Latest News

Monday, January 30, 2012

Dosa yang Tak Jauh dari Kita

Malam itu aku bermimpi, ajalku datang tiba-tiba dan aku berada di depan pintu surga. Malaikat Gabriel datang menghampiri dan dia bertanya: "Apa dosamu sahabat?"

Aku tergagap tak berani menjawab. Aku ingin katakan bahwa aku sudah berusaha supaya tidak berdosa, tapi kutahu manusia pasti berdosa. Malaikat tersenyum dan ia menunjuk ke sebuah titik nun jauh di sana.

Tiba-tiba sebuah kilasan hidupku muncul bagaikan film yang diputar ulang. Aku sedang terlihat aktif mengajar anak-anak BIA, aku terlihat ngopeni orang tua di panti jompo. Aku tertawa, semuanya itu tampak baik bagiku.

Kemudian kilasan lain muncul di hadapanku. Saudara kembarku sedang sedih dan aku melengos dari hadapannya. Ku teringkat bahwa itu saat dia gagal ujian masuk universitas bagus, sementara aku lulus. Itu saat kesombongan muncul di hati yang menjelma jadi kata-kata: "Sukurin, siapa suruh ga rajin belajar."

Lalu muncul lagi film berikut, adikku yang bandel kecelakaan motor dan masuk rumah sakit. Mama dan papa sedang berdoa dan menangis, tapi aku menolak untuk berdoa bersama mereka. Kataku dalam hati: "Adikku itu dihukum atas dosa-dosanya, selalu buat sedih mama papa, sering buat malu aku. Ngapain aku doain dia? Kan Tuhan sendiri yang sedang bekerja."

Aku terkejut ketika memalingkan wajahku pada malaikat. Ia yang tadi tersenyum kini terlihat sangat sedih.

Lalu muncul lagi kilasan berikut. Adikku bertobat setelah sadar dari komanya. Dia kini mulai pelayanan dimana-mana. Tapi tiap kali dia mengajakku pelayanan, aku menolak. Aku malu bersamanya, ex pencandu dan penderita HIV. Dia terlihat gembira, tapi kataku dalam hati: "Coba kita lihat, berapa lama dia bisa bertahan tidak pake narkoba."

Kata Malaikat padaku: "Sahabat, bagaimana bisa kamu bilang kamu mengasihi Tuhan? Sedang saudaramu saja tidak mampu kamu kasihi dengan segenap hati jiwa dan ragamu?"

Tersadarlah aku akan semua kedegilan hatiku. Aku tidak bisa meniru sedikitpun cinta Tuhan padaku padahal Dia sudah mati bagiku. Aku terbangun dari mimpi, mendapati diriku menangis, menyesali semua pikiran dan kata-kataku yang mengingkari cinta pada saudaraku sendiri.

Teman, Tuhan Yesus sendiri berkata bagaimana kamu bisa mengasihiKu sedang mengasihi saudaramu saja kamu tidak mampu.

Kalau ada saudaramu yang sering membuatmu marah dan sakit hati, berdoalah tiap malam pada Tuhan: "Tuhan, ampunilah dia dan bimbinglah aku agar dapat mengampuni dia." Kalau perlu minta maaflah padanya karena kata-katamu yang mungkin menyakitinya dan pikiranmu yang jahat selama ini.

Kesombonganku, kekerasan hatiku, kebencianku, ambillah semuanya itu Tuhan, supaya aku dapat menyambutmu.

Sumber: http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Harga Diri yang Tak Dapat Dibeli

Setiap pagi aku berangkat kerja naik motor melalui jalan-jalan sempit di perumahan rakyat - perumahan yang jalanannya hanya dapat dilewati oleh 2 motor berdampingan yang salah satunya harus berhenti. Tentunya jalanan di situ tidak mulus seperti di jalan Thamrin tapi diwarnai dengan banyak lembah dan bukit. Dan setiap pagi aku selalu bertemu dengan seorang lelaki muda yang menggunakan kursi roda. Lelaki itu sungguh membuatku makin kuat dalam iman.

Lelaki muda itu bertubuh ramping, selalu berpakaian rapi - kemeja dan celana bahan. Di belakang kursi rodanya ada sebuah backpack tergantung. Setiap kali dia mendengar ada motor hendak lewat, dia selalu minggir dan memberikan jalan. Aku sering memperhatikannya mendorong kursi rodanya melewati polisi tidur yang sulit, dan batu-batu yang membuat roda tergelincir. Lelaki itu tidak pernah menyerah.

