu Titi juga bekerja lho. Ia juga bercerita dengan penuh semangat tentang hidupnya, perjuangannya. Padahal, kebutaannya tidak sejak dia kecil, melainkan karena sakit penyakit yang membuatnya menderita. Jadi sudah buta, menderita pula. Sendi-sendinya sering sakit, daerah matanya pun sakit. Namun waktu kami berkomunikasi dengan beliau, tidak satupun keluhan yang disampaikannya. Lebih hebat lagi, dia selalu memuji Tuhan, berdoa setiap pagi, dan mengucap syukur untuk setiap karunia yang ia dapatkan.
Apa yang membuat Ibu Titi tetap bersemangat menjalani hidupnya dan selalu berkomunikasi dengan Tuhan? Semuanya karena janji Tuhan sendiri: "Pada waktu itu mata orang-orang buta akan dicelikkan, dan telinga orang-orang tuli akan dibuka." - Yes 35:5
Kapankah waktu itu? Kita tidak akan pernah tahu. Namun demikian, bagi kita yang dapat melihat dan dapat mendengar dengan baik, tidakkan kita akan menyesal kalau kita tidak dapat melihat kemuliaan Tuhan dan mendengar nyanyian pujian para malaikat bagi Tuhan di surga, sementara teman-teman kita yang kini tuna netra dan tuna rungu akan melihat dan mendengar semuanya?
Saudara-saudara kita yang tuna netra sedang melihat pekerjaan Tuhan dan yang tuna rungu sedang mendengar kebesaran namaNya. Tidakkah kita juga ingin seperti mereka, melihat dan mendengar kemuliaan Tuhan?

Pernahkah kamu mendengar ayat ini?
Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku - Yer 31:33
Waktu saya membaca ayat ini, saya bertanya-tanya dalam hati: Bagaimanakah rasanya jadi umat Israel dulu, waktu Taurat Tuhan belum ada di dalam hati mereka? Padahal Taurat Tuhan adalah agar kita mengasihi Tuhan dan sesama kita. Tentunya sulit bagi mereka untuk berlaku kasih terhadap sesamanya sampai-sampai diperlukan begitu banyak hukum untuk memastikan mereka tidak berlaku jahat?
Wah, betapa "take it for granted" hukum Taurat yang sudah ditaruh oleh Tuhan di dalam hati kita. Padahal kita dengan mudah tersenyum pada orang lain dan hati orang itu akan langsung lumer. Padahal kita dengan mudah bisa mengunjungi orang sakit, dan ia langsung merasakan kesembuhan. Padahal kita dengan mudah bisa memberikan penghiburan bagi orang yang sedang berdukacita, dan secercah senyum sukacita akan muncul dari wajah mereka.
Padahal melalui Taurat, kita dijanjikan Kerajaan Sorga. Tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga - Mat 5:!9
Jadi bukankah kini kerajaan Sorga sudah dekat? Kerajaan Sorga ada di hati kita masing-masing karena Tuhan telah menaruh TauratNya di dalam hati kita. Tinggal bagaimana kita memberitakannya, yaitu dengan senyum kita, tatapan mata kita, tangan kita, dan hati kita yang terbuka dan tulus saja.
Maka ketika Yesus berkata: "Pergilah dan beritakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat" - Mat 10:7, Ia sebenarnya tidak berbicara mengenai hal yang sulit. Ia mengatakan bahwa Kerajaan Sorga ada di dalam hati kita, dan kita hanya perlu memberitahukan kepada saudara kita bahwa dengan adanya kita disitu membuka hati, maka kerajaan Sorga sudah begitu dekat kepadanya.

Ini adalah omongan orang-orang beriman:
- Orang yang kaya: "Karena saya mengikuti jalan Tuhan, maka Tuhan memberikan saya kekayaan"
- Orang yang miskin: "Saya memang miskin, tapi Tuhan berkata Berbahagialah orang miskin karena merekalah yang empunya kerajaan surga."
- Orang yang doanya dikabulkan: "Saya beriman penuh, dan Tuhan mendengarkan doa orang beriman"
- Orang yang doanya tidak dikabulkan: "Saya yakin bahwa inilah yang terbaik, Tuhan memiliki rencana yang indah bagi saya."
