Latest News

Tuesday, January 30, 2018

Kesombongan yang Menjauhkan Rahmat

Kesombongan selalu membuat rahmat Tuhan jauh daripada kita. Raja Daud mengadakan sensus karena kesombongannya sendiri. Kegiatan sensus itu sendiri sebenarnya tidak menyebabkan dosa, karena Musa juga melakukan sensus atas perintah Allah. Namun Daud memiliki keinginan sendiri, yaitu untuk membandingkan dirinya sendiri sebagai raja atas sekian banyak orang, jauh lebih banyak daripada suku-suku lain di sekitarnya. Oleh sebab itulah ia kemudian merasa bersalah dan akhirnya Allah menyebabkan tulah bagi bangsa Israel, yaitu sampar.

Kesombongan pulalah yang telah membuat orang-orang di tempat asal Yesus tidak mengalami mukjizat sebanyak tempat lain yang dikunjungi Yesus. Kesombongan bahwa tidak mungkin seorang anak tukang kayu, anak Maria, dan yang saudara-saudaranya mereka kenal sebagai orang yang biasa-biasa saja, dapat menciptakan mukjizat seperti yang mereka telah dengar. Kesombongan itu membuat rahmat yang dibawa oleh Yesus tidak bekerja pada mereka.

Marilah kita merenungkan diri kita sendiri? Adakah kesombongan kita telah menjauhkan kita dari rahmat Tuhan? Adakah kita berpikir bahwa hal itu tidak mungkin karena  si pembawa rahmat adalah orang berdosa, orang yang kurang pintar dan kurang suci dibandingkan kita? Adakah kesombongan kita telah membuat mukjizat Tuhan tidak nyata, karena kita berpikir mukjizat itu seharusnya cukup besar untuk dilihat banyak orang, atau cukup signifikan dalam merubah hidup kita? Semoga kita mampu untuk mengalahkan kesombongan, melihat rahmat Tuhan dalam hal-hal kecil dalam hidup kita, yang dibawa oleh setiap orang yang bersentuhan dengan kehidupan kita. Karena Tuhan kita yang maha besar, mampu memberikan rahmatNya melalui setiap perkara dan setiap orang.

-----------------
Bacaan Liturgi 31 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa IV
PW S. Yohanes Bosko, Imam
Bacaan Pertama: 2Sam 24:2.9-17

Bacaan Injil: Mrk 6:1-6

Thursday, January 25, 2018

Bagaimana Mewariskan Iman Kita?

Mewariskan iman adalah sesuatu yang sulit, bahkan dari orang tua kepada anak-anaknya. Oleh sebab itu Rasul Paulus selalu mendoakan Timotius yang memperoleh imannya dari nenek dan ibunya. Ia pun sangat bersyukur atas nenek dan ibu Timotius yang telah mewariskan iman yang baik kepada Timotius.

Yesus pun ketika mengutus murid-muridNya tahu bahwa iman sulit untuk diwariskan.Oleh karena itu Ia mengutus mereka berdua-dua agar saling membantu. Oleh karena itu Ia mengutur mereka tanpa apa-apa, supaya mereka membuka diri mereka sendiri dan buka dompet mereka. Oleh karena itu Ia mengutus mereka agar jangan berpindah-pindah rumah, agar orang merasa nyaman dan membuka hati bagi iman yang akan diwariskan. Mewariskan iman membutuhkan keterbukaan hati dari si pewaris dan si penerima. Walaupun lebih mudah warisan tersebut dilakukan di dalam keluarga, namun Allah tetap memungkinkan warisan tersebut terjadi di luar garis kekeluargaan.

Tapi bagaimana mewariskan iman? Tampaknya proses mewariskan iman membutuhkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban. Proses itu juga membutuhkan kesediaan untuk menderita bagi Injil-Nya. Lainnya tidak dikatakan lagi baik oleh Rasul Paulus maupun oleh Yesus. Tapi beranikah kita untuk melalui proses tersebut, membuka hati, melepas segalanya, dan mengobarkan roh yang ada pada kita semua berkat penumpangan tangan. Mari bersama-sama mewariskan iman.

