Latest News

Tuesday, May 30, 2017

Mengenali Kehadiran Allah

Suatu hari ketika sedang berkunjung ke salah satu mal di Jakarta, kami melihat rombongan orang sedang mengelilingi Presiden Joko Widodo yang dicintai karena kebijaksanaannya dan diperkirakan adalah Ratu Adil atau Satria Piningit yang diprediksi kedatangannya oleh Raja Jayabaya. Orang-orang itu menikmati kehadiran Jokowi tanpa memiliki niat untuk meminta sesuatu padanya. Sekedar selfie bareng Jokowi saja telah memuaskan rasa rindu mereka. Bahkan yang tidak dapat selfie bareng pun puas hanya sekedar memfoto Jokowi dari jauh dengan kamera sekadarnya saja. Rasa cinta, hormat, kagum mengalir dari hati dan bermuara pada tindakan-tindakan yang mungkin untuk kita rasanya �kepo� banget.

Seorang Jokowi saja bisa membuat kita semua merasa demikian. Apalagi Bunda Maria dan St. Elizabeth yang merasakan Allah sendiri beerada di tengah-tengah mereka. Allah yang sudah dinubuatkan kehadirannya yang membahagiakan oleh Nabi Zefanya beratus tahun sebelumnya. Tentu rasa kagum dan hormatnyang tak terlukiskan muncul di hati Bunda Maria hingga ia mendaraskan Magnificat (Pujian) yang demikian indah dan agung. Apakah kita mampu mengenali dan mengagumi kehadiran Allah di tengah-tengah kehidupan kita? Bagaimana?

Menarik pula diperhatikan bahwa yang pertama kali mengenali Yesus adalah bayi di dalam kandungan St. Elizabeth. Lonjakan si bayi bukanlah hasil dari kegembiraan St. Elizabeth, melainkan karena bayi yang masih murni mengenali Allah yang juga murni. Berkat lonjakan si bayi murni, St. Elizabeth yang berdosa sama seperti kita, mendapat berkat. Demikianlah dituliskan di Injil Kehidupan (Evangelium Vitae), bayi membaw berkat bagi bundanya.



-----------------------
Rabu, 31 Mei 2017
Pesta St. Maria mengunjungi St. Elizabeth
Bacaan Pertama: Zef 3:14-18a
Mazmur: Yes 12:2-3.4bcd.5-6
Bacaan Injil: Luk 1:39-56

Friday, May 26, 2017

Manusia Tidak Berasal dari Dunia Ini


Semua budaya mengakui bahwa manusia memiliki awal. Bagi orang Kristen, awal itu terjadi ketika Allah menciptakan Adam dan Hawa di Taman Firdaus. Bagi orang Batak, awal itu terjadi di Pusuk Buhit.
Danau Toba dan P. Samosir, Sumatera Utara


Pusuk Buhit, adalah gunung yang awalnya bernama Gunung Toba memiliki ketinggian 1.500 meter lebih dari permukaan laut dan 1.077 meter dari permukaan Danau Toba. Ada tiga kecamatan yang berada langsung di bawah gunung tersebut yakni Kecamatan Sianjur Mula-mula, Kecamatan Pangururan, dan kecamatan Harian Boho.

Berawal dari Siboru Deak Parujar yang turun dari langit. Dia terpaksa meninggalkan kahyangan karena tidak suka dijodohkan dengan Siraja Odap-odap. Dengan alat tenun dan benangnya, Siboru Deak Parujar yakin menemukan suatu tempat persembunyian di benua bawah. Alhasil, dia minta bantuan melalui burung-suruhan Sileang-leang Mandi agar Dewata Mulajadi Nabolon berkenan mengirimkan sekepul tanah untuk ditekuk dan dijadikan tempatnya berpijak.

Namun sampai beberapa kali kepul tanah itu ditekuk-tekuk, tempat pijakan itu selalu diganggu oleh Naga Padoha Niaji. Raksasa ini jelek tapi tertarik dengan kecantikan Siboru Deak Parujar. Akhirnya Siboru Deak Parujar mengambil siasat dengan makan sirih. Warna sirih Siboru Deak Parujar kemudian semakin menawan Naga Padoha Niaji. Dia mau tangannya diikat asal yang membuat merah bibir itu dapat dibagi kepadanya. Namun setelah kedua tangan berkenan diikat dengan tali pandan, Siboru Deak Parujar tidak memberikan sirih itu sama sekali dan membiarkan Naga Padoha Niaji meronta-ronta sampai lelah dan menciptakan gempa di bumi.