- Orang yang pintar: "Tuhanlah yang mengaruniai saya kepintaran."
- Orang yang bodoh: "Tuhan sudah berkata bahwa orang-orang yang sederhana dapat melihat wajah Tuhan."
- Orang yang berkuasa: "Melalui kekuasaan saya, Tuhan bekerja."
- Orang yang tidak berkuasa/ paling rendah: "Tuhan lebih kuat dan berkuasa dari semua raja di dunia ini, dan Ia akan menolong saya."
Dulu aku berkata terhadap kata-kata di atas:
WHAT....!?
Semuanya punya alasan mengapa Tuhan HARUS ada.
Ini artinya semua orang berusaha menjustifikasi keberadaan Tuhan, bukan membuktikan.
Ini nightmare bagi orang yang empiris*, orang yang berada di dalam lingkungan sains, orang yang berpendidikan.
Kalau semua orang ber-Tuhan itu sehat, maka Tuhan pasti ada
Kalau semua orang ber-Tuhan itu kaya, maka Tuhan memang ada
Kalau semua orang selalu mendapat keadilan, maka harus diakui Tuhan itu maha adil dan Ia selalu menjaga umatNya.
Kalau saja dunia seperti ini, maka tidak akan ada orang Atheis dan nama Tuhan selalu diagungkan.
Kenapa dunia tidak seperti ini? Apakah Tuhan tidak mampu membuat dunia seperti ini?
NYATANYA, inilah jawaban Tuhan Yesus kepada kita seperti kepada kedua orang buta di Injil hari ini: "Percayakah kamu, bahwa Aku dapat melakukannya?" Mereka menjawab: "Ya Tuhan, kami percaya." Lalu Yesus berkata lagi: "Jadilah kepadamu menurut imanmu."- Mat 9:28-29
Teman-teman, iman membuat kita memahami kata-kata Tuhan dan melihat keajaiban Tuhan di setiap pengalaman baik maupun buruk yang kita alami. Maka janganlah heran bahwa di setiap saat, orang beriman akan mampu memuji Tuhan dan selalu menemukan jawaban Tuhan atas doa-doanya.
Pada waktu itu orang-orang tuli akan mendengar perkataan-perkataan sebuah kitab, dan lepas dari kekelaman dan kegelapan mata orang-orang buta akan melihat - Yes 29:18

Fransiskus Xaverius, yang harinya kita peringati pada 3 Desember, dikaruniai otak yang cerdas. Ia masuk ke Universitas Paris dan dalam usia ke-28 sudah menjadi profesor. Dengan ortu yang kaya, sebenarnya FX bisa menjadi tokoh terkemuka di Paris. Tapi kata FX: "Apa gunanya manusia mendapatkan seluruh dunia, jika kehilangan jiwanya?" Pertanyaan ini mengusi hati FX dan pada suatu saat ia menyerah dan bergabung di Serikat Jesus.
Tahun 1541, FX bersama dua rekan Portugis diutus ke Goa, India. Di tempat baru ini ia segera memulai karya misi dan bergerak menyusuri India Selatan dan Sri Langka. Puluhan ribu orang bertobat. Tahun 1545, FX pergi ke Malaka untuk mencari kapal yang dapat membawanya ke Makasar. Dia mendengar bahwa daerah Makasar mau ditobatkan asal seorang imam diutus ke sana. Tapi di Malaka selama 3 bulan, FX berhasil mempertobatkan banyak orang dan memelihara ahklak penduduk di sana.
Hari pertama di tahun 1546 ketika akhirnya FX mendapat kapal ke Ambon, ia mencatat: "para pelaut meminta seluruh waktuku dari pagi sampai malam, terus menerus mendengarkan pengakuan dosa, mengunjungi orang sakit, memberik sakramen dan penghiburan rohani, dan sering pula berkhotbah... Saya menulis lapran ini supaya kamu tahu, betapa kamu dibutuhkan disini. Memang saya sadar bahwa kamu diperlukan di India juga, tapi pulau-pulau ini sangat membutuhkan pertolongan yang lebih besar lagi... "
FX mempermandikan kira-kira 1000 orang Ambon dan mempersiapkan kedatangan imam-imam baru, lalu ia menuju Ternate. Di Ternate ia mengajarkan lagu Aku Percaya, Bapa Kami,Salam Maria, Kesepuluh Perintah Allah, dll. Dan ia disukai baik oleh orang Portugis yang sedang berada di tempat itu, maupun orang-orang pribumi.
