Latest News

Tuesday, April 24, 2018

St. Markus, Sang Singa yang Kuat

Santo Markus adalah salah satu dari 4 penulis Injil. Injilnya diyakini adalah yang paling tua dan menjadi salah satu sumber dari kedua Injil lainnya yaitu Matius dan Lukas. St.Markus digambarkan seekor singa. Richard Burridge dalam bukunya Empat Injil, Satu Yesus menggambarkan gaya menulis St. Markus seperti seekor singa yang berlari cepat menuju mangsanya, menjelajah padang yang luas dan memiliki kekuatan serta kecepatan yang mengagumkan. Demikianlah kita merasa bila kita membaca Injil Markus dengan komplit maka kita pun akan merasa bahwa kisah-kisah Yesus diceritakan secara singkat, menjelajah banyak  aspek, namun mengena pada sasaran.

St. Markus sungguh-sungguh menghayati pesan Yesus yang terakhir kepada pada murid-murid yaitu �Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.� Urgensi dari pesan ini sungguh tampak kepada bagaimana Markus menuliskan Injilnya. Ia mewartakan yang penting-penting. Dalam setiap pewartaannya ia menegaskan bahwa pesan itu harus dilaksanakan dengan cepat. Ia juga menegaskan bahwa sama seperti singa yang harus cepat menerkam mangsanya, yaitu memberitakan Injil ke seluruh dunia dan ke segala makhluk, kita pun dipersenjatai dengan kekuatan mengusir setan, berbicara dalam bahasa baru, minum racun namun tidak celaka dan kuasa menyembuhkan orang sakit.

Demikianlah kita perlu menangkap pesan-pesan ini dalam kehidupan kita. Marilah kita mewartakan Kristus� sekarang juga, di tempat ini juga, dengan kuasa yang telah dipercayakan kepada kita. Jangan sampai ketika Ia datang untuk kedua kalinya, Ia menemukan ada bagian dunia yang belum tersentuh oleh kabar gembiraNya.


-------------------------
Bacaan Liturgi 25 April 2018
Pesta St. Markus, Penulis Injil
Bacaan 1: 1Ptr 5:6b-14

Injil: Mrk 16:15-20

Tuesday, April 17, 2018

Ekaristi, Sungguh Roti Kehidupan

Akulah roti hidup, kata Yesus. Seringkali kita mengabaikan betapa dahsyatnya kata-kata itu, dan bagaimana kata-kata itu sungguh nyata di dalam Ekaristi. Banyak kesaksian orang-orang kudus yang tidak dapat menyambut komuni karena keadaannya, memohon dengan sangat pada Allah, dan menyambutnya dari tangan Malaikat. Rosalie Put misalnya, seorang biarawati, jatuh sakit di umur 17 tahun dan terbaring di tempat tidurnya selama 25 tahun. Ia sangat menderita dan tidak dapat menghadiri Misa Kudus. Maka, seorang Malaikat Agung akan datang tiap malam untuk memberi dia Komuni Kudus. Kehadiran Malaikat ini ditandai oleh bunyi sebuah lonceng kecil dan kadang dapat didengar orang lain.

Seorang kudus lainnya, St. Nicholas dari Flue memohon pada Tuhan agar dia diijinkan hidup tanpa makan dan minum. Permohonan ini dikabulkan. Selama 20 tahun ia hidup di sebuah kamar kecil dari kayu, hanya hidup dari makan Komuni Kudus. Para penduduk mengagumi kesuciannya dan nasihatnya yang membawa perdamaian di antara kota-kota yang berperang.

Ekaristi adalah sungguh-sungguh Roti Hidup. Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan lapar dan haus lagi, dan akan beroleh hidup yang kekal. Mari kita pada masa Paskah ini merenungkan, sekuat apakah iman kita pada 1 kalimat itu: Akulah Roti Hidup.

----------------
Bacaan Liturgi, 18 April 2018
Hari Biasa Pekan Paskah III
Bacaan 1: Kis 8:1b-8

Injil: Yoh 6:35-40

Tuesday, April 10, 2018

Di Mana dan Kapan Kita Memberitakan Yesus?

Dimanakah tempat yang tepat untuk memberitakan Injil? Kapankah saat yang tepat untuk menyerukan Nama Yesus? Mungkin banyak orang bertanya-tanya tentang hal ini, sama seperti saya, terutama yang tinggal di komunitas yang majemuk dengan mayoritas non Kristiani, dan sebagian masyarakatnya mulai menunjukkan sikap bermusuhan dengan umat Kristiani. Dengan terpaksa walaupun harus menelan ludah kuatir, saya terpaksa menjawab: di mana-mana dan setiap saat, walaupun itu berarti mendekatkan saya pada kehidupan yang tidak enak, kematian yang menyakitkan, kehilangan yang memedihkan.