Lama-lama Siboru Deak Parujar mulai merasa kesepian. Tanpa diduga dan mengejutkan, diapun bertemu dengan Siraja Odap-Odap dan sepakat menjadi suami-istri yang melahirkan pasangan manusia pertama di bumi dengan nama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Dari generasi pertama ini lahir tiga anak yaitu Raja Miok-miok, Patundal Na Begu dan Si Aji Lapas-lapas. Dari ketiga anak tersebut hanya raja Miok-miok memiliki keturunan yaitu Eng Banua.Generasi berikutnya Eng Domia atau Raja Bonang bonang yang menurunkan Raja Tantan Debata,Si Aceh dan Si Jau. Hanya Guru Tantan Debata pula yang memiliki keturunan yaitu Si Raja Batak.

Mulai dari garis Si Raja Batak, asal-usul manusia Batak bukan dianggap legenda lagi tapi menjadi tarombo atau permulaan silsilah. Pada generasi sekarang telah dikenal aksara atau lazim disebut Pustaha Laklak. Sebelum meninggal, Si Raja Batak sempat mewariskan �Piagam Wasiat� kepada kedua anaknya Guru Tatea Bulan dan Raja Isumbaon.

Menarik diperhatikan bahwa semua bangsa dan suku bangsa percaya bahwa manusia berasal dari suatu kekuatan dari langit. Orang Batak dari Siboru Deak Parujar  dan Siraja Odap-Odap, yang keduanya adalah keturunan dewa. Keyakinan ini telah memberikan kepercayaan diri kepada orang Batak untuk mengakui dirinya di tengah dunia.


Demikian pula kita pun percaya bahwa kita merupakan ciptaan Allah (Kejadian 1:27-31), yang bukan hanya menciptakan manusia, namun juga menciptakan seluruh alam semesta. Dan melalui Yesus Kristus, kita diangkat pula menjadi anak-Nya (Galatia 4:7). Beranikah kita mewartakan ini kepada semua orang dengan percaya diri? 

Thursday, May 25, 2017

Mariana de Paredes dari Quito dan Paulus di Korintus

Mariana de Paredes dari Quito adalah putri  seorang bangsawan Ekuador. Sejak kecil ia ditinggal mati orangtuanya dan hidup bersama saudaranya. Yang menarik dari Mariana adalah minatnya yang besar pada hal-hal rohani dan hidup bakti pada Tuhan dan karena itu ia juga mendapat kesempata n untuk menerima komuni suci pada usia dini.   Niatnya mulia, yaitu ingin membentuk perkumpulan untuk mempertobatkan bangsa Jepang yag masih belum menjadi Katolik, walaupun sayangnya gagal. 

Namun baginya kegagalan adalah hanya masalah perbedaan rencananya dengan rencana Allah.
Semangat kemiskinan,  mati raga dan hidup dlm doa kemudian dijalaninya. Hari-hari dan waktu hidupnya hanya dipakai untuk Kristus. Demi mengalami itu semua ia seringkali merantai dirinya tanpa makan, hanya tidur sehari  dalam 3 jam saja. Dan ia sering juga mendapat hinaan atas apa yang dibuatnya itu.  Rupanya itu sebab Allah melimpahkan padanya karunia meramal dan melakukan mujizat.

Pada suatu saat, gempa dahsyat serta wabah menular melanda daerah Quito. Mariana memberikan  dirinya bagi Tuhan demi keselamatan  Quito.  Rupanya doanya diterima dan Maria jatuh sakit sampai akhirnya meninggal dunia dalam usia 25 tahun. Karena kesalehan  hidupnya ia diberi gelar Bunga lili dari Quito dan mendapat gelar kudus pada tahun 1950.

Apa yg dilakukan Mariana berbeda dgn apa yg dilakukan Paulus di Korintus (Kis 25:13-21). Paulus sering mendapat ancaman dan intimidasi. Firman Tuhan yang sampai pada Paulus dalam penglihatannya merupakan sumber kekuatan dalam menjalankan hari-harinya.