Satu kali, ketika aku hendak melewatinya, aku menyempatkan diri melihat wajahnya. Wajahnya tenang, tidak memperlihatkan kemarahan akan kondisinya yang terbatas itu. Ketika aku mengucapkan terima kasih, dia menjawab dengan tenang, "Ya". Dan begitu aku melewatinya, dia kembali menggulirkan kursi roda itu seakan-akan tidak ada sesuatu yang berbeda antara dia dan aku, kecuali bahwa kendaraannya punya sandaran sementara punyaku tidak.

Yang mengherankan bagiku pertama kali adalah aku tak pernah merasa kasihan padanya bahkan ketika aku hanya melihat punggungnya saja. Yang kurasakan hanya satu: Hormat. Aku hormat padanya, aku menghargai dia sebagai manusia yang siap menggunakan semua yang diberikan kepadanya termasuk kursi rodanya.

Padahal begitu sering aku merasa prihatin sama orang yang duduk di kursi roda, betapa sering aku ingin mengulurkan tangan untuk mendorongkan atau memberinya sesuatu untuk dimakan atau berupa uang. Tapi lelaki ini, tidak satupun dari dia yang menyatakan ia ingin dikasihani. Tidak pula tampak rasa kesombongan atau rasa gengsi darinya. Yang ada hanyalah penerimaan bahwa dia demikian adanya.

Kenapa kukatakan bahwa aku menjadi lebih beriman karena melihat lelaki itu? Karena setiap kali melihatnya, terngiang di hatiku:
"Tuhan adalah Gembalaku, takkan kekurangan aku." - Mzm 23:1
Tidakkah di dalam diri lelaki itu, ayat ini menjadi sempurna? Siapakah manusia sehingga dia dapat mengatakan bahwa lelaki itu kekurangan kaki? Dia pun tidak mengatakan bahwa itu adalah kekurangan melainkan sesuatu yang dapat dijadikannya indah untuk kemuliaan Tuhan.

Terpujilah Dia selama-lamanya, Dia yang mampu menyentuh hati setiap jemaatNya melalui berbagai hal.

Sumber: http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Tuesday, January 10, 2012

Kupersembahkan Tidurku untukMu, Tuhan

Kemarin anak-anak BIA dan orangtuanya ditanyain, "Kalau bayi Yesus lahir pada hari ini dan bukan 2000 tahun silam, apa yang akan diberikan kepada Bayi Yesus?" Tiga Raja yang kita rayakan barusan memberikan mur, kemenyan dan emas, lambang kekayaan dan kemuliaan pada saat itu.  Beberapa menjawab "hati", beberapa menjawab "anak-anak", dan beberapa menjawab "senyum".

Pertanyaan untuk anak-anak ini membuatku berpikir. Apa yang harus kuberikan pada bayi Yesus kalau Dia sungguh lahir pada hari ini. Aku ingin memberi yang terbaik dari diriku, namun belum kutemukan.

Aku tidak ingin memberikan hatiku, karena aku tahu hatiku sering ternoda oleh kedengkian, kemarahan, kebohongan. Aku juga tidak ingin memberikan kekayaan karena aku tidak kaya dan aku malu bila aku harus memberi kekayaanku. Aku juga tidak ingin memberikan senyumku karena walaupun senyumku tulus aku tidak merasa itu yang terbaik.

Lalu jawaban itu muncul. Aku ingin memberikan "tidur"ku. Orang bilang aku tukang tidur. Tapi aku tahu bahwa Tuhan memberikanku talenta melalui tidur. Dalam tidur aku dapat menghapus kekuatiranku ketika pesawat yang kutumpangi melewati mata badai. Dalam tidur aku dapat memecahkan persoalan matematika untuk menghadapi ujian masuk. Setelah tidur aku mampu menghapus kemarahanku pada orang lain. Dan dalam tidur, aku mampu menemukan harapan baru.

Menyadari bahwa tidur merupakan suatu talenta bagiku, maka aku dapat melakukan segala hal bahkan yang ku tahu akan membuatku marah, capek, putus asa. Karena, begitu aku bangun tidur, semua kemarahan, kelelahan dan keputusasaan akan hilang dan aku mendapat hari yang baru. 

Yesus berkata: "Karena setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya." - Mat 25:29

Teman, apapun yang kau miliki adalah milik Tuhan. Temukanlah segala sesuatu yang indah yang dapat kauhasilkan dari talenta yang telah diberikan kepadamu. Jangan membatasi pikiran bahwa kepintaran, kekayaan dan kesehatan adalah talenta-talenta yang diberikan Tuhan. Begitu banyak hal yang dapat menjadi talentamu.

Maka temukanlah setiap talenta yang telah diberikanNya padamu, syukurilah, gunakanlah, dan persembahkanlah kepada Yesus. Jangan sampai Dia menemukanmu belum menyadari talenta yang telah diberikan kepadamu dan akhirnya Dia akan mengambilnya daripadamu.


source: http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Recent Post