Latest News

Thursday, September 28, 2017

Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung

Hari ini adalah hari pesta para malaikat agung. Ada tiga malaikat agung yang terkenal. Pertama adalah Mikael, sang penghulu malaikat yang disebut pada Daniel 12:1, Yudas 1:9 dan Wahyu 12:7. Kedua adalah Gabriel, sang pembawa kabar sukacita pada Bunda Maria. Ketiga adalah Rafael, sang pelindung perjalanan, yang mendampingi Tobia dalam perjalanannya yang diakhiri dengan kesejahteraan keluarga. Mengapa kita memestakan mereka?

Pertama-tama agar kita mengingat bahwa Yesus, sang Anak Manusia, mengatasi segala malaikat. Di dalam Injil dituliskan bahwa malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (Yoh 1:51). Artinya para malaikat menyembah dan menuruti perintah-perintahNya. Kedua, kita diingatkan bahwa Allah telah menciptakan beratus ribu malaikat untuk melayaniNya, dan Ia juga telah memberikan beratus ribu malaikat kepada kita untuk membantu kita dalam peperangan rohani, agar kita nanti masuk ke dalam kerajaan yang takkan binasa (Dan 7:14). Ketiga, agar kita mengingat bahwa kepada Anak Manusialah diserahkan kekuasaan dan kemuliaan sebagai raja di dalam kerajaan yang kekal dan tak binasa.

Mari kita saat ini merenungkan betapa Allah yang mahakuasa mampu untuk menciptakan beratus ribu malaikat untuk melayaniNya, sebenarnya tidak membutuhkan pelayanan kita lagi. Sebaliknya kitalah yang butuh untuk melayaniNya. Dan dalam perjuangan pelayanan kita itu, kita dibantu olehNya melalui para malaikat.
----------------------------
Renungan Harian Jumat, 29 Sept 2017
Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael, Malaikat Agung
Bacaan 1: Dan 7:9-10, 13-14
Injil: Yoh 1:47-51

Wednesday, September 27, 2017

Pancasila, Gotong Royong dan Semangat Kasih

































Pancasila, Gotong Royong dan Semangat Kasih


Tahukah Anda bahwa Soekarno pernah menyatakan bahwa bila Pancasila harus diperas menjadi hanya 1 sila, atau Ekasila, maka hasilnya adalah GOTONG ROYONG?

Kenapa Gotong Royong? Karena di seluruh penjuru Indonesia, gotong royong telah merakyat dan mendarahdaging. Gotongroyong mengandung arti bahwa hidup tolong menolong dalam tradisi masyarakat Indonesia, tidak hanya merupakan wujud keterikatan sosial antar satu dengan yang lain, tetapi lebih dari itu memiliki makna religius spiritual yang sakral. Prinsip gotong royong dapat ditemukan di semua kearifan lokal: di Madura -Song-Osong Lombhung-, di Bali -Ngayah-, di Papua -Helem Foi Kenambai Umbai-, di Sulawesi Selatan -Ammossi-, di Sulawesi Utara -Mapalus-, di Kalimantan Timur -Paleo-, di Sumatera Barat -Hoyak Tabuik-, di Sumatera Utara -Siadapari-, di Ambon -Masohi-, di Sumbada -Pawonda-, di Aceh -Alang Tulung-, di Riau -Batobo-, di Kepri -Beganjal-, di Jambi -Pelarian-, di Babel -Nganggung-. Bahkan di Jawa ada berbagai istilah untuk menunjuk prinsip itu: -Gugur Gunung- (Jawa Tengah), -Sabiruyangan- (Sunda), -Sambatan- (Jawa Timur), -Soyo- atau -Kudur- (Nganjuk).

Apa yang mendasari prinsip gotong royong ini? Tentu adalah semangat kasih. Kasih yang seperti apa? Kasih kepada Tuhan yang mahaesa, kasih yang membangkitkan semangat keadilan dan keberadaban, kasih yang menyatukan, kasih yang mendorong kepemimpinan oleh hikmah kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan, dan kasih yang menghasilkan keadilan sosial yang merata. Bila direnungi maka setiap sila dalam Pancasila selalu mengimplisitkan -kebersamaan-, yang pada prinsipnya adalah dasar dari gotong royong.

