Latest News

Tuesday, December 26, 2017

Kubur Kosong, Hoax atau Fakta?

Hoax adalah istilah yang sedang beken di media sosial. Hoax artinya kabar yang menyimpang dari realitas. Misalnya ada orang yang dikabarkan jatuh ke gunung berapi yang sedang meletup-letup, ternyata realitasnya adalah orang tersebut jatuh ke danau. Orang yang membuat kabar hoax bisa bertujuan untuk memfitnah orang lain, mengacaukan situasi atau sekedar bersenang-senang. Penerima kabar hoax seringkali melihat hoax itu sebagai kabar yang sebenarnya tanpa melihat bukti yang ada, langsung percaya kepadanya dan mewartakannya kepada orang lain. Akhirnya hoax itu menjadi viral -- sebuah istilah yang berarti dikabarkan kepada banyak orang -- dan menjadi suatu kepercayaan bersama. Bersama-sama, orang yang percaya pada hoax itu adalah suatu komunitas sendiri, yaitu terpisah dari mereka yang tidak percaya.

Bacaan Injil menjelaskan proses untuk menjadi percaya. Apa yang dibutuhkan seseorang untuk menjadi percaya? Kita bisa melihat ini di dalam proses hoax menjadi viral. Seseorang hanya perlu melihat suatu kabar di media sosial dan percaya. Tapi latar belakang kepercayaan itu adalah prasangka dan pemahaman yang telah dibangun sebelumnya. Misalnya, apakah ada orang yang beriman kepada Yesus, melihat video bahwa Yesus membunuh orang, akan percaya begitu saja? Demikian juga kita melihat proses ini pada bacaan Injil. Maria dan kedua murid sama-sama melihat kubur kosong, tapi hanya �murid yang lain� melihat dan percaya. Bagaimana murid yang lain itu langsung percaya? Karena sebelumnya Yesus sudah membukakan pemikiran tentang apa yang akan terjadi kepadaNya. Mengingat hal tersebut, maka murid itu langsung percaya.

Bacaan pertama dimulai dengan kata-kata yang menjelaskan bahwa apa yang dituliskan para penulis bukan hoax. Para penulis telah melihatnya sendiri, merabanya sendiri, yaitu Firman yang Hidup. Mereka berharap bahwa tulisan itu akan menjadi viral lewat pemberitaan semua orang, dan pada akhirnya menjadi suatu persekutuan, yaitu persekutuan orang-orang yang beriman kepada Firman yang Hidup dan kepada hidup yang kekal. Mari kita bersekutu pada orang-orang yang percaya pada Yesus, bukan pada komunitas yang percaya hoax-hoax.


-----------------------
Bacaan Liturgi 27 Desember 2017
Pesta S. Yohanes, Rasul dan Pengarang Injil
Bacaan Pertama: 1Yoh 1:1-4

Bacaan Injil: Yoh 20:2-8

Friday, December 22, 2017

Kelahiran yang Membawa Sukacita

Hari ini kedua bacaan bercerita tentang kelahiran yang dinanti-nantikan. Kelahiran yang pertama, yaitu kelahiran Samuel telah dinantikan lama oleh ibunya yang sudah tua. Kelahirannya disambut dengan sukacita sebab kelahirannya membawa kebebasan kepada ibunya dari rasa hina dan malu.

Kelahiran kedua yaitu kelahiran Yesus oleh Bunda Maria juga merupakan kelahiran yang dinanti-nantikan. Tapi penantian itu bukan oleh ibunya yang tentu tidak menduga bahwa ialah yang akan mengandung, melainkan dinantikan oleh seluruh Bangsa Israel. Kelahirannya diharapkan akan menghapus noda malu dan hina yang diderita oleh Bangsa Israel yang saat itu sedang dijajah Bangsa Romawi.

Setiap kelahiran adalah rahmat dari Allah, dan tiap kelahiran seharusnya mendatangkan sukacita dan pembebasan. Namun masih banyak kelahiran-kelahiran yang tidak diharapkan" di dunia  ini, kelahiran-kelahiran yang tidak dinantikan, tidak membebaskan dan dirasa tidak mendatangkan rahmat bagi orang-orang disekitarnya. Karenanya kini makin maraklah kasus-kasus aborsi, pembunuhan dan penyiksaan anak, bahkan bunuh diri.

Maka marilah kita berdoa bagi anak-anak yang sendirian dan kesepian di dunia ini, yang keberadaannya terasa tidak menyukakan hati orang-orang di sekitarnya. Ingatlah bahwa anak-anak itu mungkin adalah saya dan anda atau mungkin juga orang terdekat kita. Semoga hati kita terbuka bagi anak-anak ini dan tangan kita terulur pada mereka supaya mereka tahu, mereka dinanti dan mereka adalah rahmat Allah sendiri, dan melalui mereka  Allah menganugerahi rahmat dan sukacita.

--------------------
Bacaan Liturgi Jumat, 22 Desember 2017
Hari Biasa Khusus Adven
Bacaan 1: 1 Sam 1:24-28
Luk 1:46-56

Tuesday, December 19, 2017

Misa Mitoni dan Pertanda Sebuah Janji

Sepasang suami istri yang sudah menikah lebih dari 3 tahun akhirnya menantikan hadirnya seorang putri. Untuk merayakannya, mereka mengadakan misa mitoni (nujuh bulanan). Sukacita keluarga, bukan hanya calon orangtua namun juga seluruh keluarga besar, sangatlah terasa dalam perayaan itu. Sukacita itupun ditularkan oleh keluarga besar kepada seluruh undangan. Setelah misa, pasutri itu sharing bagaimana mereka berusaha untuk mendapatkan anak, dan akhirnya kabar gembira didapat setelah mengikuti Kursus Evangelisasi Pribadi (KEP). Setelah menerima kabar itu, kedua suami istri terus melayani di paroki secara intensif sebagai ungkapan syukur atas titipan Allah, walaupun banyak saran agar sang istri beristirahat cukup supaya kondisi pada persalinan kuat dan sehat. Mereka memandang bahwa kabar gembira yang muncul pada saat penutupan KEP itu adalah pertanda bahwa Allah memberkati kehamilan tersebut dan akan melindungi anak yang dikandung sampai persalinan dan sampai dewasa.

Dari perasaan syukur yang dirasakan di dalam misa itu, kita bisa membayangkan sukacita yang terjadi dalam hati Maria, walaupun mungkin sukacita itu diiringi dengan kekuatiran. Sukacita itu masih ditambah oleh kabar bahwa saudarinya Elizabeth pun juga sedang mengandung. Maria memandang pertanda-pertanda itu sebagai bukti janji Allah padanya, yaitu bahwa anak yang akan dilahirkannya adalah Anak Allah. Karenanya pertanda ini menjadi kekuatan bagi Maria untuk kuat menerima kondisinya yang kita tahu mungkin berbahaya pada jaman itu.

