Tetapi jikalau orang fasik bertobat dari segala dosa yang dilakukannya dan berpegang pada segala ketetapan-Ku serta melakukan keadilan dan kebenaran, ia pasti hidup, ia tidak akan mati.
Segala durhaka yang dibuatnya tidak akan diingat-ingat lagi terhadap dia; ia akan hidup karena kebenaran yang dilakukannya.
Bagaimana Anda merespon sesuatu atau seseorang yang berbeda dengan Anda? Kesal? Marah? Biasa saja? Ngambek?
Dari kecil kita sudah melihat semua orang berbeda, baik dari pemikiran, sikap, keinginan, bahkan kepercayaan. Kita pengen pizza, adik kita pengen kue. Kita mau main, guru menyuruh belajar. Kita suka sama si A, oraangtua lebih menyukai si B. Perbedaan-perbedaan itu menyulitkan. Kita harus terus berkompromi, merendahkan hati, mengalah, mendesak, mengorbankan sesuatu. Perbedaan antar manusia adalah sumber dari segala konflik di dunia ini.
Memahami bahwa perbedaan adalah sumber konflik, ketidakbahagiaan dan pada akhirnya berujung pada kebinasaan, maka Allah membuka seluas-luasnya pintu pengampunan. Di dalam bacaan pertama Allah menegur mereka yang menginginkan orang fasik binasa. Di dalam Injil, Yesus menegur mereka yang sering mengata-ngatai: Kafir! Jahil! Pada sesamanya. Semangat dari Bapa dan Putra ini adalah sama: Terimalah perbedaan, mohonlah pengampunan, perolehlah kedamaian.
Dengan semangat yang sama, Bapa Suci Paus Fransiskus I berpesan:
Tidak ada keluarga yang sempurna.
Kita tidak punya orang tua yang sempurna,
kita tidak sempurna,
tidak menikah dgn orang yg sempurna,
kita juga tidak memiliki anak yang sempurna.
Kita memiliki keluhan tentang satu sama lain.
Kita kecewa dengan satu sama lain.
Oleh karena itu,
tidak ada pernikahan yang sehat
atau keluarga yang sehat tanpa olah pengampunan.
Pengampunan adalah
penting untuk kesehatan emosional kita
dan kelangsungan hidup spiritual.
Tanpa pengampunan
keluarga menjadi
sebuah teater konflik &
benteng keluhan.
Tanpa pengampunan
keluarga menjadi sakit.
Pengampunan adalah
sterilisasi jiwa,
penjernihan pikiran &
pembebasan hati.
Siapa pun
yang tidak memaafkan
tidak memiliki ketenangan jiwa & persekutuan dengan Allah.
Rasa sakit adalah
racun yg meracuni & membunuh.
Mempertahankan luka hati adalah
tindakan merusak diri sendiri.
Ini adalah Autofagi.
Dia yang tidak memaafkan
memuakkan fisik, emosional dan spiritual.
Itulah sebabnya
keluarga harus menjadi
tempat kehidupan &
bukan tempat kematian;
sebuah tempat penyembuhan
bukan tempat penuh dgn penyakit;
sebuah panggung pengampunan dan
bukan panggung rasa bersalah.
Pengampunan
membawa sukacita
sedangkan kesedihan
membuat hati luka.
Dan pengampunan
membawa penyembuhan,
sedangkan rasa sakit
menyebabkan penyakit.
Jumat 10 Maret 2017
Bacaan 1: Yeh 18:21-28
MT: Mzm 130: 1-4, 6-8
Injil: Mat 5:20-26
No comments:
Post a Comment