Setelah FX mengatur pengganti-penggantinya, ia kembali ke Malaka lalu menuju Jepang. Ia bekerja dua tahun di Jepang dengan hasil yang menggembirakan. Kemudian ia mengalihkan perhatian ke Tiongkok di mana ia akhirnya meninggal karena sakit sebelum sempat mewartakan injil di negara itu. Ia baru berusia 46 tahun. Jenazahnya diantarkan ke Goa dan dimakamkan di sana sampai sekarang.
FX dinyatakan sebagai pelindung Gereja di tanah misi. Lambangnya adalah seorang imam yang berkhotbah berapi-api dengan membawa salib.
FX adalah seorang pewarta Injil yang sungguh-sungguh mengamalkan perintah Tuhan Yesus: Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala mahluk - Mrk 16:16
Sudahkah kita menjadi pewarta Injil, meneladan FX? Tidak perlu sampai India, cukup kepada teman-teman kita saja. Beranikah kita membuka mulut dan mengucapkan Yesus mengasihiku dan mengasihimu.

Alkisah, ada seorang raja yang sedang berulangtahun. Ia ingin memberikan suatu hadiah bagi rakyatnya yang sangat berkesan. Maka raja itu membuat pengumuman bahwa ia akan membuka istananya agar rakyatnya dapat masuk gudangnya. Dan siapapun yang berhasil memegang sebuah benda berharga, ia berhak untuk membawa pulang benda-benda berharga itu. Tidak lama kemudian, masuklah banyak orang untuk memegang dan membawa pulang perhiasan, kendaraan, sofa dll.
Tapi ada seorang wanita yang tidak berlari ke arah barang berharga itu, melainkan ke hadapan raja dan memeluk raja itu. Alasannya, ia hanya perlu memegang raja itu karena bila raja itu menjadi miliknya, secara otomatis semua yang dimiliki oleh raja itu menjadi kepunyaannya juga.
Injil hari ini mengingatkan bahwa Yesus berkuasa untuk melakukan apa saja (Mat 15:31). Tetapi banyak dari kita yang tertarik bukan kepada Yesus tetapi kepada mujizat-mujizatNya. Bahkan yang kita anggap sebagai mujizat adalah perbuatan Tuhan yang dapat diukur dengan uang, kesuksesan, martabat, dll.
Ingatlah bahwa keselamatan kekal yang menghancurkan kematian (Yes 25:8). Keselamatan kekallah yang diberikan oleh Yesus melebihi semua hal-hal duniawi. Hanya dengan melekat kepada Sumber Berkat itu maka hidup kita bisa "berkelimpahan". Yesus sendiri berjanji kalau kita mengikutiNya, Ia tidak akan membiarkan kita "kelaparan" (Mat 15:32)
Sudahkah kita melekat pada sang Sumber Berkat itu sendiri?
Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku - Mzm 23:1

Pernahkah kamu merasa penasaran mengenai asal usul manusia dan alam semesta ini? Pernahkah kamu merasa ingin tahu mengapa manusia diciptakan dengan begitu hebatnya sehingga mampu membuat teknologi-teknologi luar biasa seperti mobil, pesawat terbang, dan komputer? Pernahkah kamu tergelitik untuk mengetahui kemampuan binatang-binatang dan apakah mereka mampu untuk menyaingi manusia dalam hal kreativitas dan inteligensia?
Kalau kamu sering penasaran tentang hal itu, maka mari kita renungkan bagaimana para ilmuwan memandang penciptaan alam semesta maupun kepintaran manusia dan binatang, dan bagaimana para kaum beriman memandangnya.
Ilmuwan bilang: alam semesta diciptakan dari satu unsur saja yang membelah diri terus menerus dan kemudian menghasilkan alam semesta yang kita kenal sekarang ini. Proses ini terjadi dalam hitungan juta tahun. Kita sebagai orang yang mengimani adanya Tuhan mengatakan: Betul, itu semua mungkin saja terjadi. Akan tetapi siapa yang menciptakan satu unsur yang pertama? Tuhan.