Sebaliknya raja Ahas tidak mau meminta pertanda, walaupun Allah sudah menawarkannya. Kenapa ia tidak mau memintanya? Dari alasan yang diberikannya, kita dapat menduga karena raja takut mencobai Allah. Namun bila membaca ayat sebelumnya, kita dapat mengambil kesimpulan lain, yaitu bahwa raja sebenarnya tidak percaya pada janji Allah, yaitu bahwa serangan raja Israel tidak akan mengalahkannya. Pertanda Allah menjadi tidak berarti ketika kita tidak mempercayai Allah dan janji-janjiNya. Oleh karena itu marilah kita jeli melihat pertanda-pertanda yang datangnya dari Allah supaya kita terus kuat di dalam menghadapi situasi kehidupan, karena kita percaya akan janji Allah akan kehidupan kekal yang datang dalam perantaraan Yesus.


---------------------
Bacaan Liturgi 20 Desember 2017
Masa Adven 20 Desember
Bacaan Pertama: Yes 7:10-14

Bacaan Injil: Luk 1:26-38

Friday, December 15, 2017

Anggota "Angkatan Ini"-kah Kita?

Seorang teman pernah berkata: �orang malas itu kreatif mencari alasan.� Tidak bisa tidak hal itu benar adanya. Kita melihat lampu lalu lintas sudah berubah merah, tapi kita malah menginjak gas dan berkata: �ah kan cuma sedetik saja bedanya.� Di perempatan berikutnya ketika lampu di depan kita berubah hijau, seorang pengemudi motor dari sisi kanan menyeberang walaupun pasti lampu di sisinya sudah merah, dan kita berteriak, �@!#$!#, gak lihat apa tuh lampu merah?!?!?!� Padahal baru semenit yang lalu kita berada di posisi yang sama. Tapi ketika diingatkan, apa kata kita? �Ya bedalah, aku kan �cuma' sekali.�

Alasan. Selalu ada alasan untuk tidak berdoa, tidak berlaku adil dengan sesama, tidak memikirkan orang lain, tidak memberi pada orang lapar, tidak menjenguk orang sakit. Alasannya adalah di seputar: macet, capek, kemalaman, sibuk, dan tidak cukup uang. Namun celakanya, kepada orang yang beralasan, kita pun menggerutu: �gimana sih kok alasannya itu lagi, itu lagi. Bosan.�

Tuhan Yesus memperingatkan angkatan �ini�, yaitu angkatan yang selalu mencari alasan untuk menyalahkan orang lain demi menghindari kewajibannya sendiri, yaitu menuruti perintah Allah. Jangan sampai angkatan �ini� adalah kita sendiri, karena bila demikian kita akan kehilangan janji-janji Allah yaitu damai sejahtera yang seperti sungai yang tidak pernah kering dan kebahagiaan yang terus berlimpah.

----------------
Bacaan Liturgi 15 Desember 2017
Jumat Pekan Adven II
Bacaan Pertama: Yes 48:17-19
Bacaan Injil: Mat 11:16-19

Tuesday, December 12, 2017

Allah Bisa?

Seorang anak laki-laki berusaha mengambil balon dan botol minumnya sekaligus. Dengan kesusahan kedua benda itu jatuh dan jatuh lagi. Aku membungkuk untuk membantunya, namun ibunya mencegahku. �Biarkan saja,� katanya. Maka aku pun mengurungkan niat dan melihatnya berjuang sendiri sampai ia tersenyum ketika kedua barang itu selamat di tangannya. Ibunya tidak meninggalkannya, melainkan tetap mengawasinya sampai ia mampu melakukannya sendiri.



Kita sering-sering lupa bahwa Allah kita juga seperti ibu di atas. Bukan berarti ibu itu tidak bisa membantu si anak, tapi karena si ibu ingin membuat anak itu lebih kuat dan lebih bersemangat. Demikian juga Allah. Bukan berarti Ia tidak bisa membantu kita secara langsung, misalnya menurunkan hujan duit ketika kita terjepit kesulitan finansial atau menciptakan helikopter ketika kita sedang terjebak macet. Tapi karena Ia ingin agar kita makin kuat dan bersemangat.

Untuk itu kita juga terus diingatkan bahwa Yesus sudah datang agar hati kita tenang dan kita juga makin dikuatkan karena sebenarnya beban kita ringan. Kuk yang berat sudah diangkat dan diambil sendiri oleh Yesus. Oleh karena itu marilah kita bersukacita dan bersemangat di dalam kehidupan kita.


----------------
Bacaan Liturgi 13 Desember 2017
Rabu Pekan Adven II
PW S. Lusia, Perawan dan Martir
Bacaan Pertama: Yes 40:25-31

Bacaan Injil: Mat 11:28-30

Friday, December 8, 2017

Terjadilah Padaku Menurut Perkataanmu

Hari ini adalah Hari St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa. Mengapa Gereja Katolik sampai pada kesimpulan bahwa St. Maria harus dikandung tanpa dosa? Bukankah cukup Yesusnya saja yang tanpa dosa? Dogma ini muncul relatif baru, yaitu 1.854 tahun setelah Yesus hidup, sehingga banyak orang non Katolik mengira bahwa dogma ini adalah �buatan� Gereja Katolik semata. Namun hal ini didukung oleh Kitab Suci, yaitu oleh salam dari Malaikat Gabriel: �Salam hai engkau yang dikaruniai� (Luk 1:28). Kata �dikaruniai� dalam bahasa Yunaninya adalah �kecharitomene� yang mengacu pada kata kerja �dikaruniai secara sempurna�, atau keadaan yang berseberangan dengan dosa.


Apakah dengan keadaan tanpa dosa itu lalu kita berpikir: wah pantas saja Bunda Maria begitu suci�. ia sudah tanpa dosa sejak awalnya�? Benarkah keadaan tanpa dosa membuat manusia mudah untuk menghindari dosa? Tidak. Ingatlah akan dosa pertama, yang dikisahkan dalam bacaan pertama. Adam dan Hawa pun pada awalnya tak berdosa dan hidup di dalam dunia yang masih tidak ternoda dosa. Namun karena ketidaksetiaan mereka, mereka menjadi berdosa. Oleh sebab itu luar biasalah jawaban Bunda Maria: �terjadilah padaku menurut perkataanmu� karena jawaban itu menunjukkan kesetiaan yang luar biasa pada Allah.


Demikianlah pada hari ini kita perlu meneladan Bunda Maria di dalam kesetiaan kita terhadap panggilan hidup kita masing-masing. Apalagi kini kita tahu bahwa di dalam Kristus, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya, sama seperti Bunda Maria.