------------------------------------------------
Bacaan Liturgi 26 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa III
PW S. Timotius dan Titus, Uskup
Bacaan Pertama: 2Tim 1:1-8

Bacaan Injil: Luk 10:1-9

Tuesday, January 23, 2018

St. Fransiskus dari Sales: Ambillah Hatiku Tuhan

Tiap tanggal 24 Januari Gereja memperingati salah satu orang kudusnya, yaitu St. Fransiskus dari Sales. Ia adalah uskup di Geneva, Swiss. Sebagai seorang uskup, ia tetap memperhatikan perkembangan iman umatnya. Banyak orang bertobat bukan karena kepintarannya sebagai uskup tetapi karena kebaikan hatinya. Fransiskus menulis: �Jika ada sesuatu yang lebih mulia dari pada kelemahlembutan dan kerendahan hati, tentunya Tuhan sudah mengajarkannya kepada kita. Tuhan justru mengajarkan dua hal kepada kita yakni kelemahlembutan dan kerendahan hati�.

Ia pernah menulis sebuah doa yang bagus yang menunjukkan bagaimana Ia memiliki devosi kepada Hati Kudus Yesus: �O, Juruselamat kita akan mengambil hati kita dan menggantikannya dengan Hati-Nya sendiri. Namun, bukankah dengan demikian membuat hati kita sepenuhnya menjadi Hati-Nya � milik Hati-Nya secara murni dan tak dapat diubah? O semoga Yesus kita yang manis melakukan ini! Aku menyebabkan timbulnya pikiran Yesus untuk melakukan ini oleh Hati-Nya dan oleh kasih yang ada dalam Hati-Nya itu, yaitu kasih di atas segala kasih. Seandainya Dia tidak melakukannya (tetapi tanpa ragu Dia akan melakukannya karena kita minta kepada-Nya), maka sedikitnya Dia tidak akan dapat mencegah kita untuk mengambil Hati-Nya, karena Dia masih mempunyai dada-Nya yang terbuka untuk ini; dan apabila kita harus merobek dada kita sendiri untuk menaruh Hati-Nya di dalamnya dan bukan hati kita, tidakkah kita akan melakukannya? Semoga Nama-Nya yang Kudus selamanya dipuji.�

Dengan doa ini marilah kita merenungkan bacaan pertama, di mana Raja Daud ingin membuat rumah bagi Allah. Kita pun seharusnya ingin membuat rumah bagi Allah. Namun rumah yang Allah inginkan bukanlah dari kayu aras, melainkan dalam hati kita. Allah sendiri pun berfirman kepada Natan: �Tidak pernah Aku diam dalam rumah sejak Aku menuntun orang Israel dari Mesir sampai hari ini, tetapi Aku selalu mengembara dalam kemah sebagai kediaman.� Apa artinya? Allah selalu mengembara bersama pengembaraan kita, bahkan sampai sekarang. Maka marilah kita bersama dengan St. Fransiskus dari Sales, menyerahkan hati kita untuk digantikan dengan Hati Kudus Yesus, agar Allah mempunyai kediaman di dalam hati kita selama-lamanya.

-----------------------
Bacaan Liturgi 24 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa III
PW S. Fransiskus dari Sales, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama: 2Sam 7:4-17

Bacaan Injil: Mrk 4:1-20

Thursday, January 18, 2018

Dikelilingi Orang Kepercayaan

Seorang bijak pernah berkata: �Seorang tentara selalu siap untuk melawan musuh yang ada di depannya, tapi tidak pernah siap untuk menghadapi tembakan dari belakang.� Kita selalu mengandalkan orang-orang yang kita percaya untuk menjaga kita dari segala arah. Demikian pula Saul. Ia mengandalkan orang-orang di sekitarnya, dan ketika mereka memfitnah Daud, Saul pun percaya padanya. Bahkan Yesus pun tidak terkecuali dari hal itu. Di antara keduabelas muridNya yang dipilihNya sendiri, ada 1 orang yang mengkhianatiNya.

Setiap orang dapat mengkhianati kita. Mereka semua memiliki motivasinya sendiri-sendiri dalam mengikuti atau berteman dengan kita. Apakah dengan demikian kita harus mengembangkan ketidakpercayaan pada orang-orang di sekitar kita? Tidak. Marilah kita meneladan Yesus. Ia tahu bahwa di antara keduabelas itu akan ada yang mengkhianatiNya. Namun Ia tetap mengutus mereka, memberikan kuasa yang sama kepada mereka semua untuk mengusir setan. Walaupun demikian, kita harus tetap waspada supaya tidak seperti Saul yang terlalu mempercayai orang-orang terdekatnya dan buta terhadap kebaikan orang-orang lain.