Bagaimana orang Katolik memahami dasar negara ini? Dengan sangat jelas, karena Kitab Suci sendiri pun telah mengajarkan:
Sila 1: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu (Mat 22:37)

Dan untuk sila-sila lainnya, Yesus meneruskan: -Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.- Ini diuraikan dalam keempat sila lainnya.
Sila 2: Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas; janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya. (Im 19:13)
Sila 3: Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir. (1Kor 1:10)
Sila 4: Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. (Kis 15:1-10_
Sila 5: Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu. (Mat 20:1-16).


Dan gotong royong secara jelas muncul sebagai faktor maupun sebagai hasil dari implementasi sila-sila tersebut. Kita beruntung hidup di dalam negara di mana dasar ideologinya sangat dekat dengan ajaran Yesus sendiri. Oleh karena itu marilah kita mengamalkan Pancasila baik di dalam hati kita maupun di dalam praksis kehidupan kita. 


Source : http://renunganimankatholik.blogspot.com/

Tuesday, September 26, 2017

Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan

Dimanakah Tuhan dapat ditemukan? Belakangan ini rasanya umat hanya menemukan Tuhan di tempat tidur, di ruang berdoa, di gereja dan di bank. Kok begitu? Soalnya sulit mendapatkan orang yang merespon ketika ditawari untuk berkarya untuk orang lain, bahkan ketika itu untuk umat gereja sendiri. Orang sekarang lebih suka berdoa pribadi dan mentransfer uang ke rekening ketimbang berlelah-lelah mencari domba yang hilang atau berkontak dengan umat agama lain untuk menjalin hubungan baik dan saling pengertian. Padahal makin kita menutup diri, rasa takut dan cemas makin merajalela, frustrasi dan keraguan makin membludak.

Bacaan pertama sangat relevan dengan kondisi umat Katolik yang saat ini minoritas di negara Indonesia. Bangsa Israel saat itu pun merupakan bangsa jajahan, minoritas, budak. Akan tetapi kasih Allah tidak habis-habisnya bagi mereka. Mereka dicintai oleh bangsa penjajah, bahkan mendapat kesempatan untuk mendirikan rumah Allah. Bangunan-bangunan gereja dimana kita berkumpul sekarang adalah juga hasil cinta Allah kepada para pejuang Katolik di masa lampau. Bangunan ini tidak didirikan hanya dengan mengirimkan uang, melainkan melalui negosiasi dan diskusi yang menghasilkan kasih dari umat yang mayoritas. Di dalam era yang rawan intoleransi ini seharusnya kita belajar lagi dari sesepuh-sesepuh kita yang percaya akan kasih setia Allah untuk melindungi umatNya.

Lebih lagi dalam bacaan Injil, Yesus memberikan �tenaga� dan �kuasa� pada para muridNya untuk mewartakan tanpa modal duniawi (tongkat, bekal, roti, uang). Tenaga dan kuasa yang sama juga diberikanNya pada kita untuk mewartakan Injil di sekeliling kita yang penuh dengan masyarakat yang tidak kenal dan percaya Kristus, serta mereka yang telah hilang dari persekutuan jemaat kita.


Hari ini pula adalah hari peringatan wajib St. Vinsensius de Paul, yang spiritualitasnya mendorong terbentuknya yayasan Vincentius yang menaungi beberapa panti asuhan di Jakarta. St. Vinsensius pernah menasihati suster-suster Puteri Kasih demikian: �Bila Suster terpaksa meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas, karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang miskin�. Ungkapan terakhir ini dapat diringkas: �Meninggalkan Tuhan untuk Tuhan.� Mari kita meninggalkan Tuhan yang kita temui di ruang pribadi kita, dan bertemu dengan Tuhan di masyarakat.