---------------------
Bacaan Liturgi, Jumat, 8 Desember 2017
HR St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda
Bacaan 1: Kej 3:9-15, 20
Bacaan 2: Ef 1:3-6,11-12
Injil: Luk 1:26-38

Tuesday, December 5, 2017

Sukacita dan Pengharapan adalah Obat Termanjur

Seorang sopir turun dari mobil mewah di depan tempat pemakaman umum. Ia berjalan menuju pos penjaga kuburan & berkata: �Pak, tolong temui nyonya di mobil itu, karena tak lama lagi ia akan meninggal!� Dengan tergesa gesa penjaga kuburan itu segera berjalan menghampiri sang nyonya.Seorang perempuan lemah, berwajah sedih membuka pintu mobilnya, dan berkata: �Saya....Nyonya Stefanus yang selama ini mengirim uang tiap dua minggu sekali agar Anda dapat membeli seikat bunga & menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan & kebaikan hati Anda.�

�O..., jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Maaf Nyonya, memang uang yang dikirimkan itu selalu saya belikan bunga,  tetapi saya tidak pernah menaruh bunga itu di pusara anak Nyonya.� jawab si penjaga kuburan itu. �Ya nyonya, karena menurut saya, orang yang sudah meninggal tidak akan pernah melihat keindahan bunga tersebut.Karena itu setiap bunga yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit,
orang miskin yang saya jumpai, atau saya berikan kepada mereka yang sedang bersedih. Orang2 yang masih hiduplah yang dapat menikmati keindahan & keharuman bunga2 itu, Nyonya,� jawab pria itu.

Nyonya itu terdiam dan pulang. Beberapa bulan kemudian ia datang lagi, namun sudah jauh lebih sehat dan ceria. �Selamat pagi, apakah masih ingat saya ? ......Saya Nyonya Stefanus.
Saya berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Ketika saya secara langsung mengantarkan bunga2 itu ke Rumah sakit atau panti jompo, org org yg sedang susah  bunga-bunga itu tidak hanya membuat mereka Bahagia, .........tetapi .........
saya juga  turut Bahagia,� katanya sambil tersenyum.  �Sampai saat ini dokter2 tidak tahu mengapa saya bisa sembuh,  tetapi saya benar-benar yakin. bahwa ........sukacita & pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!�

Bahagia adalah kata yang mudah diucapkan namun sulit dirasakan. Namun Allah sudah menjanjikan kebahagiaan kekal di mana tidak ada dukacita. Dan apakah Allah sungguh dapat menepati janji itu? Bila ragu, maka lihatlah Yesus yang telah berhasil menghapus sebagian dukacita yang ada di dunia: kesakitan dan kelaparan. Bahkan di perikop lainnya kita tahu Yesus pun telah berhasil menghapus dukacita kematian. Melihat itu semua, masihkah kita ragu akan janji kebahagiaan kekal Allah bagi kita yang setia padaNya?


------------------
Bacaan Liturgi 06 Desember 2017
Rabu Pekan Adven I
PF S. Nikolaus, Uskup
Bacaan Pertama: Yes 25:6-10a

Bacaan Injil: Mat 15:29-37

Thursday, November 30, 2017

Kerajaan Allah Sudah Dekat, Jagalah Kekudusanmu

Kalau kita ingat kemarin kisah politik Bapak Basuki - Djarot  dengan Bapak Anies Baswedan- Sandiaga Uno, bagaimana mereka berjuang demi kemenangan kursi gubernur. Segala cara dilakukan baik yang curang maupun yang santun ataupun apa adanya secara jujur. Kita pun berharap bahwa siapapun yang menang, akan membuat hari-hari ke depan menjadi lebih baik. Dan kalaupun andalan kita kalah, namun kita tetap berperan sebagai pelakon dan pemain menuju masa depan yang lebih baik. Kita sebagai para pelaku yang sadar ataupun tidak, polah tingkah kita turut ambil bagian di dalamnya.

Demikianlah yang dijanjikan pada bacaan kitab Daniel dan Injil pada hari ini. Kerajaan Allah sudah dekat. Kerajaan Allah yang akan memerintah seluruh kehidupan kita dengan damai dan sukacita sudah hampir datang. Tapi kita tidak dapat menunggu Kerajaan Allah itu dengan tenang-tenang saja. Dalam kehidupan sehari-hari kita ini, kita semua sebagai pelaku dan pelakon kehidupan, yang berjuang untuk cita-cita itu.

Soal baik dan buruk yang kita buat perlu dipikirkan baik-baik. Bisa saja angan-angan yang manis , sesungguhnya jerat buat hidup kita sendiri.Kita sebagai pelaku kehidupan, perlu berjuang mengalahkan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh Allah. Yesuslah guru kita yang memberi teladan mengalahkan keinginan-keinginan duniawi melalui karya keselamatan, penderitaan dan pengorbanannya yang berakhir di kayu salib. Ia melakukan pemusnahan total terhadap dosa, dan secara sempurna menjadi raja atas segala raja bertahta dan berdaulat untuk selamanya.

Kitab Daniel mengajarkan kita, bahwa kekudusan akan diadu dengan tantangan dan penganiayaan. Namun Daniel mengatakan melalui penglihatannya bahwa, semakin kita yakin akan kuasa dan kebesaranNya sebagai Raja atas segala raja, maka kita bersama Roh Kudus akan menjadi pemimpin dalam kehidupan kita sendiri sehari-hari. Tuhan sendiri yang akan memimpin  iman kita pd ketaatan sampai mati. Biarlah nanti sampai saat kerajaanNya hadir kedua kalinya , kita bisa memetik buah-buahnya. Mari kita berharap bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, mari kita menyambutnya dengan perbuatan-perbuatan baik kita.

----------------------------------
Jumat, 1 Desember 2017
Jumat Pekan Biasa XXXIV
Bacaan 1: Dan 7: 2- 14
Mazmur: T. Dan 3:75 - 81
Injil: Luk 21: 29 - 33

Wednesday, November 29, 2017

Pilih Atheis atau Agama?

Kenapa saya memilih beragama dan tidak atheis? Kenapa saya mendorong orang muda untuk beragama dan tidak atheis? Ingat... atheis tidak sama dg agnostik (percaya sama Tuhan tapi gak mau pilih 1 agama)


Atheis, definisinya: tidak percaya akan adanya Tuhan. Faktor yang mendorong orang menjadi atheis itu ada bermacam-macam dan mungkin dapat dikelompokkan jd 4:
  1. Bingung mau pilih agama mana
  2. Pengalaman buruk dg salah 1 agama, biasanya dg pengikutnya
  3. Tidak dapat menyatukan antara agama dan ilmu pengetahuan yg dipelajarinya, misal katanya Tuhan menciptakan dunia dlm 7 hari, lalu kapan bigbang terjadi?
  4. Selalu mendebat secara filosofis: adakah Allah?