Paulus dan Mariana memiliki pendekatan dengan Allah yang berbeda. Paulus lebih banyak melakukan semua perjuangannya dengan menunggu Kristus berbicara padanya. Sementara Mariana berinisiatif langsung dgn tindak lakunya. Namun walau berbeda mereka memiliki kesamaan yaitu sama-sama dipilih Tuhan  untuk menyatakan Kebenaran tentang Kristus.

Dalam hidup, kita sebagai orang Kristen juga sama-sama dipanggil Tuhan, namun cara-caranya berbeda.. ada yang langsung digerakkan oleh Tuhan , ada yg berkehendak bebas berinisiatif melakukannya. Mengapa demikian?  Ya, karena pada dasarnya kita semua dipilih Allah. Panggilan itu melekat kuat dalam diri kita sejak kita lahir. Tinggal kita mau atau tidak untuk menjalankannya. 
Sama spt Paulus mungkin  dalam melaksanakan karya panggilan tersebut, kita mengalami berbagai tekanan dan intimidasi, baik yang jelas maupun tersamar. Hal itu sering mengecilkan dan menyurutkan hati dan akhirnya lebih baik memilih diam menyembunyikan jati diri dan kekristenan kita. Seperti Paulus dan Mariana marilah kita yakin pada Allah yang menjaga dan melindungi kita. Jerih payah Paulus menjadi contoh bahwa apa yg ia lakukan bukan kesia-siaan karena terbukti akhirnya daerah Korintus menjadi salah satu gereja yang kuat. Demikian juga Mariana, pengorbanannya memberikan pemulihan kota Quito. Allah menjaga dan membuahkan apa yang kita sampaikan dan lakukan. Tak akan ada yg sia-sia sampai nanti waktunya tiba.

 --------------
Jumat, 26 Mei 2017
Jumat Pekan Paskah VI
Peringatan Wajib S. Filipus Neri, Imam
Bacaan 1: Kis 18:9-18
Bacaan Injil: Yoh 16:20-23a

Tuesday, May 23, 2017

Nasihat yang Jitu

Sepasang suami istri sedang mengadakan perjalanan dengan menunggang keledai mereka. Di tengah jalan seseorang berteriak: �lihat 2 orang tua itu, tega sekali mereka menunggangi keledai itu berdua. Kan berat untuk si keledai.� Maka si istri turun dan membiarkan si suami di atas keledai. Tak berapa lama mereka bertemu orang yang berkata, �lihat suami bodoh, enak saja dia menunggang keledai sementara istrinya disuruh jalan kaki.� Maka kedua suami istri itu bertukar tempat.  Baru berjalan sebentar, ada orang lain lagi berteriak, �tega sekali istri itu membiarkan suami yang sudah bekerja mencari nafkah masih harus jalan kaki.� Mendengar itu maka si suami pun turun dan keduanya meneruskan dengan berjalan kaki sambil menggiring si keledai. Namun tak lama beberapa orang mengetawai mereka sambil berkata: �bodoh sekali orang-orang tua itu, punya keledai tapi tak ditunggangi.�

Mendengarkan dan memberikan nasihat itu susah-susah gampang. Orang keras hati tidak akan mendengarkan nasihat dan memilih jalan yang sudah direncanakannya sendiri. Sementara orang yang rendah diri selalu mendengarkan nasihat dan kemudian bingung mana nasihat yang baik dan yang kurang baik. Sementara pemberi nasihat sering juga memberikan nasihat yang umumnya baik tapi tanpa melihat situasi unik dari si penerima nasihat. Pemberi nasihat juga tidak imun terhadap pengalaman dan ketakutannya sendiri. Lalu bagaimana  nasihat yang baik, yang tidak hanya seperti kata pepatah: �masuk kuping kiri keluar kuping kanan.�

Nasihat kadang cukup dinyatakan sekali dan sudah efektif. Namun ada nasihat- nasihat yang harus berkali-kali dikumandangkan agar efeknya terasa. Tapi nasihat paling jitu apabila diberikan bilamana diberikan bersamaan dengan roh kebenaran. Lihat contoh Paulus. Dia memberikan nasihat agar menyembah Allah yang dikenal dan yang berkuasa. Walaupun dari sisi kita yang percaya nasihat itu sangat jitu dan tak sulit dilaksanakan, toh sedikit saja yang mengikutinya. Dan lihatnya Yesus yang memiliki banyak amanat namun mempercayakan penyampaiannya kepada Roh Kebenaran. Berefleksi dari kedua bacaan ini kita perlu belajar bahwa ketika hendak menyampaikan nasihat pada siapapun, baiklah kita awali dengan doa pribadi agar Roh Kudus menyertai kata-kata nasihat tersebut.