-----------
Rabu, 27 September 2017
PW S. Vinsensius de Paul, Imam
Rabu pekan biasa XXV
Bacaan 1: Ezr 9:5-9

Bacaan Injil: Luk 9:1-6

Monday, September 25, 2017

Ketika Iman adalah Pasti

Kenapa kita beriman? Blaise Pascal adalah seorang matematikawan yang hidup pada tahun 1600an dan terkenal dengan Segitiga Pascal yang dapat menghitung kombinasi kemungkinan yang muncul dari pelemparan dadu sampai kemenangan piala dunia. Pascal, lahir sebagai jenius matematika terutama dalam bidang probabilitas (kemungkinan-kemungkinan), akhirnya meninggalkan dunia itu dan menjadi biarawan. Ia meninggalkan suatu teori yang dikenal dengan nama Pascal�s Wager (Pertaruhan Pascal). Di sini ia bertanya apakah Tuhan itu ada, atau tidak ada. (Sumber: Against the Gods, The Remarkable Story of Risk oleh Peter L. Bernstein)

Pertama-tama dinyatakan bahwa kemungkinan bahwa Tuhan ada dan tidak ada adalah 50:50. Artinya kedua kemungkinan tersebut sama besarnya hanya karena kita tidak mampu untuk membuktikan secara lebih pasti antara ada tidaknya Tuhan. Dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa kita percaya Tuhan ada dan tidak ada sama besarnya dengan melempar mata uang dan bertaruh akan keluar angka atau gambar. Namun Pascal tidak berhenti di situ. Ia menjelaskan bahwa konsekuensi dari pilihan itu berbeda jauh. Apabila kita percaya ada Tuhan, namun ternyata Tuhan itu tidak ada, maka kita hanya akan menemukan ketiadaan. Kematian hanya menjadi sekedar kematian, hilang dari dunia. Sebaliknya bila kita memilih tidak percaya, namun ternyata Tuhan itu ada, maka konsekuensinya adalah kita akan dibuang ke tempat di mana hanya ada kertak gigi. Oleh karena itu, sang ahli matematika memutuskan untuk melihat semua ilmu di dunia termasuk matematika yang pernah begitu dicintainya, menjadi hal yang sia-sia belaka, dan mengejar Tuhan di biara.

Alasan kita beriman dapat juga dijelaskan dengan teori opsi dalam dunia finansial. Opsi adalah instrumen di mana si pembeli opsi dapat membatasi kerugian dari investasinya sebesar harga opsi yang dibayarnya bila harga underlying assetnya jatuh, namun berpotensi mendapatkan keuntungan tak terhingga bila harga underlying assetnya naik. Sebuah opsi seharga Rp50.000 dibeli untuk menjual underlying asset berupa emas. Harga penjualan emas yang disepakati di opsi adalah Rp1.000.000.  Bila saat kontrak opsi selesai dan harga emas Rp800.000, maka pembeli opsi berhak menjual emas dengan harga Rp1.000.000, membuatnya tidak rugi apa-apa kecuali harga opsi semula yaitu Rp50.000. Sebaliknya bila saat kontrak selesai, harga emas sudah Rp1.200.000, ia bisa menjual emas dengan harga tersebut dan membuang kontrak opsinya.

Percaya pada Tuhan dan melakukan kehendaknya di dunia bisa seperti membeli kontrak opsi. Bila ternyata Tuhan ada dan Ia memberikan upah kepada yang percaya kepadaNyya, maka kita akan mendapat keuntungan yang tak terhingga, yaitu bersama denganNya di kerajaan kekal. Sebaliknya bila Tuhan ternyata tidak ada, maka kerugian kita hanyalah sementara, yaitu kerja keras di dunia.