 
Nah kalau sudah begini apakah masih mau pilih jadi org beragama � terlepas agamanya yaaa---? Menurutku, alasan untuk melawan keinginan jadi atheis adalah begini:
  1. Semua agama itu benar � gak usah bingung-bingung dulu pilih agama mana. Pilih aja 1 dulu (kalau keluarganya tidak menganut 1 agama yg sama). Nanti dalam perjalanan mencari kebenaran dari agama itu, pasti hati dan kepalanya terbuka sendiri.
  2. Kalau pengalaman buruk, maka tanyakan dalam hati, apakah saya mau percaya sama orang yang sama-sama perlu beragama karena masih berdosa, atau percaya sama Tuhan yang di atas segalanya, termasuk di atas agama. �Karena kamu masih manusia duniawi. Sebab, jika di antara kamu ada iri hati dan perselisihan bukankah hal itu menunjukkan, bahwa kamu manusia duniawi dan bahwa kamu hidup secara manusiawi? (1 Kor 3:3)� Teguran seperti begini sudah ada sejak mulanya, artinya selama manusia masih ada di dalam dunia, selama itu pula sifat duniawinya ada dan dapat menyakiti dan memberikan pengalaman buruk pada sesama.
  3. Kitab Suci adalah buku iman, rangkuman iman umat Allah dari masa ke masa. Bila kita melihatnya demikian, maka kita dpt memaklumi bahwa yang tertulis disitu bukan buku geografi atau fisika atau matematika atau astronomi. Mereka cuma mau bilang �Allah-lah pencipta segalanya, termasuk manusia.� Tentu pertanyaan berikutnya adalah: kalau kita tidak bisa percaya mutlak bagian yang ini, kenapa saya harus percaya bagian yang itu? Demikianlah dibutuhkan suatu dewan yg terdiri atas orang-orang yang fokus pada panggilan Allah untuk melayani, untuk membantu menafsirkan ayat-ayat di dalam Kitab Suci ke dalam realitas dunia saat ini. Tujuannya agar penafsiran itu tidak menyimpang dari kebenaran asali, namun dapat terus dipahami oleh orang dari berbagai situasi.
  4. Adakah Allah? Kita harus percaya dulu, baru perasaan dan pemahaman atas adanya Allah itu muncul di hati. Demikianlah di dalam Kitab Suci tertulis: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" (Mrk 9:24).  Kita percaya bahwa Allah yang mahakuasa dapat menimbulkan rasa percaya pada mereka yang tidak percaya. Ucapkan saja berkali-kali: �aku percaya�.... maka rasakan mujizat 2 kata itu dalam hati kita. 
Nah, sekarang kenapa kita harus mendorong orang muda agar beragama? Supaya mereka punya pegangan hidup dan komunitas di mana mereka dapat merebahkan kepala mereka ketika membawa beban berat. Manusia selalu mengalami kebingungan di dalam hidup mereka, terutama orang muda yang sedang berusaha memilih panggilan hidupnya. Oleh karena itu sangatlah baik apabila mereka di dalam kebingungan itu tetap dapat mencari opini-opini yang berbeda di luar keluarganya dengan aman. 

Tuesday, November 28, 2017

Kesaksian Terkuat terjadi pada Saat Kesesakan

Dari dalam penjara, Ahok terus bersaksi kepada para pengunjungnya, bahkan tetap memberikan berbagai bantuan dengan berbagai cara. Karenanya, balai kota tetap penuh dengan bunga saat Jarot harus menyerahkan tampuk pemerintahan DKI Jakarta.  Thomas Byles, adalah seorang pastor yang ikut dalam perjalanan kapal Titanic, dan tetap tinggal di kapal itu sampai tenggelam untuk menyelamatkan nyawa penumpang lainnya yang juga tak bisa melarikan diri. Maximilian dari Kolbe menggantikan salah seorang napi untuk dihukum mati agar napi itu bisa bertemu kembali dengan keluarganya paska perang. Di Afrika, pengikut Kristus makin banyak walaupun mereka terus menerus dikejar dan dianiaya. Dari keempat contoh di atas kita dapat mengambil kesimpulan: Kesaksian paling kuat terjadi pada saat Kesesakan.

Yesus sudah memperingatkan murid-muridNya bahwa suatu hari mereka akan dianiaya, dan pada saat itulah kesempatan datang untuk mereka bersaksi bagiNya. Dan kita tahu dari pelajaran sejarah gereja, itulah yang terjadi kepada para murid-murid Yesus. Petrus disalib terbalik, Yohanes direbus dan lain-lain. Bacaan pertama juga menggambarkan masa kesesakan bagi bangsa Israel termasuk Daniel. Bayangkan bila ada orang-orang tidak percaya Tuhan yang masuk ke gereja dan mengambil barang-barang suci. Pastilah umat gereja itu juga mengalami siksaan dan aniaya, paling tidak dalam hal ketakutan dan kengerian. Namun Daniel dengan berani mengkritik raja dan bersaksi mengenai Allah yang menggenggam nafas kita. Perikop ini tidak menceritakan apa yang terjadi pada Belsyazar, namun kita tahu bahwa apa yang dinubuatkan Daniel terjadi, yaitu Babilon direbut oleh Persia, dan Belsyazar sendiri mati terbunuh.

Mari kita merenungkan bagaimana bila kita nanti dihadapkan pada situasi tersebut? Apakah kita akan menolak Yesus sebagai Tuhan ketika pilihannya adalah dianiaya? Ataukah kita tetap setia sampai mati sehingga janji Tuhan boleh genap yaitu: kita boleh memperoleh hidup? Mari kita terus berdoa bahwa ketika saatnya tiba nanti kita boleh terus setia pada janji itu.


--------------------------
Bacaan Liturgi 29 November 2017
Rabu Pekan Biasa XXXIV
Bacaan Pertama: Dan 5:1-6.13-14.16-17.23-28
Bacaan Injil: Luk 21:12-19

Tuesday, November 21, 2017

Diri Kita Berarti, Jangan Binasakan

Kebinasaan. Semua manusia takut binasa. Binasa bukan hanya berarti mati secara fisik, namun juga hidup tanpa arti. Orang yang ingin bunuh diri karena merasa hidupnya tak memiliki arti lagi. Sementara orang takut mati karena kuatir setelah kematiannya ia takkan dikenang lagi. Sekian puluh remaja di Amerika Serikat bunuh diri karena merasa mereka �tak terlihat� oleh teman-temannya. Sekian puluh remaja di Jepang bunuh diri karena merasa mereka �tak mampu� menanggung beban yang diberikan kepadanya.

Tapi orang yang beriman pada Tuhan tidak pernah takut binasa. Lihat kisah pada bacaan pertama, seorang ibu dan 7 orang anaknya yang diancam kematian dalam sengsara. Mereka tidak takut mati, tapi juga tidak takut hidup bila berhasil selamat. Mereka percaya bahwa dalam kematian maupun dalam kehidupan, Allah memelihara mereka. Mereka percaya bahwa Allah yang menciptakan dari tidak ada menjadi ada, tentu tidak akan mengembalikan mereka kepada keadaan �tidak ada� atau �tanpa arti� lagi.