----------------------
Rabu, 24 Mei 2017
Bacaan Pertama: Kis 17:15.22-18:1
Mazmur: Mzm 148:1-2.11-12b.12c-14a.14bcd
Bacaan Injil: Yoh 16:12-15

Thursday, May 18, 2017

Kenaikan Pangkat dari Kristus

Sewaktu bertemu dengan seorang pastor Indonesia yang bertugas di Taiwan, kami mendapatkan kisah-kisah mengharukan dari para tenaga kerja Indonesia (TKI) di sana. Beberapa memang ada yang memilukan seperti kasus penyiksaan oleh majikannya. Namun ada beberapa TKI yang beruntung mendapatkan majikan yang sangat baik. Begitu baiknya, ketika majikan itu akhirnya meninggal, ia meninggalkan sebagian hartanya bagi si TKI yang telah membantunya selama ini. Para TKI ini kemudian bisa pulang ke Indonesia dan membuka usaha di sini. Seorang hamba yang menjadi sahabat, itulah para TKI.


Apakah sang TKI mengetahui bahwa mereka telah menjadi sahabat terbaik sang majikan di saat-saat akhir hidupnya? Tidak. Karenanya banyak dari mereka merasa terkejut mendapatkan harta warisan tersebut. Namun orang Kristen mengetahui dengan pasti bahwa mereka telah dinaikkan martabatnya oleh Kristus menjadi sahabatNya. Bukan lagi hamba, melainkan sahabat. Artinya kita mendapat bagian dalam kesukacitaanNya, dalam warisanNya, dalam kekuasaanNya.


Apakah �kenaikan pangkat� disebabkan oleh kerja keras para TKI, atau oleh kebaikan hati sang majikan? Tentu karena kebaikan hati sang majikan.  Demikian pula perlu kita sadari bahwa hanya karena kebaikan hati Allah-lah, kita boleh menjadi sahabat Kristus. Ini yang perlu kita syukuri. Salah satu bentuk dari syukur itu adalah dengan tidak memberatkan orang lain dengan beban yang tidak perlu, sebagaimana yang disebutkan di dalam bacaan Kisah Para Rasul. Para rasul mensyukuri rahmat �kenaikan pangkat� menjadi sahabat Kristus, dan karenanya mereka tidak menanggungkan lebih banyak beban kepada orang-orang Antiokhia, yaitu mereka yang tidak lahir sebagai orang Yahudi. Mari kita syukuri rahmat �kenaikan pangkat� kita dan selalu berusaha untuk tidak pernah memberikan beban bagi orang lain. 

-------------------------
Jumat, 19 Mei 2017
Bacaan 1              : Kis 15: 22-31
Bacaan Injil         : Yoh 15: 12-17

Sahabat Sejati


Di abad 5 SM hidup 2 sahabat sejak kecil dan tak terpisahkan, Damon dan Phytias. Setelah dewasa, berlayarlah mereka  ke Italia daerah Siracusa. Tak disangka, suatu saat Phytias menyinggung penguasa Dionisius I yang diktator. Maka ia ditangkap dan dijatuhi hukuman mati karena dianggap menghina. Damon mendengar kabar itu dan bersegeralah ia untuk memohon keringanan hukuman bagi sahabatnya, tetapi sia-sia.

Suatu hari tercetuslah kesedihan Phytias yang ingin berpamitan dengan ibunya. Damon pun kembali menghadap pemerintah memohon untuk menggantikan posisi sementara supaya Phytias bisa pamit dengan ibunya. Sebagai jaminan, maka Damon dipenjara. Bila Phytias tidak kembali pada waktunya, Damonlah yang akan dieksekusi.