Tentu saja ini adalah suatu alasan kuat untuk beriman, yaitu di mana ilmu tertinggi di dunia yaitu matematika, menunjukkan jalan benar kepada kita, yaitu: Percayalah kepada Tuhan. Namun matematika Tuhan masih lebih tinggi lagi daripada matematika kita. Ini ditunjukkan pada Mat 20:1-16a. Kata Yesus: �Hal Kerajaan Surga itu sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah sepakat dengan para pekerja mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya��Ambillah bagianmu dan pergilah! Aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu�. Atau iri hatikah engkau karena aku murah hati?�

Matematika Tuhan ini mungkin membingungkan bagi kita, terutama bagi yang biasa berbisnis dan berurusan dengan para pekerja. Tapi dalam hal matematika, hal ini dimungkinkan. Bila bekerja 1 jam diberi upah 1 dinar dan bekerja 2 jam diberi upah 2 dinar, maka 1 tidak sama dengan 2, betul kan? Salah. Lihat saja pembuktian di bawah ini:
?
Nah demikianlah Tuhan telah menunjukkan kepada kita bahwa Percaya padaNya adalah jalan yang paling menguntungkan dan perhitunganNya adalah benar adanya. Semuanya terbukti lewat matematika. Tuhan memberkati.

Sunday, September 24, 2017

Paulus yang Ingin Mati

Pernahkah Anda menghadapi suatu situasi di mana kematian menjadi alternatif yang lebih baik? Biasanya itu terjadi ketika ada kesedihan mendalam, kehilangan besar, atau kesulitan yang rasanya takkan terlampaui. Bagi orang beriman, mati menjadi alternatif yang lebih baik karena kita tahu setelah kematian ada kehidupan yang jauh lebih indah: kehidupan tanpa ratap tangis, di mana kita melihat Allah muka dengan muka. Tidakkah kehidupan setelah kematian itu lebih menjanjikan daripada kehidupan di dunia ini?

Paulus juga pada suatu waktu merasakan hal tersebut, di mana kematian merupakan keuntungan (Flp 1:20c-24,27). Terjadi konflik di dalam batinnya karena sementara hidup adalah Kristus, namun mati adalah keuntungan. Artinya sama saja antara mati maupun hidup. Bahkan lebih lagi, menurutnya mati dan kemudian berdiam dengan Kristus adalah pilihan yang lebih baik. Lalu apa yang membuatnya tetap tabah di dunia? Karena ia melihat bahwa kehidupannya berguna bagi orang lain: "...tetapi demi kamu lebih berguna aku tinggal di dunia ini."

Maka dapat disimpulkan bahwa bila kita masih diberi kehidupan, maka artinya kita masih bisa menjadi keuntungan bagi orang lain. Bila kita sedang merenungi nikmatnya kematian, maka ingatlah bahwa kehidupan kita adalah berkat bagi orang lain. Jangan putus asa. Rasa kehilangan akan pupus karena kita tahu tak ada yang hilang di dalam Tuhan. Kesedihan akan lenyap karena kita tahu dalam Tuhan hanya ada sukacita. Namun hiduplah untuk orang lain sampai nanti kematian menjemput kita.

Seorang bijak mengatakan: bagaimana orang hidup tampak dari kematiannya. Ketika banyak orang menangisi kepergiannya, maka kita tahu bahwa orang itu hidup untuk orang lain. Demikianlah kita harus hidup seperti itu.

Tuesday, September 19, 2017

Semak Duri yang Menghasilkan Mawar

Alphonse Karr pernah menulis: Mari kita berusaha melihat dari sisi baiknya. Kamu mengeluh karena melihat semak mawar yang berduri. Aku bersyukur pada Tuhan bahwa semak duri itu menghasilkan mawar.

Bergelut dan melayani anak-anak remaja membuatku merasa bahwa mereka kurang dimengerti, kurang diapresiasi, dan kurang dilihat sisi positifnya. Memang tidak dapat disalahkan juga orangtuanya yang mungkin sudah lelah sehabis bekerja, dan kesulitan mereka untuk mengkomunikasikan apa yang mereka rasakan dan inginkan. Kesalahpahaman ini bukan hanya milik orang jaman sekarang namun juga dari jaman ke jaman. Banyak anak-anak dicap �nakal�, �kurang bertanggungjawab�, �kurang disiplin�, �tak bisa diatur�, �tak tahu berterimakasih�, dan seringkali itu benar. Sayangnya orang-orang dewasa ini menjadi terpaku dengan kata-kata itu tanpa melihat potensi mereka, usaha perubahan yang telah mereka lakukan, niat mereka yang tulus walaupun caranya salah. Menjadi pelayan bagi anak-anak remaja ini sangatlah menyenangkan karena kita bisa bersyukur pada Allah ketika melihat mereka berubah dari remaja menjadi orang Katolik yang baik. Dan terkadang perubahan itu begitu total, seperti mawar yang tumbuh dari semak berduri.