Lihat pula perumpamaan Yesus. Siapakah yang membuat dirinya tanpa arti? Hamba yang mendapatkan 1 mina. Dialah yang membuat dirinya tanpa arti. Tuannya memberikan suatu arti padanya, yaitu mempercayakan 1 mina. Namun ia tak mampu melihat hal ini, dan memilih untuk menyia-nyiakan arti yang diberikan kepadanya. Hukumannya adalah kebinasaannya.

Kita yang percaya pada Allah tahu bahwa kita punya arti di hadapanNya, dan dengan demikian akan berusaha untuk memelihara arti diri kita itu selama hidup kita sampai ajal menjelang. Kasihanilah mereka yang tidak percaya pada Allah karena mereka akan merasa bahwa arti hidup mereka adalah 0 (nil).

-----------------------

Bacaan Liturgi 22 November 2017
Rabu Pekan Biasa XXXIII
PW S. Sesilia, Perawan dan Martir
Bacaan Pertama: 2Mak 7:1.20-31
Bacaan Injil: Luk 19:11-28

Sunday, November 19, 2017

Jangan Mengkotak-kotakkan

Sebagai seorang keturunan Cina yang tinggal di Jakarta pada tahun 2017 ini, kita merasa dikelasduakan. Pilkada yang memenangkan Anies Baswedan mengusung ide bahwa orang non pribumi, terutama Cina, tidak bisa menjadi pemimpin. Alasannya adalah pada saat penjajahan Belanda, kita memihak Belanda. Namun buku Batavia Kota Hantu, karangan Alwi Shihab menggambarkan hal yang berbeda. Simaklah cuplikan buku itu:

�[Sebuah rumah sakit Cina dibangun di antara Jl. Tiang Bendera 1 dan 5], dibangun oleh masyarakat Cina di Batavia secara gotong royong atas inisiatif Kapiten ke-2 Cina, Phoa Beng Gam, seorang tauke kaya yang memiliki tanah perkebunan luas di Tanah Abang. [Karena usahanya] ia memerlukan banyak kuli yang direkrut dari luar Batavia bersama keluarganya. Banyak di antara mereka yang terkena penyakit malaria. Sementara itu warga Tionghoa juga semakin banyak datang dari daratan Cina ke Batavia. Maka, Kapiten Phoa merencanakan pembangunan sebuah rumah sakit umum. Rumah sakit China ini sangat lengkap, bahkan dikatakan lebih baik dari rumah sakit yang dibangun Belanda. Nasib rumah sakit Cina ini kemudian buruk sekali karena dibongkar oleh gemeente (dewan kota) Belanda. Menurut sejarawan Tionghoa, Prof. James Dananjaya, mungkin Pemerintah Kolonial Belanda tidak mau disaingi dalam hal pembinaan kesehatan rakyat Batavia. Pada peristiwa pembantaian warga Cina pada Oktober 1740, para pasien di rumah sakit ini dibantai olehVOC, termasuk orang tua, wanita dan anak-anak.�

Jelas bahwa Cina tidak di bawah lindungan sayap Belanda, ataupun memihak Belanda. Namun pengkotakan telah terjadi. Yang bermata sipit, berkulit kuning, disebut Cina. Yg putih, mancung disebut Arab. Yang coklat disebut pribumi. Ini dilakukan baik oleh penjajah Belanda, maupun oleh orang Indonesia sendiri yang sudah merdeka.

Namun di mata Tuhan, ini semua tidak ada. �Dalam hal ini tiada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka, tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu,� kata Rasul Paulus dalam Kolose 3:11. Maka jangan lagi orang Kristen mengkotakkan orang lain dan mengatainya kafir, barbar, pribumi, cina, arab, dll. Namun, kenakanlah belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembuutan dan kesabaran (Kol 3:12b).

Friday, November 17, 2017

Kebahagiaan Seorang Budak yang Merdeka

Kata budak sering kali kita temui di Alkitab. Rasul Paulus menyatakan dengan gembira bahwa, �Semua orang yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: Ya Abba, Ya Bapa.� (Roma 8:15)

Sistem perbudakan yang dikenal jaman dahulu mungkin sulit kita temukan lagi kini, walaupun masih ada jejak-jejaknya bila kita teliti mengamati kehidupan k. ita sekarang ini. Untuk mengilustrasikan betapa susahnya menjadi seorang budak, Alwi Shihab dalam buku Batavia Kota Hantu, menggambarkan dengan jelas kejadian yang sungguh terjadi di kota Jakarta ini. Walaupun namanya berganti dari budak menjadi kuli kontrak, kita akan dapat membayangkan sulitnya kehidupan mereka.  

�Pada tahun 1814, atau menjelang perbudakan hendak dihapuskan, di Batavia masih terdapat 14.239 budak...Pada tahun 1880, pemerintah mengeluarkan Koelie Ordonantie. Maka dimulailah era Kuli Kontrak. Di samping masalah upah, para kuli kontrak, mereka dipekerjakan di tempat-tempat yang mudah terserang malaria, tidak pernah dirawat di rumah sakit. Adanya sanksi yang berisi hukuman bagi kuli kontrak makin menambah terpuruknya hidup mereka. Para pengusaha dapat bertindak sewenang-wenang kepada [kuli kontrak] yang mencoba melawan atau kabur. Gaji mereka dipotong dan uang yang mereka kumpulkan dengan susah payah di rantau habis untuk ongkos pulang. Ada yang sudah bekerja selama 7 tahun dan tiap bulan gajinya dipotong 2,50 Gulden. Ketika hendak pulang, justru dia harus mengeluarkan uang 90 Gulden untuk ongkos kapal.�

Dengan membayangkan hal ini, kita makin dapat merasakan betapa sukacitanya kita yang telah dibebaskan dari perbudakan, yang tak perlu lagi merasa takut pada tuan kita yaitu Tuhan, bahkan boleh memanggilnya Bapa. Semoga kita makin mencintai rahmat pembaptisan kita dan mewujudkan syukur kita di dalam pelayanan kita.

Jangan Terbuai dengan Keindahan tapi Melupakan Penciptanya

Secara alamiah kita berpikir bahwa makin banyak informasi yang kita miliki, makin tepat keputusan yang akan kita ambil. Kenyataannya sains telah membuktikan bahwa hal tersebut tidak terjadi. Sebaliknya, makin banyak informasi yang kita miliki, keputusan kita akan makin terdistorsi (kabur). Malcolm Gladwell dalam bukunya Blink menuliskan bahwa keputusan yang kita ambil dalam waktu 2 detik, sama benarnya bahkan sering kali lebih benar daripada keputusan yang diambil setelah riset mendalam. Contoh yang ia sajikan adalah ketika sebuah patung yang terjual dengan harga 10 juta dolar kepada museum yang telah menelitinya selama 14 bulan, ternyata palsu. Kepalsuan itu ditunjukkan oleh seorang pakar yang melihatnya dalam waktu sebentar saja. �Ada sesuatu yang salah�. tapi saya tidak bisa mengungkapkannya,� kata pakar tersebut.