Tapi sayang, setelah Phytias menemui ibunya, ia dirampok dan disiksa kemudian diikat. Phytias tidak merasakan lukanya. Ia hanya ingat pada janjinya pada Damon. Dengan sekuat tenaga ia melepaskan diri dan melompat ke sungai. Ia berenang sekuat tenaga dan akhirnya sampai ke tempat Damon dipenjara.
Di Siracusa, Dionisius I, terus mencemooh kebodohan Damon. Katanya, Phytias pasti sudah melupakannya, dan Damon akan mati sia-sia. Damon tetap teguh, ia yakin sahabatnya pasti akan memegang janjinya.

Hari mulai gelap dan eksekusi akan segera dilaksanakan.  Damon dibawa dan akan dieksekusi di depan ratusan orang yang mencemooh dan mentertawakan dia. Tiba-tiba Phytias datang dengan tubuh penuh luka dan peluh. Lalu ia menceritakan kejadian yang menimpa dirinya dan dua sahabat itu pun berpelukan.

Dionisius I yang tiran itu mendengar juga dan tersentuh hatinya akan persahabatan itu. Ia tak percaya kalau tidak melihat dengan mata sendiri bahwa ada orang yang rela mati bagi sahabatnya. Saking terharunya, ia membebaskan kedua sahabat ini dari eksekusi karena mereka telah menunjukkan sesuatu yang sulit didapat di dunia: Persahabatan Sejati.


Seorang Dionisius bisa luluh karena persahabatan 2 orang manusia. Kenapa?  Karena mencari sahabat sejati semakin sulit, apalagi masa kini. Tetapi tawaran persahabatan sejati yang diberikan Yesus pada muridNya juga ditawarkanNya pada kita. Bayangkan Tuhan kita menawarkan persahabatan. Bahkan kita bisa mengklaim bahwa Yesus adalah sahabat sejati yang juga telah menyerahkan nyawaNya bagi kita, sebagai tindakan tertinggi dari kasih setiaNya pada kita.

Kata,"Kita bukan lagi hamba melainkan sahabat", adalah petunjuk bahwa orang yang percaya bukan lagi manusia rendahan. Kita memiliki posisi yang setara, yang sama. Dan kesetaraan itu makin dikuatkan Kristus dengan pemberian hak untuk tahu segala sesuatu yang telah Kristus dengar dari BapaNya. Ini membuat kita dilimpahi Roh Kudus untuk bisa memahami dan bertanggung jawab akan kehidupan yang dilimpahkan Allah bagi kita dan memahami Yesus sebagai sahabat sejati.


Kita adalah pilihan Kristus. Ini adalah anugerah besar. Bukan karena kepintaran, kegagahan, kekayaan, namun semata karena kita dipilih Kristus. Bukan kita yang memilih Dia, tapi Dia yang memilih kita. Maka kita harus menghasilkan buah limpah dalam rupa kesaksian hidup yang nyata, seperti Phytias dan Damon terhadap Dionisius I.
--------------------
Jumat, 19 Mei 2017
Bacaan 1: Kis 15:22-31
Bacaan Injil: Yoh 15: 15b

Tuesday, May 16, 2017

Melekat pada Sumber, Berbuah Banyak dan Aneka

Pernahkah anda makan masakan khas provinsi tertentu, misalnya sate Madura atau rica-rica Manado? Bagaimana rasanya? Satu restoran berbeda rasa dengan restoran lainnya, yang satu lebih manis yang lain lebih gurih. Ada yang memilih memakai bahan tertentu, ada yang menggantikannya dengan lainnya. Tapi kekhasannya tetap ada, gudeg dengan nangka mudanya dan rica-rica dengan kepedasannya. Tapi cobalah makan makanan tersebut di tempat yang jauh, misalnya di Belanda. Tentu rasanya berbeda jauh  walaupun penyajiannya kurang lebih sama, dimana sate adalah daging ditusuk dan diberi bumbu sementara rica adalah lauk dengan banyak cabai.