Manusia selalu suka mengkritik dan jarang puas dengan apa yang dimilikinya. Dalam bacaan Injil Yesus mengingatkan agar kita menerima hikmat apapun bentuknya, karena hikmat dibenarkan oleh semua orang yang menerimanya. Bila kita terus mengkritik, maka kita tidak akan pernah menerima hikmat. Hikmat muncul ketika kita mampu untuk menerima perbedaan. Thomas a Kempis menulis  dalam buku Mengikuti Jejak Kristus: �bersabarlah dengan kekurangan-kekurangan orang lain karena orang-orang lain pun harus bersabar menanggung kekurangan-kekurangan kita yang sangat banyak.�


-------------------
Rabu, 20 September 2017
Peringatan Wajib St Andreas Kim Taegon, Paulus Chong Hasang
Bacaan 1: 1Tim. 3:14-16
MT: Mzm. 111:1-2,3-4,5-6
Bacaan Injil: Luk. 7:31-35

warna liturgi Merah

Tuesday, September 12, 2017

Si Mulut Emas

St. Yohanes Krisostomus adalah salah satu bapa gereja yang dihormati karena khotbah-khotbahnya, sampai-sampai ia dijuluki si Mulut Emas. Ia sangat disukai di Antiokhia, namun dipaksa untuk menerima jabatan uskup Konstatinopel yang membuatnya berada dalam posisi berbahaya. Sebagai seorang Uskup Agung, St. Yohanes  mengasihi semua orang dan berusaha merangkul semua kalangan. Walau demikian ia tidak pernah kehilangan ketegasannya. Ia tidak pernah ragu untuk menegur mereka yang berbuat salah;  bahkan ratu sekalipun.  Sebuah tegurannya kepada Ratu  Eudoxia, istri dari Kaisar Arcadius, karena gaya hidup yang amat mewah dan sangat boros membuat ratu membencinya. Ratu lalu bekerjasama dengan orang-orang yang memusuhi sang uskup agung sehingga ia kemudian dijatuhi hukuman pengasingan dan diusir dari Konstantinopel pada tahun 403 dan sekali lagi pada tahun 407. Dalam perjalanannya menuju ke tempat pembuangan kedua, ia wafat karena sakit.

St. Yohanes Krisostomus sungguh mempraktekkan ajaran St. Paulus dalam bacaan pertama yaitu �Pikirkanlah perkara yang di atas, bukan yang di bumi,� serta selalu memperhatikan Sabda Bahagia Yesus sendiri dalam bacaan Injil. Ini semua tampak dari caranya yang tak pernah gentar dalam menghadapi bahaya, melainkan terus berkhotbah dan  membenahi praktek-praktek tak benar.

Mari kita teladani cara hidup St. Yohanes Krisostomus yang selalu takut pada Tuhan dan tidak takut pada dunia.


--------------
Rabu, 13 September 2017
Peringatan Wajib: St. Yohanes Krisostomos
Bacaan 1: Kol. 3:1-11
MT: Mzm. 145:2-3,10-11,12-13ab
Bacaan Injil; Luk. 6:20-26

warna liturgi: Putih

Monday, September 11, 2017

Jujur

Ada 4 mahasiswa telat ikut ujian. Krn bingung kesiangan, mrk kompak sepakat saat memberi alasan sama saat dosen bertanya, dengan harapan dosen percaya dan berbaik hati dan mereka diberi kesempatan ujian susulan. Demikian kata mereka:
Mahasiswa A: pak, maaf kami terlambat
Mahasiswa B: iy pak, kami berempat naik angkot yangsama dan bannya meletus
Mahasiswa C: kami kasihan dengan sopir tersebut, jadi kami bantu dia pasang ban baru.
Mahasiswa D: oleh karena itu kami mohon kebaikan dan kemurahhatian bapak agar kami diperbolehkan ujian susulan.