Bacaan pertama mengingatkan kita akan hal tersebut. Kita sering meneliti alam sekitar kita. Kita mampu mengetahui bahwa profil kromosom Y bapak akan terus diwariskan kepada anak lelakinya, kita tahu bahwa energi itu adalah massa kali kecepatan cahaya, dan sebagainya. Namun kenapa pertanyaan siapa pencipta semuanya itu tak bisa kita jawab dengan mudah? Perlukah kita mengetahui jawaban dari segala sesuatu yang ada di alam sebelum kita bisa menjawab bahwa penciptanya adalah Allah? Tidakkah dengan melihat pelangi, kita secara intuitif langsung menyebut penciptanya yang agung?


Kita menyibukkan diri dengan berbagai upaya untuk memperpanjang usia, mengelakkan diri dari kematian dan melihat masa depan. Namun kita lupa bahwa yang memiliki hidup itu adalah Allah. Tidak perlu kita mencari bentuk sel darah putih atau penyebab kanker sebelum kita mengimani Allahlah yang memberi hidup dan bila Ia mau, Ia dapat mengambilnya dari kita. Oleh karena itu marilah kita jangan berusaha memelihara nyawa kita, melainkan serahkanlah pada yang empunya kehidupan. Semoga kita pada harinya nanti diangkat dari kehidupan ini dan diberikan hidup yang kekal.
------------------------
Bacaan Liturgi 17 November 2017
Jumat Pekan Biasa XXXII
PW S. Elisabet dari Hungaria, Biarawati
Bacaan Pertama: Keb 13:1-9
Bacaan Injil: Luk 17:26-37

Tuesday, November 14, 2017

Syukur: Langkah Awal Kebahagiaan

Bersyukur. Bila kita tidak punya jabatan, apa yang harus kita syukuri? Bila kita berkuasa, apa yang harus kita syukuri? Banyak orang menjawab bahwa bila kita tidak punya jabatan maka hanya sedikit yang kita perlu syukuri, dan sebaliknya banyak yang kita harus syukuri ketika kita hidup berkuasa. Sebaliknya penulis Kitab Kebijaksanaan mengingatkan bahwa ketika kita yang tidak menepati hukum namun tidak punya jabatan maka ada banyak belas kasih sehingga kita tidak dihukum. Sebaliknya ketika kita berkuasa, maka akan disiksa dengan kejam. Patutkah kita tidak mensyukuri hal tersebut, yaitu terhindar dari amarah Tuhan yang hebat ketika kita tidak berkuasa?

Tapi hanya sedikit yang punya rasa syukur. Lihat saja kesepuluh orang kusta yang disembuhkan Yesus. Berapa yang datang kembali dan berterimakasih? Hanya 1 orang dan ia adalah orang asing. Artinya ia tidak mengenal Allah. Berapa banyak orang yang kita kenal di gereja, memiliki rasa syukur kepada Allah? Bagaimana mereka mewujudkan syukur itu di dalam kehidupannya dan pelayanannya? Mampukah mereka mengungkapkan itu secara terus terang seperti orang Samaria yang kembali itu?

Syukur adalah langkah awal menuju kebahagiaan. Orang yang penuh syukur adalah orang yang berbahagia. Mari kita bersyukur di dalam setiap keadaan yang kita hadapi.


------------------------

Bacaan Liturgi 15 November 2017
Rabu Pekan Biasa XXXII
PF S. Albertus Agung, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama: Keb 6:2-11
Bacaan Injil: Luk 17:11-19

Thursday, November 9, 2017

Bermisi Seperti Paulus


Paulus memberitakan kabar sukacita kepada orang-orang non-Yahudi. Ia bangga bisa melayani orang-orang di luar Yahudi. Seringkali ia memuji  kelebihan dan keistimewaan jemaat Roma, dan itu membuat ia mampu mengambil hati jemaat Roma.

Sebaliknya, orang-orang Yahudi kala itu justru meremehkan orang-orang non-Yahudi. Tetapi Paulus tidak peduli. Sebaliknya ia berbangga hati, justru karena ia bisa  berkarya bagi Tuhan di tempat yang berbeda.

Boleh dibilang tidak nyaman. Tapi bagi Paulus ia justru puas jika bisa melayani di luar zona nyamannya. Ia mau bermisi keluar,  sehingga ia banyak juga melakukan misi perjalanan ke daerah-daerah baru di wilayah kaum kafir.

Kadang tanpa kita sadari, kita memiliki kebanggaan semu akan status gereja dan pelayanan kita.  Bertahan di tempat yg di dalamnya kita merasa akrab, aman, berhasil, bisa berbangga dll.  Namun kita lupa akan panggilan Tuhan yang sesungguhnya, yaitu bermisi keluar, melebarkan sayap dr zona nyaman  kita, berani menerima tantangan baru, bukan melayani disitu-situ saja tanpa perkembangan.

Banyak dari kita  pandai, berintelektualitas tinggi, berpotensi baik tapi takut melayani. Takut menjadi terbebani.

Di tahun-tahun belakangan ini Gereja Katolik banyak berbicara tentang Pancasila. Di situ kita berbicara tentang keberagaman, keadilan, kemanusiaan . Ada banyak tantangan baru, baik dalam komunitas, luar komunitas,  bahkan lintas agama , budaya dan kelompok.

Pertanyaannya; " Beranikah kamu dan saya, juga kita semua sebagai seorang Katolik, keluar dr zona nyaman kita dan menyambut tantangan baru itu dalam berkarya dengan membawa panji-panji yang sama dengan Paulus, yaitu Kristus .

Pewartaan kita akan diterima dunia kalau kita mampu mewujudkan kepedulian sosial yang tinggi pada sesama. Dan semoga, dengan penyertaan Tuhan, pewartaan itu akan membuahkan pertobatan di dunia. Selamat berkarya.

----------------------
Bacaan 10 Nov 2017
Roma 15:14-21
Injil Lukas 16: 1-18

Tuesday, November 7, 2017

A House in the Sky (Rumah Di Atas Langit)

Di dalam bukunya, A House in the Sky, Amanda LIndhout bercerita tentang kisahnya diculik oleh pemberontak Somalia yang kemudian menuntut tebusan. Ia ditawan sampai 16 bulan. Di dalam masa penawanannya itu, ia dengan keras berusaha untuk  melihat para penawannya sebagai manusia yang baik, terutama kepada para tentara yang masih remaja. Ia mendengarkan cerita tentara itu tentang kekasihnya. Ia mendengarkan bagaimana para tentara itu berusaha untuk belajar berkomunikasi dalam bahasa inggris. Ia mendengarkan cita-cita beberapa tentara itu untuk membantu keluarganya. Upayanya itu berhasil membuat hatinya tetap lembut dan baik paska penawanannya sehingga ia mampu untuk membentuk suatu organisasi nirlaba untuk membantu penduduk Somalia.