Kenapa begitu? Makanan yang dekat dengan sumbernya memiliki banyak variasi tapi tidak kehilangan ciri khasnya. Koki di pusat makanan itu memahami ciri khas itu sehingga tidak kuatir bereksperimen dengan rasa lainnya. Sementara  koki di Belanda hanya belajar dari resep-resep yang ada atau dari youtube, tapi tidak memahami rasa-rasa apa saja yang tidak boleh hilang dari masakan itu. Hasilnya, mereka tidak mampu berkreasi terlalu jauh karena kuatir makanan mereka tidak lagi disebut Sate Madura atau Rica Manado.

Sama dengan orang Farisi di bacaan pertama. Ia tidak melekat kepada sumber kehidupan yaitu Yesus. Ia kuatir kehilangan kekhasan yang akan membuatnya masuk ke Kerajaan Surga. Oleh karenanya ia hanya bertahan kepada apa yang telah diketahuinya: hukum Taurat dan kewajiban bersunat. Sementara Paulus dan Barnabas adalah orang-orang yang melekat pada Yesus seperti ranting anggur dan pokoknya. Mereka tidak kuatir tentang hal-hal teknis itu. Fokus mereka adalah pewartaan kabar sukacita di mana pun mereka berada. Demikianlah kita perlu seperti Paulus dan Barnabas, melekat erat pada sang Pokok Anggur sejati, agar kita tidak kuatir pada hal-hal tambahan, melainkan fokus pada yang utama: Kerajaan Allah bagi seluruh manusia.



-------------------
Rabu, 17 Mei 2017
Rabu Pekan Paskah V
Bacaan Pertama:Kis 15:1-6
Mazmur: Mzm 122:1-2.3-4a.4b-5
Bacaan Injil: Yoh 15:1-8

Thursday, May 11, 2017

Mendapat Peta Jalan yang Benar

Kalau kita melakukan perjalanan ke tempat yang belum kita kenal, maka kita akan mencari sebanyak-banyaknya petunjuk yang bisa mengarahkan kita untuk bisa sampai pada akhirnya ke tempat tujuan kita itu. Jika salah-salah petunjuk, kita bisa tersesat bahkan bisa semakin jauh sampai tempat tujuan.

Demikian pula tujuan hidup kita pada akhirnya yaitu untuk bisa sampai pada Rumah Bapa di surga. Itulah tujuan perjalanan hidup rohani kita. Sama seperti ketika kita mencari jalan untuk bisa menemukan tempat tujuan kita yang belum kita kenal itu, maka kita perlu mencari sebanyak-banyaknya petunjuk jalan. Maka, untuk sampai ke rumah Bapa di surga, kita juga harus mencari petunjuk sebanyak-banyaknya, dan kitab suci adalah sumber penunjuk jalan kita, sebagai kompas kita sehingga kita mendapat petunjuk dalam melakukan perbuatan  hal-hal yg dibenarkan oleh Bapa, sebagai pembuka jalan.


Benar kata pepatah, banyak jalan menuju Roma ketika kita mencari jalan dan alamat di dunia, tetapi untuk bisa sampai kepada kehidupan kekal, hanyalah melalui Tuhan Yesus sendiri. Karena dengan tegas Yesus mengatakan bahwa, hanya Dialah jalan kebenaran dan hidup untuk bisa sampai ke rumah Bapa di surga. Jadi, berhati-hatilah dalam mencari  jalan hidup yang benar. Tuhan memberkati.
--------------------------
Sabtu, 12 Mei 2017
Sabtu Pekan Biasa
Bacaan 1: Kis 13: 26-33
Bacaan Injil: Yoh 14: 6

Tuesday, May 9, 2017

Menunaikan Tugas Sebagai Pewarta

Setiap orang yang hidup tentu mempunyai tugas. Tugas anak-anak adalah belajar. Tugas kepala keluarga adalah menafkahi keluarga dan memberikan keamanan jiwa dan raga. Tugas seorang istri adalah menghormati suaminya dan menjadikan rumahnya tempat yang nyaman. Tugas orangtua adalah mendidik anaknya. Tugas bawahan adalah melaksanakan pekerjaannya, dan tugas atasan adalah memimpin dengan teladan. Selain dari tugas-tugas duniawi ini kita pun memiliki tugas sebagai anak Allah yakni memberitakan FirmanNya. Tugas setiap orang didefinisikan oleh orang lain yang memiliki otoritas. Tugas anak didefinisikan/ ditentukan oleh orangtuanya. Tugas orangtua ditentukan oleh lingkungannya. Dan tugas sebagai anak Allah ditentukan oleh Allah sendiri.