Ilmuwan bilang: manusia dan hewan sama saja pintarnya. Lihat saja simpanse sama pintarnya dengan anak umur 4 tahun. Kita pengikut Tuhan bilang: Betul, simpanse sama dengan anak umur 4 tahun setelah diajari oleh kita seumur hidup. Tapi anak umur 4 tahun masih punya waktu 60 tahun lagi untuk belajar hal-hal yang tidak akan pernah dipelajari dan dipahami oleh simpanse.
Ilmuwan bilang kalau manusia itu tidak punya jiwa dan tidak mungkin diselamatkan, sama seperti binatang tidak diselamatkan. Kita menjawab: Berbahagialah kami yang percaya kepada Tuhan Yesus. Karena untuk apa kita hidup apabila kita tidak berjiwa,untuk apa kita hidup kalau kita tidak diselamatkan, untuk apa kita mendalami semua ilmu yang kita pelajari sekarang kalau kita tidak memiliki tujuan hidup.
Tapi Kita ingin memahami semua yang kalian para ilmuwan pahami karena kita ingin mengetahui seberapa besar lagi Tuhan kita yang kita percaya begitu besar namun begitu mengasihi kita sehingga mau turun ke dunia untuk disalibkan bagi kita.
Dengan itu, tujuan hidup dan tujuan belajar adalah untuk lebih dan lebih lagi mengagumi Dia. Maka kita disebut berbahagia karena kita mengenali tanda-tanda kebesaranNya dan kasihNya disetiap ilmu yang kita pelajari.
"Berbahagialah mata yang melihat apa yang kami lihat. Karena Aku berkata kepada kamu: Banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya." - Luk 10:23-24

Waktu temanku sakit, semua dokter sudah mengatakan tidak dapat menyembuhkan. Kata mereka, yang bisa kita lakukan hanya berdoa dan berharap kepada keajaiban Tuhan saja. Betapa sedihnya hati kami waktu itu. Hidup selalu dilalui dengan harap-harap cemas: apakah hari ini akan ada kabar yang menyedihkan? apakah kami akan dapat berjalan-jalan bersama lagi lain waktu?
Setahun berlalu. Suatu hari kami mendatangi seorang dokter yang cukup terkenal. Setelah pemeriksaan, ia menyatakan bahwa ia mampu menyembuhkan temanku. Dan betapa hati kami seperti melompat kegirangan. Ingin rasanya kami memeluk dokter itu. Hari itu kami pulang dengan hati gembira, tanpa beban, tanpa kecemasan. Semua yang kami lihat rasanya indah.
Teman-teman, betapa indahnya kalau kita bisa jadi pembawa kabar baik seperti si dokter itu. Membawa matahari kepada hati teman-teman kita lainnya, membawa kelegaan, dan membawa keceriaan kembali kepada hidup mereka.
Tuhan Yesus telah mengutus kita untuk menjadi kabar baik. Yaitu kepada mereka yang tidak punya harapan hidup kekal, mereka yang tidak mampu melepaskan diri dari kuasa dosa, mereka yang selalu merasa bersalah dan terkekang. Kepada merekalah kita diutus untuk menjadi Pembawa Kabar Baik, yaitu bahwa Tuhan Yesus akan membebaskan mereka kapan saja dan di mana saja.
Tidakkah kita mau merasakan kebahagiaan dan kepuasan bila kita adalah si Pembawa Kabar Baik Tuhan? Yuk, kita jadi pembawa kabar baik, yaitu Kabar Keselamatan Kekal.
Dan bagaimana mereka dapat memberitakanNya, jiwa mereka tidak diutus? Seperti ada tertulis: "Betapa indahnya kedatangan mereka yang membawa kabar baik!" (Rm 10:15)

Film 2012 yang sedang heboh di bioskop tentunya tidak membuat kita percaya bahwa tahun itu akan terjadi kiamat sebagaimana yang telah dikatakan dan diperingatkan oleh Tuhan Yesus. Sebagai anak Tuhan kita tetap percaya bahwa yang mengetahui harinya hanyalah Bapa yang di surga. Bahkan Tuhan Yesus sebagai anak sulung pun tidak mengetahui kapan tepatnya hari penghakiman itu telah tiba.