Inilah yang dituntut oleh Yesus: melepaskan diri dari segala miliknya dan menjadi murid Yesus. Amanda telah berhasil melepaskan diri dari kebencian kepada penawan bahkan pemerkosanya. Ia telah berhasil melepaskan diri dari hartanya bahkan tubuhnya sendiri. Ini bukan proses yang mudah karena beberapa tahun setelahnya ia masih mengalami mimpi buruk, sebagaimana diakuinya sendiri. Namun proses yang sulit ini tidak menghalanginya untuk mengasihi orang lain.

Mampukah kita untuk melakukan hal yang sama? Mampukah kita menjawab tantangan Yesus untuk melepaskan diri dari segala miliknya, bahkan nyawanya sendiri, untuk mengasihi orang lain seperti Ia telah mengasihi kita?


-------------------
Bacaan Liturgi 08 November 2017
Rabu Pekan Biasa XXXI
Bacaan Pertama: Rom 13:8-10
Bacaan Injil: Luk 14:25-33

Thursday, November 2, 2017

Taat Hukum Tanpa Kasih adalah Mati

Sewaktu saya masih duduk di SMA, saya ingin sekali tinggal di Singapura. Karena menurut saya negara itu sangat tertib hukum. Orang yang buang sampah sembarangan akan didenda, menyeberang jalan sembarangan akan ditilang. Saya juga ingin tinggal di negara barat seperti Swedia, karena menurut saya orang-orangnya tepat waktu serta tertib di dalam antrian. Kedua negara ini sangat berbeda dengan Indonesia yang kita tahu fleksibel dalam hal-hal di atas. Suatu hari saya sedang di Swedia pada pagi hari di musim dingin, toko-toko belum buka, dan kebelet pipis. Saya mengetuk pintu salah satu toko dan melihat ada seorang pegawai di sana yang menolak membukakan pintu walaupun alasan saya adalah mau pinjam toilet. Untungnya saya menemukan toilet umum agak jauh dari situ dan terhindar dari rasa malu. Tak lama kemudian saya mendengar teman saya berkata bahwa "betapa menyenangkannya di Brazil, ketika orang terkadang tidak tepat waktu karena terlalu menikmati sekitarnya."

Apa yang saya pelajari dari situ? Betul bahwa sungguh menyenangkan bahwa hukum itu ada untuk mengatur hidup sehari-hari dan interaksi antar orang. Namun hukum yang terlalu ketat akan mengekang hidup dan membuat hidup itu sendiri tak bernilai. Kita membuat hukum agar hidup menjadi lebih menyenangkan dan bisa dihargai secara bersama-sama. Tentu tidak enak kalau semua orang egois dan mengklaim setiap rumah adalah rumahnya sendiri, dan pasanganku adalah pasanganmu juga. Ini adalah chaos. Tetapi kita membuat hukum agar kita bisa saling menghargai orang lain lalu menikmati hidup bersama-sama dengan mereka.

Tapi orang Israel memandang hukum adalah demi hukum. Rasul Paulus menyatakan bahwa ia sangat bersedih karena saudara-saudaranya bangsa Israel telah menerima hukum dari Allah. Namun bila kita terus membaca beberapa ayat setelah perikop tersebut, kita tahu bahwa menurut Paulus, bangsa Israel "sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu." (Rm 9:31). Yesus pun menegur hal yang sama ketika Ia hendak menyembuhkan orang di hari Sabat. Ia berkata: "Siapakah di antara kalian yang anak atau lembunya terperosok ke dalam sumur,
tidak segera menarik ke luar, meskipun pada hari Sabat?" Dan tidak seorangpun membantahnya.

Apa yang hendak diajarkan Yesus? Hukum Sabat adalah penting, mungkin salah satu hukum paling penting di kalangan Bangsa Israel. Namun hukum itu sendiri bukanlah yang terpenting. Yang paling penting adalah berbuat baik setiap hari, terutama di hari Sabat, supaya hidup dan relasi kita dengan Allah menjadi makin baik.



-----------------------
Bacaan Liturgi 03 November 2017
Jumat Pekan Biasa XXX
PF S. Martinus de Porres, Biarawan
Bacaan Pertama: Rom 9:1-5

Bacaan Injil: Luk 14:1-6

Tuesday, October 31, 2017

Resep Kebahagiaan

Apa resep kebahagiaan? Seorang jurnalis bernama Eric Weiner di dalam bukunya berjudul The Geography of Bliss mengunjungi 10 negara di seluruh dunia untuk mencari tempat yang paling berbahagia di dunia. Pertanyaannya hanya satu: apa yang membuat orang berbahagia? Apakah ketika bebas mengisap mariyuana seperti di Belanda? Atau ketika semuanya tertib seperti di Singapura? Atau karena banyak uang seperti di Qatar? Atau ketika banyak kreativitas di udara seperti di Skandinavia? Setelah berkeliling dan meneliti, ia sampai kepada satu kesimpulan: �sumber kebahagiaan terbesar adalah orang lain.�

Cocokkah kesimpulan ini dengan Sabda Bahagia Tuhan Yesus? Mari kita tilik lebih dalam. Orang miskin dan orang kaya manakah yang lebih membutuhkan orang lain? Tentu orang miskin. Orang lapar dan orang kenyang, manakah yang lebih mengharapkan ada orang lain? Tentu orang lapar�. Orang kenyang cukup membutuhkan tempat tidurnya. Orang berdukacita dan bersukacita, manakah yang lebih membutuhkan orang lain? Tentu orang berdukacita karena ada keinginan untuk dihibur. Orang yang murah hati dan kikir, manakah yang lebih mudah untuk didekati? Tentu orang murah hati. Mereka yang disebut Yesus sebagai pemilik Kerajaan Surga adalah orang-orang yang membutuhkan dan dibutuhkan orang lain. Mereka berbahagia karena di dalam hidupnya selalu ada orang lain, atau paling tidak 1 orang yang mereka tahu akan selalu bersama mereka, yaitu Tuhan Yesus sendiri.

Pada hari ini kita merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus dimana Gereja mengingatkan kita semua bahwa kita adalah satu kesatuan di dalam Tubuh Kristus. Hal ini makin membuat kesimpulan di atas menjadi benar, yaitu kita umat beriman di dalam Kristus adalah orang paling berbahagia di dunia karena kita tidak pernah sendirian. Kita selalu dikelilingi oleh satu kumpulan orang kudus baik yang masih berziarah di dunia maupun yang sudah berada di surga. Kita selalu memiliki orang lain di dalam hidup kita. Mari kita menyadari bahwa sumber kebahagiaan kita sudah berada di sini, di tempat ini, pada saat ini, bersama dengan Tuhan dan seluruh orang kudusnya.