Kita lihat di dalam Bacaan pertama dan Bacaan Injil, Saulus, Barnabas, bahkan Yesus sendiri memiliki tugas yang sama di dunia, yakni mewartakan Firman Allah. Caranya dan tempatnya memang berbeda. Saulus dan Barnabas ditugaskan merasul di tempat-tempat yang jauh, sementara Yesus mewarta dengan fokus kepada bangsa Israel di sekitar Yerusalem dan Galilea. Ada banyak perbedaan antara cara Yesus dan Saulus dan Barnabas dalam melaksanakan tugas pewartaan yang dapat dipelajari lebih lanjut di dalam Kitab Suci. Namun untuk renungan ini cukuplah kita memahami bahwa tugas pewartaan dapat dilaksanakan dalam berbagai cara, di berbagai tempat, kepada berbagai orang.

Suatu tugas tentunya memiliki hasil yang diharapkan dari pelaksanaan tugas itu. Ketika tugas kita adalah belajar, tentu yang diharapkan adalah kelulusan. Sebagai orang tua yang mendidik anak, tentu diharapkan anak yang dewasa dengan baik dan dapat berkarya bagi Tuhan dan negara. Ketika kita bekerja, tentu kita ingin agar pekerjaan kita berhasil. Dan seterusnya. Bagaimana dengan tugas pewartaan? Tentu kita ingin agar pewartaan kita didengar orang dan orang beriman karena pewartaan kita. Namun Yesus mengingatkan bahwa tugas kita adalah mewartakan, namun orang menjadi percaya bukan karena kita melainkan karena Dia yang mengutus kita. Bila mereka tidak percaya kepada pewartaan kita, maka bukan kita yang boleh menghakimi melainkan Firman Allah. Bila mereka tidak mendengarkan, kita pun tidak dihakimi karena hasil dari tugas kita adalah kita yang melaksanakan. Dalam perikop Saulus dan Barnabas, tidak dikisahkan mengenai perubahan iman  orang di daerah Salamis. Artinya penulis tidak kuatir tentang hal itu, namun penulis mengisahkan bahwa Saulus dan Barnabas langsung berangkat setelah diutus Roh Kudus dan didoakan jemaat.

Marilah kita merenung akan hidup kita sendiri dan tugas yang telah ditentukan Allah bagi kita. Apakah kita sedang mewartakan Firman Allah? Bagaimana kita mewartakannya? Kepada siapa kita mewartakannya? Di mana kita mewartakannya? Apakah kita kecewa dengan hasil yang rasanya sedikit sekali? Apakah kita berlambat-lambat dalam melaksanakan tugas kita? Apakah Roh Kudus memiliki tugas khusus bagi kita? Apakah kita telah melaksanakan tugas  itu, bila belum mengapa? Mari melaksanakan tugas perutusan kita sebagai anak Allah.


-----------------------
Rabu, 10 Mei 2017
Rabu Pekan Paskah IV
Bacaan Pertama: Kis 12:24-13:5a
Mzm 67:2-3.5.6.8
Bacaan Injil: Yoh 12:44-50

Thursday, May 4, 2017

Pertobatan Menjadikan Kita Pewarta

Pertobatan Saulus begitu unik, dari seorang yg mati-matian mengejar para pengikut Kristus dan menganiaya mereka, tiba-tiba karena perjumpaan yang ajaib secara langsung dengan Kristus menjadikannya bertobat.

Saulus melihat kemulyaan Kristus yang memancarkan cahaya kemilau yang luar biasa. Tapi walaupun cahayaNya melampaui terang matahari Kristus, tetap menyapanya dengan kelembutan. Bukan seperti layaknya seorang yang sudah dihina dan dijahati, tapi sama seperti ia menyapa murid-muridNya yang lain, dengan kelembutan, "Saulus, Saulus mengapa engkau menganiaya Aku".
Sesungguhnya pertobatan Saulus tidak serta merta seperti keajaiban saat Kristus hadir menghampirinya, tetapi sesungguhnya pertobatnnya mengalami fase-fase. 