Mari kita terus menerus mempertanyakan motivasi kita masing-masing dan dengan demikian kita lebih mudah melihat motivasi orang lain. Mari kita terus menerus mengelilingi diri kita dengan orang-orang yang memiliki motivasi tulus, rendah hati, dan takut pada Tuhan. Merekalah orang-orang yang tidak akan mengkhianati kita. Semoga usaha kita selalu diberkati oleh Tuhan.

-----------------------------------------
Bacaan Liturgi 19 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa II
Bacaan Pertama: 1Sam 24:3-21

Bacaan Injil: Mrk 3:13-19

Tuesday, January 16, 2018

Apatis = Hati Degil

Dengan kedua bacaan ini mari kita merenungkan tentang ketakutan yang menumbuhkan sikap apatis. Sikap apatis adalah sikap yang tidak mau bereaksi baik positif maupun negatif, baik ketika orang lain berbuat salah, yang penting dirinya sendiri tidak terpengaruh secara langsung. Sikap apatis tumbuh dari ketakutan, arogan, ketidakpedulian, atau ingin menyelamatkan diri sendiri.

Bangsa Israel pada bacaan pertama memiliki sikap ini. Mereka tidak bergerak untuk menyambut tantangan Goliat. Mereka menunggu dalam ketakutan, berharap orang lain yang akan datang menyelamatkan mereka. Demikian pula hal ini tampak di bacaan kedua pada orang-orang Farisi ketika Yesus menantang mereka. Mereka tidak berani menjawab, takut jawaban mereka tidak menyenangkan hati pihak lainnya. Mereka memilih untuk diam, lalu mengambil strategi untuk bersekongkol di belakang Yesus.

Kita pun sering menemui orang-orang dengan sikap apatis seperti ini. Orang-orang yang ketika diajak melayani, mengunjungi orang, mempersiapkan sesuatu, hanya diam saja. Tidak bilang ya ataupun tidak. Mereka tidak mau menempatkan diri mereka pada situasi yang mungkin tidak enak bagi mereka. Mereka tidak mau berkomitmen karena kuatir tidak mampu menjaga komitmen itu. Mereka tidak mau menjawab karena takut ditertawakan dan dihina.

Maka kini marilah kita mempertanyakan diri kita sendiri: mampukah kita menggeser sikap apatis kita, menantang diri kita untuk mampu berada di tempat yang tidak kita sukai, di luar zona nyaman kita. Mampukah kita mengatasi rasa takut, rasa malu, rasa arogan kita, agar sedikit demi sedikit kita menjadi tidak apatis lagi? Selamat berjuang.

-------------------
Bacaan Liturgi 17 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa II
PW S. Antonius, Abas
Bacaan Pertama: 1Sam 17:32-33.37.40-51

Bacaan Injil: Mrk 3:1-6

Thursday, January 11, 2018

Allah Raja Kita

Kedua bacaan hari ini mengingatkan kita bahwa sering kali kita mendambakan seorang raja atau imam yang dapat dilihat, dapat dibandingkan dengan raja atau imam lainnya, dapat menjadi objek kita melimpahkan keluhan dan kesulitan kita. Kita sering memiliki harapan tertentu atas raja dan imam yang berkenan kita ikuti. Di dalam harapan itu kita sering kali melupakan bahwa Allah seharusnya yang menjadi raja dan imam sejati kita. Mari kita lihat bacaan pertama. Selama bertahun-tahun bangsa Israel tidak memiliki raja, melainkan hakim-hakim. Allah membangkitkan hakim-hakim sesuai dengan situasi yang dihadapi oleh bangsa Israel. Mereka memiliki kuasa yang datangnya dari Allah sendiri. Tapi apa yang terjadi? Bangsa Israel meminta seorang raja, walaupun Samuel telah memperingatkan mereka bahwa raja akan meminta dari mereka apa yang Allah tak pernah minta.

Sementara itu di bacaan kedua kita melihat bahwa ahli-ahli Taurat menganggap Yesus menghujat Allah dengan berkata: dosamu telah diampuni. Mereka mengharapkan seorang imam yang berkuasa, yang sesuai dengan harapan. Mereka tidak melihat harapan itu nyata dalam wujud Yesus, sehingga mereka merendahkanNya. Mereka mengharapkan suatu sosok imam yang agung karena mewakili sosok Allah yang perkasa. Namun mereka lupa bahwa Allah melampaui segala yang mereka  pikirkan.

