Latest News

Wednesday, August 31, 2011

Iman yang bebas dan Membebaskan


Ada seekor burung gagak yang  sukanya hanya meniru-niru semua hewan-hewan yang ada di hutan. Burung gagak itu paling suka meniru induk burung gereja yang bersarang di pohon di dekatnya. Ketika induk burung berkata pada anak-anaknya, �ayo belajar terbang...�, maka si burung gagak pun berteriak-teriak, �AYO BELAJAR TERBANG...!�

Suatu hari seekor harimau terlihat menerobos semak-semak di hutan itu. Induk burung gereja itu pun langsung berteriak-teriak, �Hati-hati.... hati-hati.... ada harimau, ada harimau.� Mendengar itu burung gagak pun langsung meniru-niru, �Hati-hati... hati-hati... ada harimau, ada harimau.�

Burung hantu bijaksana yang mendengar teriakan kedua burung itu segera bertanya, �Hai induk burung gereja, harimau itu ada di tanah, kenapa kamu teriak-teriak begitu. Kan kamu bisa terbang?�

Induk burung gereja menjawab, �Iya, aku bisa terbang, tapi sarang anak-anakku bisa terjatuh kalau harimau itu mendorong pohon itu. Dan anak-anakku tidak bisa terbang.�

Lalu si burung hantu berpaling ke burung gagak, �Dan kau burung gagak, kenapa kau teriak-teriak? Kan kau tidak punya anak-anak yang kaulindungi, dan kau bisa terbang melarikan diri dari harimau?�

Burung gagak celingukan mencari jawaban yang pas, dan si burung hantu melihat kebingungan lalu mentertawakan kebodohan burung gagak.  

Teman-teman, iman tentang Tuhan Allah kita bukanlah iman yang meniru. Bukan dengan mengikuti apa kata Pastor atau ketua wilayah atau bahkan orang tua kita, tapi dengan merenungkan sendiri apa yang dikatakan oleh Kitab Suci dan yang kita alami dalam hidup kita. Tidak seperti burung gagak pada cerita di atas yang hanya meniru perkataan hewan lain tanpa mengetahui buat apa dia sendiri berkata-kata demikian.

Tuhan tidak ingin kita hanya meniru apa yang dikatakan orangtua kita bahwa Tuhan itu baik. Tapi Tuhan ingin kita mengalami sendiri bahwa Tuhan itu baik dan menceritakan pada orang lain versi kita sendiri tentang kebaikan Tuhan.

Iman itu bebas. Dalam Katekismus Agama Katholik dinyatakan bahwa tak seorang pun boleh dipaksa melawan kemauannya sendiri untuk memeluk iman. Allah memanggil manusia untuk mengabdi diriNya dalam berbagai cara. Ada cara-cara yang langsung menyentuh dan menyentak, ada pula yang perlahan-lahan dan lembut.

Aku memilih untuk beriman Katholik, beriman melalui dan dalam Tuhan Yesus. Tapi ketika aku memilih, aku tidak memiliki pengetahuan tentang Bapa dan Yesus, aku pun tidak memiliki pengetahuan tentang Katholik dan imannya. Tapi dengan memilih, lalu aku belajar dan makin lama aku pun memahami dan mencintai seluruh aspek dalam agama Katholik. Apa yang kutemukan jauh berbeda dengan yang saudara-saudaraku temukan walaupun mereka sudah lebih dulu belajar Katholik.

Aku memiliki seorang teman yang menikah dengan orang beragama lain. Ia pun memilih untuk memeluk agama suaminya. Konsekuensi dari pilihannya itu adalah ia belajar dan menemukan berbagai hal yang jauh berbeda dari iman suaminya, walaupun agamanya sama.  

Iman itu bebas dan membebaskan. Ia bebas untuk dipilih atau tidak dipilih. Namun ketika iman sudah dipilih, maka ia membebaskan kita. Kita bebas untuk memuji Tuhan, kita bebas untuk memohon ampun kepadaNya, kita bebas untuk mengungkapkan rasa hati kita padaNya.

Waktu aku belum memilih imanku, aku sering merasa berdosa untuk mengungkapkan permohonanku padaNya. Terlintas pada pikiranku, �percaya saja tidak, buat apa aku meminta?� Kini dengan imanku, aku bebas untuk meminta dan berharap bahwa Dia selalu mendengarkan dan mengabulkan permohonanku sesulit apapun itu.

Dengan iman, kita juga bebas untuk melihat segala sesuatu dan bertanya kepada Sang Pencipta, �Kenapa semua ini diciptakan sedemikian rupa?� Dan kita pun bebas untuk mencari jawabannya. Satu hal yang selalu kupikirkan adalah: �Apakah benar Tuhan Ada dan apa buktinya?� selalu menggangguku. Dan respon orang bahwa pertanyaan tersebut adalah dosa kepada Tuhan akan membuatku marah.

