
Di tengah-tengah kondisi kuatir bahwa malam akan datang dan kita terombang ambing di tengah laut tanpa lampu dan kesempatan untuk diselamatkan, maka kami pun berdoa agar para malaikat menyelamatkan kami. Tak lama sebuah speedboat datang mendekat dan menunjukkan jalannya pada kami. Tapi karena tukang perahu kami tidak bisa menyusul speedboat yang kecepatannya tinggi itu, maka kami kembali tersesat. Untunglah Tuhan mendengarkan doa kami dan speedboat yang sama berputar dan memperlambat jalannya agar kami dapat mengikutinya sampai tujuan dengan selamat. Sesampainya kami di tujuan, rasa lega luar biasa kami lepaskan lewat doa syukur dan tawa bahagia.
Di jaman Yusuf, saudara-saudara Yusuf merasa kuatir bahwa mereka akan kelaparan sampai mati bersama keluarga mereka, termasuk ayah mereka, Yakub dan adik mereka, Benyamin. Di satu sisi mereka pun menyadari bahwa kondisi itu adalah kesalahan mereka sendiri yang telah menumpahkan darah Yusuf. Mereka memberanikan diri masuk tanah yang asing bagi mereka untuk memohon makanan, tapi penguasa tanah tersebut malah menghukum mereka. Bagaimana kira-kira perasaan mereka? Tentu bingung, takut, sedih.
Setiap manusia tentu mengalami saat dimana mereka merasa tersesat. Seringkali di dalam jalan yang salah itu mereka pun merasa lapar. Baik lapar jasmani maupun lapar rohani. Tapi rasa yang muncul adalah sama, keinginan untuk segera menemukan tempat yang dikenal, yang nyaman, yang dituju. Memahami perasaan tidak nyaman itulah Tuhan Yesus mengutus murid-muridNya untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah, tempat yang nyaman itu, tujuan hidup semua orang, sudah dekat.
-----------------
Bacaan Liturgi 12 Juli 2017
Rabu Pekan Biasa XIV
Bacaan Pertama: Kej 41:55-57;42:5-7a.17-24a
Bacaan Injil: Mat 10:1-7
No comments:
Post a Comment