Mari kita melihat diri kita masing-masing� apakah kita sering mengharapkan sosok pemimpin, sosok penyelamat, sosok raja dan imam yang hanya sesuai dengan harapan kita? Bagaimana bila Allah bekerja melalui para imam, para pastor, para pemimpin yang berbeda dengan bayangan kita? Bagaimana bila Ia mengutus imam-imam pemimpin yang sebenarnya kita butuhkan, namun tidak kita inginkan? Imam dan pemimpin yang terlihat terlalu lemah dalam pendiriannya, atau sebaliknya terlalu tegas di dalam perintah-perintahnya? Apakah karena mereka tidak sesuai dengan bayangan kita, lalu kita akan merendahkan mereka dalam hati dan mengabaikan petunjuk-petunjuknya? Ingatlah bahwa Allah memanggil orang-orang sesuai dengan rencanaNya, bukan rencana kita. Doakanlah para imam, dan doakanlah kita semua sebagai umatNya agar kita tetap berharap pada Allah, dan tidak meminta raja atau imam yang sesuai harapan kita.

-----------------------------------------
Bacaan Liturgi 12 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa I
Bacaan Pertama: 1Sam 8:4-7.10-22a
Bacaan Injil: Mrk 2:1-12

Tuesday, January 9, 2018

Dengarkah Kamu? Kamu Dipanggil...

Kita melihat pada hari ini tema mengenai panggilan. Bacaan pertama bercerita tentang panggilan Allah kepada Samuel yang tidak mengenal Allah walaupun tinggal di dalam Bait Allah. Mari kita merefleksikan hal ini dengan melihat di sekitar kita. Apakah anak-anak kita yang setiap minggu dibawa ke gereja untuk misa atau belajar di sana sungguh mengenal Allah? Jangan-jangan mereka seperti Samuel yang tidak pernah mendengar Sabda Allah. Apakah kita sebagai orang tua atau wali atau guru anak-anak itu bisa mengenal panggilan Allah kepada anak-anak kita itu seperti Eli? Apakah kita mendorong anak-anak kita untuk menjawab panggilan Allah sehingga Sabda Allah tidak ada yang gugur? Panggilan dalam bacaan pertama ini mengingatkan kita kepada panggilan awal kita. Benih-benih panggilan yang tumbuh di dalam hati kita dan anak-anak kita untuk melayani Tuhan dalam baitNya, sebagai imam dan nabiNya, dan kini sebagai klerus (imam) dan hidup bakti (biarawan dan biarawati). Mampukah kita menjawab panggilan ini dengan: �Bersabdalah, ya Tuhan, hamba-Mu mendengarkan."

Panggilan di bacaan kedua adalah suatu panggilan yang dewasa, panggilan yang menuntut suatu kedisiplinan diri untuk terus maju di dalam pelayanan kita. Tuhan Yesus telah menyembuhkan banyak orang dan dipuja di tempat itu. Akan tetapi di dalam situasi itu, Ia menemukan tujuan hidupNya kembali dalam doa yang hening di pagi hari, dan menemukan kekuatan untuk terus berjalan dalam panggilanNya yaitu �memberitakan Injil, karena untuk itu Aku telah datang." Demikian pula kita dipanggil untuk terus memberitakan Injil, karena untuk itu kita sejak mula diperdengarkan Sabda Allah dan diberikan makanan rohani (Ekaristi).

Mampukah kita masing-masing menjawab panggilan-panggilan kita, baik panggilan secara umum untuk memberitakan Injil dalam situasi kita masing-masing, maupun panggilan khusus yaitu untuk menjadi imam dan biarawan/ti ataupun mendorong anak-anak kita menjawab panggilan-panggilan khusus tersebut? Semoga kita selalu terbuka terhadap panggilan Tuhan seperti Yesus dan Samuel.
-------------------
Bacaan Liturgi 10 Januari 2018
Hari Biasa, Pekan Biasa I
Bacaan Pertama: 1Sam 3:1-10.19-20

Bacaan Injil: Mrk 1:29-39

Thursday, January 4, 2018

Memiliki Hati yang Benar Seperti Natanael

Kedua bacaan hari ini ingin mengetengahkan bahwa hati yang benar dapat melihat segala hal dalam keadaan yang sebenarnya. Natanael dipuji Yesus sebagai yang tidak memiliki kepalsuan di dalamnya. Natanael langsung menyatakan bahwa Yesus Anak Allah, Raja Israel. Apakah Natanael perlu melihat mujizat yang diadakan Yesus? Tidak. Ia hanya disapa oleh Yesus, dan hatinya yang benar langsung melihat kebenaran yang disajikan di depannya.