Menurutku, iman yang kupilih membebaskanku untuk menanyakan itu kepada Tuhan sendiri, dan sampai sekarang pun Tuhan tetap memberikan jawabanNya kepadaku. Santo Agustinus mempertanyakan keberadaan Tuhan dan akhirnya ia malah mendapatkan jawaban yang jauh lebih baik daripada yang kita dapatkan sekarang. Tuhan baik menurutku, karena Ia selalu membebaskan kita untuk mencariNya dalam berbagai cara.

Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan � 2 Ptr 1:5

Monday, August 22, 2011

Iman yang Dipahami

Dalam renungan sebelumnya, aku telah mensharingkan pengalamanku menemukan bahwa iman adalah sesuatu keputusan yang harus kubuat. Santo Tomas Aquinas menyatakan dengan sangat tepat tentang iman: Iman adalah satu kegiatan akal budi yang menerima kebenaran ilahi atas perintah kehendak yang digerakkan oleh Allah dengan perantaraan rahmat.

Kini aku ingin mensharingkan tentang iman yang dipahami yaitu iman akan Tuhan yang kita kenali dan pahami pribadiNya.

Sejak SMA aku selalu bergulat tentang bagaimana kasih Tuhan bahkan bagi orang-orang yang berdosa. Aku sering memberikan paradoks ini kepada teman-teman diskusiku:

Bapak Amir adalah seorang suci, selalu menaati perintah Tuhan dan pergi ke gereja setiap minggu. Bapak Bondi adalah seorang penjahat yang kerjanya menipu, berjudi, dan kadang membunuh. Suatu hari Bapak Bondi membunuh istri dan anak Bapak Amir secara kejam sehingga Bapak Amir mempertanyakan keadilan dan kasih Tuhan pada dirinya. Pada saat ajal keduanya tiba tidak lama setelah kejadian pembunuhan, Bapak Amir meninggal sebagai orang yang menyimpan dendam dan ketidakpercayaan pada Tuhan, sementara Bapak Bondi bertobat menjelang ajal (tanpa sempat dibaptis dan didoakan). Yang mana yang masuk surga dan yang mana yang masuk neraka.

Satu ajaran Kristen Protestan menyatakan bahwa bilamana pada saat meninggal seseorang adalah tidak beriman, maka ia akan masuk neraka. Jadi jawaban atas paradoks ini adalah Bapak Bondi masuk neraka dan Bapak Amir masuk surga. Lalu apakah fair menghapus seluruh kebaikan dan kepercayaan yang sudah dilakukan oleh Bapak Amir sebelum pembunuhan terjadi?

Ajaran dari Islam adalah setiap kebaikan dan kejahatan orang akan ditimbang menurut timbangan Yang Maha Adil. Jadi bilamana tabungan kebaikan Bapak Amir banyak sebelum ia menjadi tidak percaya, ia tetap akan masuk surga. Sementara Bapak Bondi akan masuk neraka walaupun ia bertobat.

Bagaimana jawaban ini dapat diterima mengingat Tuhan kita adalah Tuhan yang penuh kasih? Selama SMA dan masa kuliah, pertanyaan ini selalu mengganjal.

Suatu hari di toko buku aku melihat sebuah kitab suci dan aku membalik-balik halamannya tanpa bermaksud apa-apa. Aku sampai kepada kitab Lukas yang bercerita tentang penyaliban Yesus serta kedua penjahat di sisi kiri dan kananNya.


Lalu ia berkata: "Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja."
Kata Yesus kepadanya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus." Luk 23: 42-43

Pada saat itu aku memahami betapa besar cinta kasih Tuhan Yesus. Dia tidak lagi mengingat dosa dan kesalahan seumur hidup. Hukuman atas dosa tidak akan ditanggungkan lagi kepada si penjahat itu walaupun mungkin tak terkira jumlah orang yang sudah ditipu, dirampok, atau dibunuh olehnya. Dia secara spontan menyatakan bahwa orang yang bertobat hari ini juga akan bersama-sama denganNya di dalam Firdaus....tanpa syarat.

Aku langsung teringat kepada ayahku sendiri. Dia keras, sering menghukumku kalau aku nakal, sering menegur dan memarahiku. Tapi tanpa ragu aku yakin bahwa kalau aku melakukan suatu kejahatan dan harus masuk dipenjara, maka ia akan mengambil tempatku dipenjara bahkan bila harus dihukum mati. Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya." Mat 7:11

Aku tidak percaya kepada kasih Allah yang begitu besar karena aku merasa tidak memiliki alasan untuk percaya. Padahal alasan itu sebenarnya selalu ada di depan mata tapi aku belum memutuskan untuk beriman sehingga aku tidak percaya. Tapi kini aku percaya dengan seluruh alasan yang benar yaitu karena aku memahami sesuatu tentang Allah melalui ayat Kitab Suci.

Ini adalah karunia Tuhan yaitu ketika iman tidak bertentangan dengan akalbudi bahkan akalbudi membantu iman untuk makin kuat. Seperti yang dikatakan oleh Santo Tomas Agustinus: "Aku percaya supaya mengerti, dan aku mengerti supaya percaya lebih baik."