Fase pertama yaitu Saulus tahu tentang Yesus khususnya melalui Stefanus. Saulus pernah mendengar tentang Yesus dari Stefanus bahwa Kristus telah bangkit dari antara orang mati  dan kini duduk disebelah kanan Allah Bapa. Saulus pernah mendengar tentang Kristus tapi tidak mengenalNya.

Fase kedua yaitu  Saulus menjadi insyaf akan dosa  ketika Yesus berbicara dan Saulus jatuh tersungkur ke tanah. Saulus gemetar dan ketakutan sampai akhirnya buta. Itu menggerakkan hatinya untuk bertobat melalui doa dan puasa selama 3 hari dalam kegelapan.  Ia menyadari yang dijumpainya sungguh manusia yang sebelumnya telah mati, yaitu  Kristus.


Fase ketiga adalah fase dimana Saulus yg menjadi Paulus, memperoleh kelahiran baru. Setelah 3 minggu menangis meratapi dosa-dosanya, berdoa dan berpuasa, Paulus menerima Roh Kudus dan dilahirkan baru. Seketika itu pula matanya dapat melihat. Pertobatan membawa pada kesembuhannya. Fase selanjutnya adalah bahwa Paulus memiliki tujuan baru dalam hidupnya yaitu bekerja dan melayani Kristus. Paulus adalah teladan orang bertobat, bagi semua orang yang percaya akan Kristus.

Pertemuan Kristus dengan Saulus memberi gambaran bahwa Tuhan merencanakan semua orang untuk mendapat kesempatan mendengarkan injil. (Saulus mendengar tentang Kristus diantaranya melalui Stefanus). Tetapi, untuk jadi perpanjangan  tangan Tuhan, kita harus mengalami pertobatan dan dibenarkan dahulu, sehingga kita beroleh hidup baru. Dan pada akhirnya kita dibolehkan dan dimampukan memberitakan kabar sukacita Tuhan.


Pertobatan menjadi kunci, pertobatan memainkan peran penting dalam pewartaan  injil sebagai kabar sukacita. Mari kita ikuti jejak pertobatan Saulus  supaya kita layak ambil bagian dalam memberitakan kabar sukacita.

Tuesday, May 2, 2017

Membangkitkan Iman


Mari kita merenungkan kata Percaya. Bagaimana menjadi percaya. Dalam bacaan pertama Rasul Paulus mengetengahkan bahwa kita percaya karena 4 hal:
(1) karena hal tersebut (kedatangan, wafat dan kebangkitan) sudah dituliskan dalam Kitab Suci berabad-abad sebelumya
(2) karena melihat (Yesus yang menampakkan diri) kepada pemimpin murid (Kefas)
(3) karena melihat (Yesus yang menampakkan diri) kepada teman-teman sendiri, yaitu para murid
(4) karena telah ada sejumlah besar saksi yang melihat Yesus yang bangkit.

Sementara itu Yesus juga berbicara mengenai hal percaya. Dalam bacaan Injil Ia menekankan percaya bahwa Bapa di dalamNya dan Dia di dalam Bapa dengan 2 cara:
(1) setelah hidup bersama-sama dengan Yesus
(2) karena pekerjaan-pekerjaan yang dilakukanNya.

Dari sini kita dapat menimba pemahaman bahwa ketika kita ingin mewartakan Yesus yang kita imani dan berada di dalam kita, maka ada beberapa cara yang dapat kita lakukan:
(1) menerangkan Kitab Suci
(2) berharap bahwa Yesus menampakkan diri sendiri kepada orang tersebut atau orang yang dipercayai olehnya atau kepada teman-temannya
(3) berharap bahwa Yesus menampakkan diri pada sejumlah besar orang, seperti foto-foto yang sering menampakkan awan bergambar Yesus
(4) hidup bersama�sama orang itu dan melakukan pekerjaan yang mencerminkan Yesus yang hidup dalam kita.

Mari kita mewartakan rasa percaya kita pada Yesus pada semua orang yang kita temui.


----------------------
Rabu, 3 Mei 2017
Pesta S. Filipus dan Yakobus, Rasul
Bacaan Pertama: 1Kor 15:1-8
MT: Mzm 19:2-3.4-5
Bacaan Injil: Yoh 14:6-14

Recent Post