Tetapi film ini mau mengingatkan kepada kita bahwa hari penghakiman itu akan datang dengan begitu dahsyat dan tak disangka-sangka. Bumi akan hancur seperti pasir, air akan meluap-luap seperti tiada habisnya, kebakaran dan kepanikan di mana-mana. Kematian datang dengan sangat mendadak, dalam hitungan sepersekian detik sehingga kita tak mungkin berpikir lagi.
Maka, renungkanlah, apakah kita pada saat hari tersebut tiba, kita ditemukan dalam keadaan tidak siaga, tidak siap bertemu dengan Tuhan Yesus. Apakah ketika kita berhadapan dengan Anak Manusia, kita berada dalam keadaan sebagai manusia baru, yang telah dilahirkan kembali? Karena jika demikian, maka kita akan bersukacita bertemu dengan Tuhan Yesus. Namun bila kita tidak siap, betapa kita akan tertunduk di hadapanNya dan betapa sedihnya kita ketika Tuhan berkata, �Siapakah engkau hai manusia? Aku tidak kenal engkau. Enyahlah daripadaku.� Pada saat itu, segenap penyesalan yang datang menyergap, takkan dapat membawa kita masuk ke KerajaanNya.
Ingatlah teman, pada hari penghakiman itu, kita takkan sempat bertobat. Maka saat kita untuk berjaga-jaga adalah saat ini. Hiduplah seakan-akan kiamat akan terjadi besok.
�Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.� (Luk 21:36)

Ketika saya masih duduk di bangku SMU 1, setiap malam Minggu saya selalu pergi bersama teman-teman. Kadang saya pergi untuk makan nongkrong sambil menghabiskan waktu, atau terkadang saya pergi minum-minum hingga kepala terasa ringan. Hal ini berlangsung terus hingga Tuhan mengubah hidup saya setahun kemudian.
Saya mulai mengenal persekutuan doa dan ikut aktif di dalamnya. Setiap malam Minggu saya lebih memilih untuk menghadiri persekutuan doa atau kebangunan rohani Katolik. Disitulah saya sadar bahwa saya mendapatkan seesuatu yang dapat mengisi kekosongan hati saya yang tidak saya dapatkan lewat minum dan nongkrong.
Ternyata perubahan gaya hidup saya juga berdampak pada teman-teman saya. Mereka yang awalnya merasa aneh melihat perubahan saya, akhirnya malah juga terlepas dari kebiasaan yang tidak baiknya dan terlibat dalam pelayanan.
Saya bersyukur atau perubahan yang terjadi dalam hidup saya. Dan satu hal yang perlu saya lakukan sekarang adalah tetap bertekun dalam doa untuk menjaga hidup saya.
Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi. (Luk 21:34)
Mari kita selalu berdoa dan berjaga-jaga agar ketika Yesus datang, kita didapatinya layak masuk bersamaNya ke dalam rumah Tuhan

Ketika kecil banyak nasehat yang diberikan mama dan masih saya ingat sampai sekarang, seperti cuci tangan sebelum makan, belajar yang rajin, banyak makan sayuran, jangan buang2 makanan, bersyukur senantiasa, jaga kesehatan, dll. Nasehat mama itu saya pegang teguh dan sungguh ampuh khasiatnya.
Ketika saya berada di luar negeri, kesehatan saya tetap terjaga dengan melakukan apa yang mama katakan. Namun ketika saya melalaikan nasehat mama, sakit penyakit pun datang menghampiri. Ternyata apa yang mama katakan ketika saya kecil tetap berlaku hingga sekarang saya dewasa.