Bacaan pertama pun mengetengahkan hal yang sama ketika Yohanes mengatakan: �jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian penuh iman untuk mendekati Allah.� Terkadang kita melakukan sesuatu yang tidak benar, dan hati kita membuat kita merasa bersalah. Perasaan bersalah, tidak berani mengungkapkan diri kita yang sebenarnya di hadapan Allah adalah akibat dari dosa. Oleh sebab itu kita selalu didorong untuk menyatakan dosa-dosa kita di depan imam, supaya hati kita selalu di dalam kebenaran.

Mari kita merenungkan apakah ada hal-hal yang mengganggu hati kita ketika kita menyerahkan diri padaNya? Apakah ada hal-hal yang membuat kita segan untuk menyampaikan pengakuan dosa di depan imam? Apakah ada hal-hal yang ingin kita sembunyikan bahkan dari diri kita sendiri? Apakah ada yang membuat kita tidak berani menatap mata orang lain atau berdiri di depan Yang Maha Benar dengan penuh iman? Bila ya, maka marilah kita akukan segala dosa-dosa kita dan membuat hati kita kembali benar seperti Natanael.

-------------------------
Bacaan Liturgi 05 Januari 2018
Hari Biasa Masa Natal
Bacaan Pertama: 1Yoh 3:11-21

Bacaan Injil: Yoh 1:43-51

Tuesday, January 2, 2018

Orang Benar Lahir Dari Kristus

Seseorang pernah bertanya: �Apakah nenek moyangku yang meninggal tanpa mengenal Kristus akan memiliki harapan menuju surga? Dia orang yang sangat baik.� Jawabku padanya adalah seperti pada surat Yohanes, yaitu �setiap orang yang berbuat kebenaran lahir dari pada-Nya [Kristus].� Artinya kita percaya bahwa Kristus telah menyelamatkan bukan hanya orang yang mengenal Dia secara sadar, namun mengenal apa yang dibawanya, yaitu kebenaran. Kita percaya Yesus akan menyelamatkan semua orang benar dan berusaha hidup benar sepanjang usianya.

Lalu orang lain yang mendengar pembahasan ini bertanya: �Kalau demikian apa gunanya kita percaya pada Kristus kalau toh kita akan diselamatkan juga.� Yohanes telah menyadari pertanyaan-pertanyaan ini sejak masa Gereja Perdana,oleh karena itu ia menulis: �Setiap orang yang menaruh pengharapan ini kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia suci adanya.� Apakah sungguh kita mampu untuk berbuat kebenaran sepanjang hidup kita, padahal kita tahu godaan dunia begitu besarnya? Mungkin kita mampu berbuat benar beberapa kali�. Tapi mampukah kita secara terus menerus berbuat benar dan karenanya beroleh keselamatan? Oleh karena itu kita memerlukan perantara yang mampu menyucikan diri dan dari kesucian itu memperoleh kekuatan untuk berbuat kebenaran. Orang yang berharap pada Kristus setiap saat disucikan kembali, walaupun ia sempat berbuat tidak benar.

Kemudian orang ketiga bertanya lagi: �Kalau demikian, maka tidak masalah bila kita berbuat dosa, karena toh kita punya pengharapan kepadanya.� Kembali Yohanes telah mengunci jawaban pertanyaan ini di dalam suratnya. �setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak melihat dan tidak mengenal Kristus.� Jelas dalam suratnya ini Yohanes mengecam orang-orang yang merasa tenang karena memiliki pengharapan akan Kristus namun terus berbuat dosa. Ini membuat kita ingat pada sebuah ayat: �Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.�

Ketika Yesus membaptis dengan Roh Kudus, sebagaimana dinyatakan dalam kesaksian Yohanes Pembaptis, Ia  datang untuk membebaskan kita dari dosa, membaptis kita dengan Roh Kudus. Selanjutnya terserah kita apakah kita tetap akan mengikat diri pada jerat dosa atau tidak. Karena setiap orang yang tetap berada dalam Dia, tidak berbuat dosa lagi. Mari kita pada tahun yang baru ini berjuang untuk terus mempertahankan kesucian kita dalam pengharapan kita akan Dia yang suci.

-------------------------
Bacaan Liturgi 03 Januari 2018
Hari Biasa Masa Natal
Bacaan Pertama: 1Yoh 2:29-3:6

Bacaan Injil: Yoh 1:29-34

Recent Post