-----------------------
Bacaan Liturgi 01 November 2017
HR Semua Orang Kudus
Bacaan Pertama: Why 7:2-4.9-14
Mazmur:Mzm 24:1-2.3-4ab.5-6
Bacaan Kedua: 1Yoh 3:1-3
Bacaan Injil:Mat 5:1-12a

Kita Semua Memiliki Arti Hidup

Kebinasaan. Semua manusia takut binasa. Binasa bukan hanya berarti mati secara fisik, namun juga hidup tanpa arti. Orang yang ingin bunuh diri karena merasa hidupnya tak memiliki arti lagi. Sementara orang takut mati karena kuatir setelah kematiannya ia takkan dikenang lagi. Sekian puluh remaja di Amerika Serikat bunuh diri karena merasa mereka �tak terlihat� oleh teman-temannya. Sekian puluh remaja di Jepang bunuh diri karena merasa mereka �tak mampu� menanggung beban yang diberikan kepadanya.

Tapi orang yang beriman pada Tuhan tidak pernah takut binasa. Lihat kisah pada bacaan pertama, seorang ibu dan 7 orang anaknya yang diancam kematian dalam sengsara. Mereka tidak takut mati, tapi juga tidak takut hidup bila berhasil selamat. Mereka percaya bahwa dalam kematian maupun dalam kehidupan, Allah memelihara mereka. Mereka percaya bahwa Allah yang menciptakan dari tidak ada menjadi ada, tentu tidak akan mengembalikan mereka kepada keadaan �tidak ada� atau �tanpa arti� lagi.

Lihat pula perumpamaan Yesus. Siapakah yang membuat dirinya tanpa arti? Hamba yang mendapatkan 1 mina. Dialah yang membuat dirinya tanpa arti. Tuannya memberikan suatu arti padanya, yaitu mempercayakan 1 mina. Namun ia tak mampu melihat hal ini, dan memilih untuk menyia-nyiakan arti yang diberikan kepadanya. Hukumannya adalah kebinasaannya.

Kita yang percaya pada Allah tahu bahwa kita punya arti di hadapanNya, dan dengan demikian akan berusaha untuk memelihara arti diri kita itu selama hidup kita sampai ajal menjelang. Kasihanilah mereka yang tidak percaya pada Allah karena mereka akan merasa bahwa arti hidup mereka adalah 0.
-------------------------
Bacaan Liturgi 22 November 2017
Rabu Pekan Biasa XXXIII
PW S. Sesilia, Perawan dan Martir
Bacaan Pertama: 2Mak 7:1.20-31
Bacaan Injil: Luk 19:11-28

Thursday, October 26, 2017

Mari Peduli

Seorang anak kecil ditunjukkan sebuah disket (tempat penyimpanan data komputer yang sudah lama tidak terpakai). �Menurut kamu, ini apa?� Tanya ayahnya. Jawab anak itu: �Oh, wow, keren sekali, itu cetakan 3D dari icon Save di komputer....� Anak itu tidak tahu dan mungkin tidak mau tahu bahwa dahulu disket itu adalah bagian penting dari permainan komputer yang kini dengan mudah diperolehnya lewat smartphone yang ringan.


Ketidakpedulian merupakan dosa yang hendak ditegur oleh Tuhan pada hari ini. Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma menyatakan bahwa ia tahu dan mau melakukan apa yang baik, namun anggota-anggota tubuhnya yang lain melakukan apa yang ia tahu jahat. Yesus menegur orang banyak yang tahu melihat tanda-tanda alam, namun tidak mau berdamai dengan lawannya di tengah jalan menuju hakim.

Perjuangan melawan dosa adalah perjuangan untuk peduli. Kita melihat orang jatuh dan kita tahu bahwa kita harus menolongnya. Namun hanya kepedulian yang mampu untuk mendorong kita untuk sungguh-sungguh berjalan ke arah orang itu, mengangkat tubuhnya dan merawat lukanya. Kita tahu teman kita sedang bermusuhan dan kita tahu bahwa bermusuhan itu tidak baik. Namun hanya kepedulian yang mampu memberanikan kita untuk mempertemukan keduanya dan menyelesaikan masalahnya.

Tahun ini kita diajak merefleksikan sila kedua Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Di dalam tahun ini kita terus menerus diajar peduli kepada orang-orang di sekitar kita. Bagaimanakah sikap kita sudah berubah sejak awal tahun? Apakah kita sudah makin peduli kepada anggota keluarga kita? Teman-teman kita? Orang susah di sekitar kita? Dengan kegiatan Gereja dan komunitas kita? Mari peduli.


----------------------
Renungan Jumat, 27 Oktober 2017
Rm 7:18 � 25a
Luk 12:54 � 59

Wednesday, October 25, 2017

Jadi Hamba yang Melakukan Tugas

Seorang pegawai keuangan baru saja dicurigai melakukan pencurian uang perusahaan, dan tugas-tugasnya diberikan kepada saya. Mendapatkan tugas mendadak ini saya merasakan betapa banyak tantangan yang diberikan�. Bukan dalam hal pekerjaan itu sendiri, namun dalam hal menolak keinginan untuk �nilep�. Apalagi pekerjaan itu ditumpahkan ketika saya sendiri sedang merasakan kebutuhan akan uang yang cukup besar. Awal-awalnya saya terpikir untuk �nilep� uang parkir. Untunglah peristiwa demi peristiwa yang kemudian terjadi membuka saya kepada kesadaran bahwa yang kecil lama-lama akan menjadi besar.

Pegawai yang dicurigai mencuri di atas ternyata awalnya �hanya� nilep uang-uang kecil seperti tips, parkir, dan sebagainya. Setelah beberapa kali melakukannya dan tidak ketahuan, maka ia makin berani untuk melakukannya dengan jumlah yang lebih besar. Setelah bertahun-tahun melakukannya, maka ia pun telah mengambil uang jutaan rupiah dan akhirnya ketahuan.

Demikian pula apa yang disampaikan oleh Yesus. Hamba yang diangkat menjadi pengawas memiliki tantangan yang lebih besar daripada hamba pekerja. Pada saat itu konteksnya adalah kekuasaan� hamba pengawas memiliki kekuasaan lebih dibandingkan hamba pekerja. Tantangannya adalah untuk tidak menggunakan kekuasaan dengan semena-mena, dalam arti memukuli hamba-hamba pekerja. Pada saat ini konteks yang aktual adalah kekuasaan maupun kekayaan. Pada contoh di atas, konteks yang berlaku adalah konteks keuangan, yaitu menggunakan kepercayaan dan kuasa yang telah diberikan kepadanya untuk melakukan penyelewengan keuangan.

Demikianlah apa yang dikatakan oleh Yesus selalu up-to-date, yaitu bahwa �Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya, ketika tuan itu datang.� Mari kita berdoa dan bersiaga agar ketika Yesus datang, kita siap dengan hati yang tulus dan jiwa yang murni.

---------------
Bacaan Liturgi 25 Oktober 2017
Rabu Pekan Biasa XXIX
Bacaan Pertama: Rom 6:12-18
Bacaan Injil: Luk 12:39-48

Recent Post