Oleh karenanya kita perlu selalu bergumul untuk memahami iman kita melalui bacaan-bacaan Kitab Suci dan meminta agar Roh Kudus memberikan penerangan agar kita memahami Allah melalui bacaan-bacaan itu.


Lalu Ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci. Luk 24:45

Pengertian yang lebih dalam pada gilirannya akan membangkitkan iman yang lebih kuat, iman yang semakin dijiwai oleh cinta.
 

http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Sunday, August 21, 2011

Iman yang Kutemukan

Beberapa waktu yang lalu aku ikut Seminar Hidup Baru Dalam Roh, seringkali disebut SHB atau SHDR, sebuah aktivitas pendalaman cinta Allah dan cinta sharing tentang kasih Allah kepada sesama yang puncaknya adalah sebuah pencurahan roh.

Sejak masa persiapan sebelum SHB aku sudah berdoa pada Tuhan supaya di dalam pencurahan roh yang kali ini aku diberikan kesempatan. Kesempatan untuk merasakan hatiku terbuka serta emosi yang mendalam kepada Tuhan yang berpuncak kepada iman yang teguh dan selalu ingin bersatu denganNya. Seminar aku lewati tanpa bolos, walaupun sempat agak telat karena kerjaan kantor. Sharing pun aku dengarkan dan gunakan dengan sebaik-baiknya.

Pada hari pencurahan roh, aku menunggu dengan deg-degan. Pertanyaan sharing kelompok tentang apa yang ingin kaudapat pada saat pencurahan roh kujawab dengan aku ingin mendapat karunia Roh Kudus, terutama karunia iman. Ketika doa dimulai, puji-pujian dimulai, aku sungguh-sungguh berdoa bahwa Roh Kudus sungguh hadir pada diriku dan akhirnya aku dapat merasakan kemuliaan Tuhan bersama dengan teman-teman seimanku.

Selama sekitar 1 jam pencurahan berjalan, doa terus kunaikkan, puji-pujian terus kuangkat. Tapi tak ada rasa satupun yang lain daripada biasanya. Malah terus terang aku merasa terganggu dengan cara pendoa bernyanyi karena mengganggu konsentrasiku. Sampai akhir pencurahan roh pun aku tidak merasa mendapatkan apa-apa.

Sempat kumengeluh sama Tuhan: "Tuhan, yang kuminta hanyalah Karunia Iman... karunia yang tidak dapat dilihat oleh siapapun juga, karunia yang tidak membuat sombong dan malah sesuatu yang selalu Kauminta." Kekecewaan yang mendalam ini sempat kulontarkan baik kepada kelompokku maupun kepada sahabatku yang sebelum pencurahan roh mendoakan agar aku mendapat karunia, apapun yang kuminta. Dia juga tidak bisa menjawab selain daripada: "iman itu bertumbuh, tidak dapat dirasakan pada saat itu juga."

Semalaman aku gelisah, sampai besok dan lusanya. Aku berulang-ulang memikirkan pertanyaan "Apakah sebenarnya aku beriman?" Karena jujur kalau aku ditanya, "Apakah kau mencintai Tuhan?" Jawabku adalah "tidak tahu". Bagaimana aku mencintai apa yang aku tidak imani ada?

Jawabannya muncul pada saat aku sedang mengemudi motor. Bukan Tuhan yang menentukan aku beriman atau tidak, melainkan aku sendiri yang harus memutuskan. Aku mendapat karunia untuk memutuskan bahwa aku ingin dan akan beriman, maka aku beriman. Karunia itu sudah sejak lama berada di dalam aku bahwa sebelum aku dibaptis dan mungkin sebelum aku dikandung.

Iman bukan sebuah perasaan, bukan sebuah kesempatan, bukan sebuah keinginan. Tapi iman adalah sebuah keputusan yang harus diambil untuk lebih dekat pada Tuhan. Betapa sering aku membaca buku-buku tentang ateisme dan seringkali melihat bagaimana sebuah permasalahan dapat dilihat dengan cara yang begitu berbeda oleh orang beragama dan orang ateis hanya karena landasan yang berbeda dari sebuah keputusan iman.

Yesus sendiri pernah bersabda dalam Lukas 17: 5-6
Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: "Tambahkanlah iman kami!"
Jawab Tuhan: "Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu."

Artinya bahwa Yesus tidak menjawab dengan "baik akan kutambahkan imanmu" tapi "kalau sekiranya kamu punya...." Artinya kepunyaan tersebut tidak ditambah oleh Tuhan sehingga pasti juga tak dapat dikurangi oleh setan. Iman adalah keputusan dan  milik kita sendiri.

Lukas 18:8 - Aku berkata kepadamu: Ia akan segera membenarkan mereka. Akan tetapi, jika Anak Manusia itu datang, adakah Ia mendapati iman di bumi?"

Maka marilah kita menjawab pertanyaan Tuhan Yesus di dalam ayat Lukas di atas ini dengan "YA Tuhan, Kau akan mendapati imanku."


http://nasihatalkitab.blogspot.com/

Recent Post