Demikianpun dengan perkataan Tuhan. Mama kita di dunia saja tidak mau anaknya susah dan menderita, apalagi Bapa kita di surga. Kita perlu belajar mengimati bahwa firmanNya ya dan amin. FirmanNya sungguh tidak lekang oleh waktu seperti juga cintaNya pada kita
Langit dan Bumi akan berlalu, tetapi perkataanKu tidak akan berlalu (Luk 21:33)
Sumber: Renungan 27 November 2009, Bahasa Kasih

Thomas dikenal sebagai rasul yang tidak percaya. Ketika diceritakan bahwa Tuhan Yesus telah bangkit dan berada di tengah-tengah murid-muridnya, Thomas berkata "Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali aku tidak akan percaya." (Yoh 20:25)
Thomas juga adalah seorang yang kritis dan selalu ingin tahu. Dialah yang bertanya kepada Tuhan Yesus: "Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?" (Yoh 14:5)
Namun, ketika Thomas sudah melihat Tuhan Yesus, maka mulutnya langsung berseru dan mengakui: "Ya Tuhanku dan Allahku" (Yoh 20:28). Dia langsung menetapkan pilihannya dengan tegas dan dengan tanpa malu-malu mengakui kesalahannya secara publik dan membalikkan hatinya mengikuti jalan yang benar.
Setelah hatinya tetap, ia menjadi orang yang berkobar-kobar semangatnya. Karakternya ini terlihat waktu Yesus belum bangkit, ia sempat berseru kepada para murid yang masih ragu-ragu untuk mengikuti Yesus pergi mengunjungi Lazarus yang sakit: "Marilah kita pergi juga untuk mati bersama-sama dengan Dia." (Yoh 11:16). Dan ketika Yesus sudah bangkit, Thomaslah yang kemudian menyebarkan Injil sampai ke India.
Bagaimana dengan Kita?
Kita, orang muda, mempunyai banyak karakter yang sama dengan Rasul Thomas.
Kita kritis dan penuh rasa ingin tahu. Setiap kegiatan, setiap hal ditanyakan dan digali lebih dalam. Kita tidak mudah percaya, melainkan selalu belajar lebih dan lebih lagi. Kita selalu bertanya mengapa, mengapa, dan mengapa.
Acara di lingkungan dan wilayah mencerminkan karakter-karakter ini. Ketika diundang, kita bertanya untuk apa sih ngadain acara ginian? Ketika datang, kita bertanya, jadi kita ngapain aja di sini?
Kalau jawabannya untuk lebih mengenal Tuhan Yesus, kita bilang: "wah, masa sich? Kayaknya kita udah bisa kenal Tuhan Yesus di berbagai tempat kok, gak perlu ikutan sini. Kan katanya Tuhan ada di semua tempat."
Kalau jawabannya untuk lebih kenal sama lingkungan, kita bilang: "oh ya? Bukannya kalo ada acara lingkungan, mami papi sudah hadir? Kan sama saja?"
Kalau jawabannya untuk membangun diri sendiri dan teman-teman agar masa depan Gereja Katolik terjamin kelangsungannya, kita bilang: "masa dengan kita hadir di sini, Gereja bisa hidup? Siapa sih kita ini?"
Teman-teman, Rasul Thomas juga kritis, apatis, pesimis sama seperti kita. Dia pun menanyakan hal-hal yang tidak mungkin dijawab oleh teman-temannya.
Tapi teman-teman, Tuhan Yesus sangat menyayangi Thomas, karena melalui Thomas, Tuhan punya kesempatan untuk mewahyukan: "Akulah Jalan dan Kebenaran dan Hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku."
Dan melalui sifat kritis Thomas pula, Tuhan Yesus meneguhkan iman kita yang tidak hidup pada saat Ia hidup di dunia: "Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya."
Teman-teman, marilah kita mencontoh Rasul Thomas, yang kritis, yang selalu ingin tahu, yang selalu bertanya, yang selalu menantang status quo. Namun seperti Thomas juga, kita telah dipanggil secara khusus oleh Tuhan Yesus, melalui hati kita yang berbisik "ikut ya" waktu ada yang mengundang ikut acara gereja, melalui teman-teman kita yang mengajak ikut karena mereka takut sendiri di acara itu, melalui orangtua kita yang menyuruh ikut.
Marilah kita mencontoh pula jawaban Rasul Thomas kepada Tuhan Yesus, yang dengan berkobar-kobar semangatnya berseru: "Ya Tuhanku dan Allahku," dan katakan pula "Ya Tuhan aku ikut." Biarlah melalui kita, Tuhan Yesus juga bisa mewahyukan sesuatu dan memberi berkat bagi banyak orang.
GBU all.