Dosen berpikir sejenak, dan akhirnya keempatnya diijinkan ikut ujian tapi dalam 4 ruang yang berbeda. Ahhh mungkin biar kita tidak nyontek pikir mahasiswa itu.  Soal pertama dengan bobot nilai 10, dapat mereka kerjakan dengan senyum gembira. Tetapi... untuk soal nomor 2 dengan bobot nilai 90  membuat mereka keringat dingin bercucuran, karena soal kedua begitu jelas menguji kejujuran mereka:
"Kemarin, ban angkot sebelah mana yang meletus?".

Sebagai orang yang pertama kali mendengar cerita ini, mungkin anda tertawa atau tersenyum mendengar cerita ini. Tetapi sesungguhnya pertanyaan tentang kejujuran sering kita hadapi juga. Demikian juga Simon Petrus, mengalami hal yang sama ketika kejujurannya dipertanyakan Yesus yang notabene adalah gurunya sendiri. Mahasiswa-mahasiswa tadi memang tidak diragukan mereka paham ilmu yang diajarkan oleh sang dosen. Tapi soal kejujuran sang dosen meragukannya. Dosen tadi mungkin sekedar mengira-ngira bahwa mahasiswanya tidak jujur, tetapi dalam kisah Yoh 21: 15-19 Yesus bukan lagi mengira-ngira, Ia sungguh tahu apa yang ada di hati Simon, sampai akhirnya Simon menyadari makna pertanyaan Yesus tersebut.

Mengapa Yesus perlu bertanya sampai berulang-ulang kepada Simon "Apakah engkau mengasihi Aku?� Bukankah Simon Petrus adalah seorang murid beriman yang mengasihi Yesus? Yang waktu malam perjamuan sebelum Yesus ditangkap dengan berani berikrar "Tuhan aku bersedia masuk penjara atau mati bersama Engkau?" dan waktu Yesus ditangkap, ia berani memotong telinga hamba Imam besar? Apakah masih ada yang kurang dalam dirinya? Adakah yang salah dengan penghayatan akan iman dan kasihnya?

Ya, Yesus melihat apa yang dilakukan Simon bukanlah pemahaman kasih yang sesungguhnya, karena dalam diri sang murid ada harapan-harapan yang juga sering kita tiru tanpa sadar, yaitu nama besar, kepopuleran, selalu jadi yg utama, kesombongan, ingin menonjol. Yesus tidak suka itu semua karena semua itu adalah sumber kesombongan, sumber kehancuran seorang pelayan Tuhan. Dan itu terbukti sampai ketika ayam jago berkokok menyadarkan dia kembali.
Pertanyaan pada Simon adalah upaya pembaharuan iman dan kasih muridnya tersebut sebagai dasar motivasi mengasihi yang benar.

Bila kita amati baik-baik motivasi yang keliru yang dipandang Yesus sebagai batu sandungan pelayanannya adalah:

1. Sikap pamrih tentang siapa yang terbesar yang dilontarkan murid-muridNya yang dengan lantang mengatakan "Aku bersedia masuk penjara dan mati bersama Engkau" sebagai pembuktian. Kalimat itu dalam bayangannya akan membuka peluang tempat dan kedudukan. Itu tak disukai Yesus.

2. Kasih yang dilakukan karena prestise, demi gengsi, martabat, nama baik. Yesus sudah tahu, bahwa sejak saat Simon Petrus mengatakan "Biarpun semua org terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.�  Padahal semua akhirnya terbukti ketika dia menyangkal sebelum ayam berkokok.

 "Simon  anak Yohanes, apakah Engkau mengasihi Aku lebih daripada mereka?
Ini adalah pertanyaan yang mengarah supaya Petrus melepaskan penonjolan dirinya di antara murid lainnya, untuk kembali pada pembaharuan iman kasihnya.

Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi aku? (Tanpa kalimat: "lebih dr pd mereka ini?), dengan cara lebih lunak Yesus bertanya. Dan itu menyadarkan Petrus, menyengat dia untuk lebih rendah hati.   Kehalusan kata telah merobek kesombongannya.

 Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku? Pertanyaan ke-3 meminta kejujurannya bahwa iman dan kasih adalah 2 hal yang harus dipertanggungjawabkan karena kelak akan menerima konsekwensinya. Meluruskan motivasi dan kesadaran akan pelayanannya. Dan akhirnya ia berani menjawab: "Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau".  Sikap baru yang rendah hati yang juga harus dimiliki oleh kita semua sebagai pelayan Tuhan, sebagai teladan penggembalaan. Sikap yg penuh kasih, jujur setia dalam iman kasih pelayanan.

Tuhan memberkati.

Tuesday, September 5, 2017

Andy, Sahabat Yesus

Di Milaor Camarine Sur, Filipina, ada seorang bocah kelas 4 SD bernama Andy yang selalu menemui Yesus di gereja sepulangnya dari sekolah, walaupun untuk itu ia harus menyeberang sebuah jalan raya yang ramai dan berbahaya. Tindakan ini diperhatikan oleh seorang pendeta yang kemudian mengantarkannya menyeberangi jalan. Andy selalu curhat dengan Tuhan Yesus di gereja, baik tentang ujiannya ataupun tentang keluarganya, ataupun hal-hal lainnya. Ia juga sering memperhatikan kebutuhan orang lain dalam doanya, seperti banyak orang kesusahan karena musim paceklik.

Suatu hari sang pendeta jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit. Kepengurusan gereja diserahkan pada 4 wanita tua yang tidak pernah tersenyum dan selalu menyalahkan orang lain. Ketika Andy datang ke gereja dan berusaha menyapa Tuhan, keempat wanita itu memarahi dan mengusirnya keluar. Padahal saat itu Andy ingin memberikan hadiah pada Tuhan Yesus. Akhirnya Andy terpaksa menyeberang seorang diri. Tiba-tiba sebuah bis melaju kencang dari tikungan yang tajam. Andy yang sedang sibuk melindungi hadiah untuk Tuhan Yesus dalam sakunya tidak melihat datangnya bis itu dan tertabrak. Andy tewas seketika. Orang-orang segera mengerumuni tubuh itu. Tiba-tiba entah dari mana seorang berjubah putih dengan wajah lembut datang dan memeluk bocah itu. Ia menangis, mengambil hadiah dalam saku baju Andy, berdiri dan membawa pergi tubuh si bocah.

Pada malam Natal, sang pendeta baru mendengar kabar dukacita itu. Segera ia berkunjung ke rumah Andy untuk memastikan kisah menakjubkan itu. Ayah dan ibu Andy bercerita bahwa seorang pria berjubah putih membawa jasad Andy ke rumah. Kata mereka, pria itu tampak sangat berduka, dan sebelum ia pergi, ia membisikkan kepada Andy, "terimakasih untuk kadonya. Aku akan berjumpa denganmu. Engkau akan bersamaku."


Iman dalam Kristus Yesus, kasih terhadap semua orang kudus, dan pengharapan yang didengar dalam Injil yang disediakan bagi kita di sorga adalah 3 hal yang disebutkan Paulus dan menjadi sumber pemberitaan Injil ke seluruh dunia. Yesus pun di dalam pemberitaan Injilnya mencerminkan hal yang sama. Ia menunjukkan imanNya, kasihNya dan menawarkan pengharapan bagi semua orang terutama mereka yang sakit. Andy dalam kisah di atas juga mewartakan Injil secara sederhana melalui iman pada sahabatnya, Yesus, kasihnya pada orang-orang lain di sekitarnya, serta pengharapan yang eksplisit dalam doa-doanya. Dengan demikian Injil akan secara efektif diwartakan kepada siapapun yang bertemu dengan kita. Mari kita mewartakan kabar sukacita kita dengan iman, kasih dan pengharapan.

-----------------------
Rabu, 6 September 2017
Orang Kudus: Bonaventura dari Forli
Bacaan 1: Kol. 1:1-8;
MT: Mzm. 52:10,11;
Bacaan Injil; Luk. 4:38-44
warna liturgi: Hijau

Recent Post