Bacaan pertama memberikan kita contoh bahwa para rasul dimasukkan ke dalam penjara kota karena iri hati orang-orang Saduki. Namun Malaikat datang, membebaskan mereka secara ajaib tanpa merusakkan pintu penjara, dan membawa mereka ke Bait Allah supaya mereka kembali bisa mengajar tentang Yesus. Pada akhirnya toh mereka ditangkap lagi, disiksa sampai mati kecuali Yohanes yang berhasil mati tua walaupun sempat disiksa. Injil mengingatkan kita bahwa orang yang percaya padaNya takkan binasa, walaupun dibunuh dan mati di mata dunia.

Kita juga dikuatkan dengan kesaksian para kudus yang hidup tidak lama dari masa kehidupan kita sekarang. St. Maximillian dari Kolbe yang menyerahkan dirinya untuk menggantikan salah satu terpenjara zaman Nazi (1941), dan tetap menghibur teman-teman satu sel yang dihukum mati dengan kabar gembira Tuhan. Pastur Beda Chang wafat sebagai martir (1951) karena ia terus merayakan misa di negara China yang melarang kegiatan religius apapun. Luisa Guidotti Mistrali wafat tahun 1979 setelah sebuah peluru menembus lehernya karena ia terus melaksanakan misi dan karya penyembuhannya di Zimbabwe yang sedang perang saudara. Beranikah kita seperti mereka, membela iman kita tanpa menyerang? Mari kita di masa Paskah ini dikuatkan bahwa orang dapat menyiksa dan membunuh badan kita, namun tak bisa mengambil jiwa kita, karena kita milikNya. Semoga dengan iman ini, kita dapat berdiri tegak menghadapi orang-orang yang ingin menjauhkan kita dari Yesus yang termanis.

-----------------
Bacaan Liturgi, 11 April 2018
PW S. Stanislaus, Uskup dan Martir
Hari Biasa Pekan Paskah II
Bacaan 1: Kis 5:17 - 26

Injil: Yoh 3:16 - 21

Tuesday, April 3, 2018

Hati Penuh Syukur

Henri Nouwen dalam bukunya Hati Penuh Syukur merenungkan kisah perjalanan ke Emaus yang hari ini kita dengar lewat Bacaan Injil. Ia membaginya menjadi 5 bagian yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sehari-hari manusia. Pertama-tama kita datang dengan rasa kehilangan, sama seperti kedua murid yang kehilangan guru, harapan dan tujuan hidup mereka. Kita pun sering merasa kehilangan waktu, teman, keluarga, kebebasan, atau apa saja. Dengan hati hancur diremukkan oleh kehilangan, kita datang ke hadapan Allah.

Lalu kita bertemu seorang asing yang membuat hati kita mulai berkobar-kobar. Yesus menampakkan diri di hadapan kedua murid, dan mulailah mereka menceritakan rasa itu. Demikianlah kita mengungkapkan diri kita dan hati kita yang hancur kepada Allah melalui Tuhan Kasihanilah Kami. Sebagaimana Yesus harus diundang ke dalam rumah kedua murid agar mereka nantinya dapat �melihat� siapa Yesus, demikian pula kita mengungkapkan undangan kita didalam Aku Percaya. Bila orang asing yang luar biasa tak kita undang ke dalam rumah kita, maka ia tetap menjadi orang asing. Tapi begitu kita makan bersama, maka jadilah ia �seorang dari kita�, atau sering dikatakan orang Palembang �wong kito galo.�

Ketika kita makan bersama, mulailah diri �orang asing� itu nampak menjadi Yesus. Kita pun akan mengetahui secara jelas bahwa �itu Tuhan� pada saat hosti diangkat. Dan ketika kedua orang murid itu menyambut roti dari Yesus, Yesus hilang dari pandangan mereka. Yesus di dalam Ekaristi secara ajaib menghilang dari pandangan kita sekaligus menyatu di dalam kita, dan menjadikan kita seperti dia. Sejak itu, maka kita pun diutus menjadi Dia di dalam kehidupan sehari-hari seperti Petrus dan Yohanes yang bersaksi tentang Yesus. Sebagaimana Yesus berkuasa dalam DiriNya sendiri, kita pun menjadi berkuasa karena Yesus ada di dalam diri kita. Maka bila kita percaya sungguh, maka seperti Petrus dan Yohanes, kuasa-kuasa termasuk kuasa penyembuhan dapat terjadi. Mari kita bersukacita dan memuji Allah karena kuasaNya yang begitu besar yang dipercayakanNya pada kita.

-------------------
Bacaan Liturgi, 4 April 2018
PF S. Isidorus, Uskup dan Pujangga Gereja
Hari Rabu dalam Oktaf Paskah
Bacaan 1: Kis 3:1-10

Injil: Luk 24:13-35

Recent Post